The Girl and the Boys (part 1)

3.7K 304 10
                                    

VII

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

VII.

Pagi hari cuaca cerah seperti juga keadaan hati Hinata. Malam sebelumnya, dia memang terpaksa nerima kejutan yang diluar ekspektasinya. Padahal Hinata nggak pernah minta yang macem-macem, cuma kehidupan yang damai dan tentram tanpa perang. Yang punya harapan kayak gitu, kan bukan peserta kontes kecantikan aja, yang setiap ditanya "Apa harapan Anda untuk dunia?" jawabannya udah bisa dipastiin: 'world peace' alias kedamaian dunia.

Penawaran dari Itachi awalnya dia terima dengan ragu. Tapi setelah dipikir-pikir, daripada harus berbagi apartemen sempit bareng Naruto, mending nerima budi baik orang. Kali aja Hinata bisa dapet pahala dengan membiarkan Itachi berbuat baik. Mungkin, cowok itu udah lama banget nggak bikin kebaikan buat orang lain. Ya... tau sendiri, gara-gara Shion naksir Itachi, karyawan satu gedung kehilangan pekerjaan. Tragis banget, kan?

Sekarang, di detik Hinata nemu bantal, tidurnya nyaman dan mimpi yang mampir juga bagus-bagus. Kalo lapar, menu makanan empat sehat lima sempurna enam mewah tujuh enak banget delapan kenyang, selalu available. Tempat tidur empuk, kamar mandi pribadi, kolam renang dan halaman belakang yang luas juga dia dapet dengan cuma-cuma. Well, nggak bisa dibilang gratisan juga, soalnya Hinata mau nggak mau nerima tawaran jadi penyanyi buat Shion. At least, dia udah nggak bergantung sama kerjaannya sebagai seiyuu kayak dulu lagi.

Yang paling jelas bedanya tuh... Itachi. Hinata bisa lihat dia pagi-pagi, siang, sore, malam, hampir 24 jam kayak pos ronda kalo aja Hinata nggak punya jadwal kuliah. Itachi yang nggak cuma menarik, tampan, keren, dan cantik (?). Tapi juga wangi, tinggi, dan kaya. Duh... kata 'sempurna' tuh nggak lagi berarti kalo udah ngeliat cowok Uchiha yang satu itu.

Ini baru semalem, gimana setahun?

Duduk di hadapan kanvasnya, Hinata menuangkan perasaan bahagianya yang meluap. Hinata juga tahu sekarang, trik untuk bikin wajah segar tanpa facial dan perawatan mahal adalah hidup tenang.

"Lo kenapa, sih?" tanya Sai yang ngerasa keganggu karena Hinata yang sering banget nyengir. Masih majang muka seneng, Hinata cuma mengangkat bahu. "Seneng banget kayaknya," Sai menyambung pertanyaannya.

"Sai..."

"Hm?"

"Mungkin, akhirnya roda kehidupan telah berputar."

"Sakit nih anak," kata Sai yang nggak lagi ngenalin Hinata "Jadi korban metafora lo?"

"Kurasa akhirnya, hidup mulai berpihak padaku." Hinata menoleh, tersenyum dengan bibir yang bergetar. Air mata mengancam membanjiri wajah.

Sai makin mupeng, takut kalo Hinata udah diserang demam aneh. "Ya udahlah, yang penting lo happy."

Mendengar kalimat Sai, Hinata nyengir ala Sai, "Iya, kan?"

Asli! Serem banget!

.

.

.

My MadonnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang