"AYO DONORKAN DARAHMU, SETETES DARAHMU MENYELAMATKAN SESAMA"
Spanduk besar terpampang jelas di depan tenda kami, saat itu aku beserta rekan rekan tempatku bekerja memang sedang membuka tenda donor darah di area bakti sosial di kampusku dulu.
Betapa senangnya aku melihat beberapa muda mudi mendonorkan darahnya untuk sesama. Menandakan mereka punya jiwa kemanusiaan yang hebat. Saat itu kira kira hari Jum'at selepas sholat jumat aku tiba di tenda donor darah, temanku Aufa langsung menyambutku dengan suara cemprengnya.
"Ayya , buruan !" belum sampai aku di bibir pintu dia sudah melambaikan tangannya, padahal saat itu ramai sekali orang-orang mengantri untuk di tes kesehatan sebelum mendonorkan darahnya.
Sedikit bercerita tentang temanku, namanya Aufa Faradilla Nisa, sama- sama seorang tenaga medis di rumah sakit tempatku bekerja, bedanya dia ini seseorang yang akan membantu memeriksa tentang kesehatan reproduksimu,dia seorang dokter obstetri dan ginekologi atau lebih dikenal dengan dokter spesialis kandungan.
Aku mengenalnya di sebuah kajian islami seorang ustadz yang kala itu ramai sekali diperbincangkan. Dia ini juga yang menjadi partnerku ketika tiba-tiba menggila saat ada hal berbau korea di sekitar kami, ya aku penggila drama korea dan musik korea, tapi tidak seakut dia, yang tingkat kegilaannya tidak bisa di tolerir hehehe.
"Ayy, tolongin aku ambilin darah pendonor yang disana yah, aku urusin anak-anak Sma dulu nih" ujarnya menunjuk ke arah sejumlah pendonor yang sudah siap dengan berkas mereka.
Mengangguk patuh, aku mengambil seperangkat alat donor darah siap untuk mengambil darah para pendonor itu.
Satu persatu dari mereka berbaring di tempat tidur yang sudah di siapkan, mulai dari golongan darah A, B , Ab hingga O sudah ku jumpai.
"Assalamualaikum, gimana puncak panggrango, lebih ramai dari hari ini ya?"
tungguu...
Suara itu..
Seperti aku kenal, tapi dimana, aku terus mengingat ngingat suara bariton yang baru saja ku dengar.
"Loh kamu?!" sepersekian detik aku terkejut melihat siapa pendonor di depanku saat ini.
"Assalamualaikum" ucapnya
"Ehh, wa'alaikumussalam"
Tunggu bagaimana bisa dia mengenaliku sementara saat ini aku tengah mengenakan masker di wajahku.
Aku masih menatapnya heran"Astagfirullah" ucapku reflek menundukan pandangan.
"Ga usah heran gitu, mata yang kaya kamu cuma sekali aku lihat, emmm..." Dia tampak berfikir sejenak. "Aku lihat waktu dimana yaa?"
"Ohh iya" dia menjentikan jarinya "waktu diam-diam ada yang ngintip aku waktu di gunung itu" ucapnya di akhiri kekehan kecil."Aduh bisa tidak kejadian itu di lupakan saja" malu malu aku mulai mengeluarkan torniquet dan siap menusukan jarum donor darah.
"Kahfi" ujarnya tersenyum, "boleh ku tahu siapa namamu, dan boleh tunggu sebentar sebelum jarum itu menusuk ke venaku, tanganmu masih gemetaran" dia tertawa kecil.
Ihhh kenapa aku jadi salting begini, oke fokus Ayya fokus.
Pergulatan batinku bingung harus apa saat ini."Ayya, Ayyatul Ghina" ucapku pelan dan terus berusaha menetralkan rasa canggungku.
"Ayat penyembuh, hmmm, sungguh nama yang sesuai", komentarnya, "oke kamu bisa mulai sekarang, Bismillah tarik nafas dulu" ujarnya lagi.
Malu sungguh benar benar malu aku, rona merah sudah pasti ada di pipiku, karna rasanya panas sekali pipi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Dan Takdir-Nya ♥
Short Story" Dari sekian banyak rasa yang sudah bersinggah, hanya satu ini yang membuatku sulit menundukkan pandangan" Based on true story