Satu

1.7K 17 1
                                    

Mentari pagi telah menampakkan wajah merah kuningnya, tak secerah wajahku hari ini yang terlihat muram dan sendu. Langit tampaknya tak sependapat denganku. Aku marah pada Ibu, kutundukkan wajah melankolisku didepannya. Semalam kedua orang tuaku membicarakan hal yang sentimentil tentangku. Mereka menginginkan aku untuk pindah ke sekolah kalau aku masih mengikuti banyak kegiatan sekolah. Aku menolak dan memberontak. Menjadi seorang aktivis sudah menjadi gaya hidupku, dan aku masih tetap nekat mengikutinya dengan cara sembunyi-sembunyi walaupun pada akhirnya mereka akan menginterogasiku seperti seorang tersangka ketika sampai di rumah. Aku menangis semalaman, bahkan aku tak bisa membayangkan bagaimana rasanya berpisah dengan sahabat dan teman-temanku. Terlebih pada Johan, teman sekelasku dan juga cowok yang aku cintai selama ini. Aku tak bisa melupakannya begitu saja. Sosok yang aku kagumi hingga timbul benih-benih cinta di hati. Aku menyukainya saat pertama kali aku melihatnya. Aku menyukai cara dia tersenyum dan memperlakukanku. Empat semester hingga musim berganti musim masih kupendam perasaan ini. dan sampai sekarang aku tak mampu mengatakan yang sejujurnya bahwa aku sangat mencintainya. Dialah alasanku untuk tetap bertahan di sekolah ini. Dia yang telah membuatku merasakan indahnya jatuh cinta.
Kulangkahkan kakiku menuju ruang kelas, tanpa semangat dan tanpa kekuatan. Aku bingung, entah kenapa ruang kelas mendadak menjadi hening tak seperti biasanya yang riuh bak pasar. Teman-teman terlihat duduk dengan wajah yang penuh dengan konsentrasi. Ya Tuhan, aku lupa hari ini ada ulangan Fisika. Semalam aku tak ada persiapan apapun. Kulupakan belajar, kulupakan ilmu yang sudah diberikan oleh Bu Eni. Ahh, masa bodoh pikirku.
“Eh Lis, kamu kenapa? Mukamu kok kusut gitu. Kamu kena miopi Lis?” Tanya Wina teman sebangkuku.
“Miopi apaan? Orang aku nggak kenapa-kenapa kok” jawabku.
“Lah itu kamu pakai kacamata, aku pikir kamu tiba-tiba minus gara-gara kemarin kamu dan Johan saling bertatap mata.”
“Hah, ada-ada saja kamu Win. Ya enggaklah. Ini cuma buat nutupin mataku aja yang kelihatan bengkak gara-gara nangis semaleman.”
“Ada apa Lis, kamu ada masalah? Cerita dong sama aku.”
“Aku mau pindah sekolah Win.”

Apa Susahnya Bilang I Love You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang