"Hidup itu indah jika kamu merasakan ketenangan bukan kesengsaraan"
***
"Luna!"
Gadis cantik dengan rambut panjang nan indah itu berbalik ke arah suara yang memanggilnya diiringi senyum lebar gadis itu.
"Papah!"
Luna langsung berhambur ke arah Heri-Ayahnya yang saat ini terdiam memandang sang anak yang sedang memeluknya.
Lalu ia melepasnya dan mengatakan, "Papah, aku rindu sama papah."
Luna masih tersenyum lebar menatap Heri yang masih terdiam.
"Luna, kamu.. kamu untuk apa kesini?"
"Papah, apakah Luna boleh tinggal bersama papah?"
"Tapi, kenapa tiba-tiba?"
"Mama.. mama sudah meninggal." Senyum Luna luntur seketika setelah mengingat mendiang Lena-ibunya yang sangat ia rindukan sekarang.
"APA?! Dia meninggal?! Kenapa, ada apa dengannya?" Heri terkejut mendengar atas penuturan anaknya.
"Mama kecelakaan, dan-"
Luna langsung terisak, ia tidak sanggup melanjutkan ceritanya kepada Heri, Heri pun langsung memeluk Luna, dan menyuruhnya masuk.
"Luna, papah izinkan kamu tinggal disini, tapi kamu harus menuruti perintah mama Tya ya sayang, jangan membantah dia, ini kamar kamu sekarang." Heri menunjukkan kamar yang akan di tempati Luna.
"Iya, pah."
"Oh ya, Luna."
Luna berbalik saat ayahnya memanggilnya.
"Besok kamu akan bersekolah di sekolah papah."
"Baik, pah." Luna tersenyum kecil menatap Heri.
"Dan itu juga sekolah Gara, kamu masih ingat kan dengan Gara?"
"Iyalah pah, mana mungkin aku lupa sama Gala comel, hehe." Luna tertawa setelah mengatakan Gara.
"Kamu tidak ingin menemuinya?"
"Besok aja lah pah, di sekolah, surprise gitu."
"Oh yaudah, sekarang kamu istirahat yah!"
Heri mengusap kepala Luna lalu melenggang pergi.
***
Luna sekarang berada di ruang keluarga, bersama Tya-Ibu tirinya, dan Felly- Saudara tirinya yang sekarang sedang menatapnya sinis.
"Oh jadi kamu anaknya Lena? Luna Naura?" Tya tersenyum sinis menatap Luna.
"Iya ma." Luna yang merasa ditatap sinis oleh dua orang di hadapannya tidak berani menatap balik, ia masih menunduk menatap lantai putih di bawahnya.
"Luna, kamu boleh tinggal disini selama kamu mengerjakan apa yang saya perintahkan dan yang saya mau."
"Papah sudah mengatakannya padaku, ma."
Tya menatap Luna, "Oh ya, bagus kalau begitu, kau harus melayani kami, mulai besok."
Luna terkejut lalu ia mendongakkan kepalanya melihat sang ibu tirinya dan saudara tirinya, "Melayani?"
"Iya, kalau tidak mau, kamu boleh pergi dari sini."
Luna menunduk dengan menghela napasnya, ia berkata, "Tidak ma, aku mau." Jawab Luna terpaksa.
Mau tidak mau ia harus menuruti perintah Tya, dimana ia akan tinggal jika ia tidak tinggal di rumah ini, lagipula ia tidak mempunyai uang sekarang.
"Baiklah Luna, saya akan pergi ke kamar." Tya melangkah pergi meninggalkan Luna dan Felly.
Lalu Felly menatap Luna dengan tatapan tidak suka, ia meneliti semua yang ada pada Luna, termasuk wajah, menurutnya Luna termasuk cewek yang cantik dan manis, ditambah mata hitam yang indah, bibir ranum, dan pipinya yang tembem menambah kesan imut.
Pikiran Felly langsung tertuju kepada seseorang, "Luna, gue punya larangan pertama buat lo dan lo gak boleh ngelanggarnya."
"Apa?"
"Lo gak boleh deketin pacar gue di sekolah nanti!" Ucap Felly penuh penekanan.
"Siapa, Fell?
"Gara."
KAMU SEDANG MEMBACA
LUNA
Roman pour AdolescentsLuna tidak menyangka hidupnya akan seperti ini. Menderita, tersiksa fisik dan batin. Ia berharap ia bahagia, sebentar saja. Tapi siapa yang akan membuatnya bahagia? [SLOW UPDATE]