"Jika saja hidup itu sesederhana anak kecil, saling bermusuhan, saling berkelahi lalu keduanya menangis dan kembali bermain tanpa saling meminta maaf."
_____________
KORIDOR rumah sakit Albi telusuri sambil menatap layar handphonenya, kali ini pria itu tidak sedang bermain game. Melainkan mengikuti intruksi Alif yang dikirim lewat pesan whatapps untuk sampai di ruang rawat inap yang ditempati temannya.
Ada titipan roti tawar, beberapa makanan ringan dan sekotak susu full cream berukuran dua liter yang dititipkan Alif. Karena pria itu harus ke kampus, jadi sebelum pergi dia menitipkannya pada Albi.
Bisa saja Albi mengutus salah satu koas atau meminta bantuan suster untuk mengantarkannya. Tapi prinsipnya kalau masih bisa dia lakukan sendiri, akan dia lakukan. Jika tidak bisa menjadi sebaik-baiknya manusia yang bermanfaat bagi orang lain, setidaknya jangan jadi beban untuk orang lain.
"Bangsal empat, kode Rasyiid," katanya mencari tulisan pada papan berbentuk anak panah berwarna hijau yang dibuat untuk penunjuk arah.
Setengah perjalanan Albi berapapasan dengan anak laki-laki berambut pirang yang dia temui kemarin lusa. Sebenarnya rambutnya hitam tapi jika terkena cahaya matahari terlihat ada warna merah sedikit. Kulitnya yang teramat putih serta matanya yang sipit menunjukan ada darah tionghoa dalam tubuhnya.
"Halo, Pak Dokter," kata anak itu bersemangat.
"Halo jagoan ..." jawab Albi seraya tersenyum dan berhigh-five layaknya teman. Tahu salaman ala baymax dalam film kartun Big Hero? Dua makhluk itu juga melakukan hal yang sama.
Albi mengenal anak itu ketika datang ke ruang perinatologi, ada bayi yang katanya akan dipindahkan ke ruang PICU. Ketika Albi sedang berada di ruang tersebut, anak itu tengah menatap malaikat-malaikat kecil dalam kotak kaca dari balik jendela. Albi kira dia anak kecil dari poli anak karena berkeliaran di rumah sakit dengan kaki yang masih pincang.
"Permisi..." kata Albi.
Pria itu masuk ke salah satu ruangan ber-ACyang cukup luas. Di dalamnya ada satu tempat tidur untuk pasien, kamar mandi, sebuah sofa panjang yang bisa digunakan sebagai bed jaga untuk istirahat keluarga, TV LCD juga lemari es kecil yang untuk menyimpan buah maupun makanan.
"Hana ya?" tanya Albi ketika nama yang dicarinya terlihat ditempel disebuah papan diujung bangsal. Pandangan perempuan di depannya beralih dari sebuah buku tentang psikologi anak, kini menatap ke arah Albi.
"Ya?" katanya sedikit terperanjat karena seorang dokter menemuinya di jam-jam yang tidak lazim. Dengan khimar berwarna peach serta bibir pucat pasi, perempuan itu masih tetap terlihat manis. Dalam keadaan pasca operasi seperti ini saja dia masih sempat-sempatnya membaca buku.
"Ini ada titipan makanan dari Dokter Alif." Pria itu menaruh bingkisan yang dibawanya, di atas meja di samping tempat tidur.
"Oh, iya. Terimakasih," jawab perempuan itu singkat. Ketika Albi hendak meninggalkan ruangan tersebut, tiba-tiba anak yang tadi Albi temui di perjalanan, masuk ke ruangan tersebut dan memeluk Hana sambil berteriak-teriak.
"Bunda ... Ada kodok di teras depan! Gak sengaja kepegang sama Raiyan iiiiiii jijik," katanya sambil mengelapkan tangannya sembarangan.
"Sssttt ... Raiyan bicaranya pelan-pelan ya? Jangan terlalu berisik. Kasian pasien di kamar lain butuh istirahat. Raiyan dari mana aja sih? Kan Bunda udah bilang, mainnya jangan jauh-jauh."
"Kalo ada apa-apa sama kamu gimana? Om Alif lagi nggak ada. Terus paman juga belum dateng buat jemput. Bunda gak bisa kemana-kemana buat nyariin kamu," omel ibunya. Raiyan malah cuek saja dengan ceramah panjang ibunya. Anak itu malah antusias ketika mendapati Albi berada di ruangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wa'alaikumussalam Pelengkap Iman ✔
Spiritual(Sudah terbit, bagian tidak lengkap.) Jika memang yakin Allah maha membolak balikan hati, lantas mengapa masih mengemis cinta manusia? Hal itu yang membuat Alif enggan membahas perkara jodoh dan pasangan hidup. Semuanya buyar ketika hidupnya mulai d...