3 - He is SuperVero

11 4 0
                                    

"Dia yang sangat peduli denganmu, jangan dilupakan."

***

"LUNAA!"

Dila menghampiri Luna yang terduduk jatuh di dorong Gara.

"Lo gak papa kan, Lun?"

"Gak papa, Dil." Dila membantu Luna berdiri, lalu menatap Gara dengan Garang.

"Lo itu gak punya hati atau apasih, kasar banget jadi cowok!"

"Dia yang main peluk gue tiba-tiba, seantreo sekolah tahu, gue gak suka di pegang sama orang gak jelas!" Gara berucap dingin dan menatap tajam Luna.

"Gak jelas, Gar? Aku Luna, Nana, kamu lupa sama aku?"

"Ini pertama kali gue lihat lo!"

Luna menatap Gara miris, Gara membalasnya dengan tatapan tajam dan menusuknya, "jangan sok kenal!" Sambungnya lalu ia melenggang pergi meninggalkan Luna yang ingin menangis.

Luna pun berlari melangkah pergi dari kantin sambil menangis, ia malu, sangat malu. Ia pergi tak tahu arah.

Sampai di koridor yang sepi dan jarang di lalui orang, ia terduduk disana sambil menutup wajahnya yang kini menangis.

"Hei."

Luna mendongak ke arah suara, "Kamu siapa?"

"Gue Vero, Vero Agustian." Ia tersenyum manis ke Luna.

"Aku Luna, Luna Naura." Lalu Luna menunduk.

"Oh ya, Luna, Gue temen Gara, soal yang tadi, gue mewakili Gara buat minta maaf sama lo, dia emang kaya gitu orangnya." Sambungnya.

Luna masih menunduk mengingat kejadian tadi, "Gara udah lupa sama aku."

"Emm.. lo dekat sama Gara?"

"Dulu iya, sekarang? Kayanya enggak."

Vero menghela nafasnya, ia menatap Luna dengan intens, tanpa sepengetahuan Luna.

"Cantik." batin Vero.

Lalu ia tersenyum manis kembali menatap Luna, "Udah jangan sedih lagi, sekarang lo pejemin mata lo, tarik nafas, terus hembusin, lakuin itu berulang kali."

"Buat apa?" Luna menatap Vero heran.

"Supaya lo bisa suka sama gue." Vero tertawa menatap Luna yang ternganga dengan polosnya.

Vero berhenti tertawa, "Ya enggak lah Lun, buat lo mendingan aja sih."

"Oh gitu ya."

Luna pun melakukan apa yang Vero katakan tadi, dengan Vero yang menginteruksinya.

"Sekarang, udah mendingan?"

Luna mengangguk dan tersenyum hangat ke Vero.

Vero menatap Luna dengan terkejut karena ia tidak pernah melihat senyuman manis cewek seperti Luna, ia membatin, "Maa Sya Allah, bidadari di dunia itu beneran ada ya."

Vero masih menatap Luna dengan tersenyum sendiri, sampai tidak sadar Luna sudah menatapnya heran.

"Veroo, Hei." Luna melambaikan tangannya di depan wajah Vero.

Vero pun tersadar dari lamunannya, "Eh iya Lun?"

"Bel udah bunyi, Vero, aku mau masuk kelas."

"Yaudah gue antar yah."

"Gak usah, nanti-"

"Udah gak papa, ayo." Vero menggandeng tangan Luna sampai menuju kelas. Ia merasa ada yang aneh saat menggandeng tangan Luna, jantungnya menjadi tak normal.

***

"Emm.. Vero, makasih ya udah anterin aku ke kelas dan makasih udah buat aku berhenti nangis." Luna tersenyum hangat ke arah Vero.

"Sama-sama, oh iya, lo gak usah senyum gitu deh Lun."

Luna menatapnya heran, "Emangnya kenapa? Aku jelek ya kalo senyum?"

"Gak, bukan gitu, takutnya gue jadi suka sama lo."

"Hahaha, dadah Luna."

Vero meninggalkan Luna yang masih cengo di depan kelasnya. Ia masuk dan tak ingin pusing-pusing memikirkan hal itu.

***

Vero masuk kelasnya sambil tersenyum riang lalu duduk di kursinya sambil masih tersenyum.

Sahabatnya Vero yang merasa aneh melihat Vero, langsung menanyakannya, "Lo dari mana sih Ver?" Tanya Eza.

"Lo dari toilet ujung deket perpus itu yah Ver? Ver kan gue udah bilang se-gaktahannya elo mau ngeluarin, jangan disitu lah Ver, itu toilet angker banget dah, serius gue!" Sambung Dian.

Vero berdecak menatap sahabatnya, "Gue abis ketemu cewek."

Dian melotot, "Nah tuh kan, baju putih pasti, rambutnya panjang kan?"

"Iya." Vero tersenyum tidak jelas lagi, memang benar kan baju sekolah warnanya putih dan rambutnya Luna panjang, lalu apa yang salah?

Dian melotot lagi, "Ih serem lo ah, Ver."

Eza berpikir sesaat, lalu ia bersuara, "Ver, pulang sekolah kita ke tempat ruqyah pokoknya!"

Vero menghela nafas sebal menatap sahabatnya yang menurutnya tidak jelas itu. Ia pun melirik Gara yang sibuk main game di handphonenya.

Vero menghampiri Gara, "Gar."

"Hm."

"Cewek tadi, lo beneran gak kenal?"

"Cewek yang mana?" Gara masih fokus dengan gamenya.

"Yang peluk lo di kantin."

"Gak."

"Tapi Gar, kayaknya dia beneran deh dekat sama lo dulu."

"Terus, gue peduli?"

LUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang