"Penyesalan selalu datang di akhir, benar kan?"
***
Gara yang sedang menyantap makanannya pun berhenti, karena sang mama tak kunjung datang kembali ke meja makan, ia pun menghampiri mamanya yang tadi membukakan pintu.
"Siapa, mah?"
"Loh? Lo?! Ngapain lo kesini?!" Gara terkejut melihat seseorang yang ada di hadapannya, pasalnya seseorang tersebut adalah orang yang tak tahu malu memeluknya di kantin saat itu.
"Galaa.." lirih Luna menatap dua orang yang tak menyambut kedatangannya dengan baik.
Gara merasa heran dengan cewek yang ada di depannya, kenapa ia bisa nekat kerumahnya.
"Gue Gara, bukan Gala." Sahutnya dingin.
"Aku-"
"Darimana lo tahu rumah gue?!"
"Luna, sebaiknya kamu pergi sekarang!" Luna yang baru saja ingin menjawab tiba-tiba Maya langsung angkat bicara.
"Tante.." Luna hampir menangis melihat sifat Maya berubah drastis, Maya seperti menjadi membenci dirinya.
"Gara, kamu masuk ke kamar!"
"Tunggu, aku cuma mau ngasih ini sama Gara." Luna menahan Gara, dan memberinya kotak kue tersebut, Gara ragu-ragu menyambutnya.
"Ambil Gara, dan masuk ke kamar!"
Gara mengambilnya dengan terpaksa, lalu ia langsung berlalu pergi tanpa mengucapkan terima kasih dan tanpa sepatah kata.
"Luna, sebaiknya kamu pergi. Dan.. jauhi anak saya." Maya berkata dingin dan menekan kata di akhir kalimat tersebut.
"Tapi, tante, kenapa? Kenapa tante tiba-tiba seperti benci sama aku? Kenapa Gara gak kenal sama aku?" Luna yang menahan tangis dari tadi kini ia keluarkan semuanya.
"Karena saat kamu pergi waktu itu, semuanya sudah berubah dan.. berakhir."
***
Malam pun tiba, semuanya sudah berhadir di meja makan, kecuali Luna, ia masih sibuk menata makanan di meja makan.
Setelah selesai, baru ia akan duduk tapi sebelum duduk ada suara yang menginterupsi nya, "Siapa yang nyuruh kamu untuk ikut makan sama kita?"
"Mah.. biarin Luna makan sama kita, kasian dia, pasti dia lapar juga." Heri memasang tanpa memelas nya supaya Tya boleh mempersilahkan Luna duduk.
Tya masih kekeuh, "Gak, pah. Dia boleh makan setelah kita selesai, aku gak mau semeja sama dia."
"Aku juga pah." Sahut Felly.
"Gak papa kok pah, aku belum lapar kok, aku ke dapur dulu." Luna berlalu ke arah dapur.
Heri menatap Tya yang sedang makan dengan lahap dan santai. Karena kekayaan yang Tya miliki, ia tak berani menentangnya, termasuk untuk anaknya sendiri, ia hanya karyawan yang beruntung menikah dengan seorang wanita kaya, si Tya, bos nya.
Dan karna Tya-lah, ia meninggalkan Leni dan putrinya, Luna. Sejak saat itu, ia tidak pernah bertemu dengan mantan istri dan anaknya, sampai Luna datang memberitahukan bahwa Leni telah tiada.
Heri, sangat terpukul mendengar kepulangan mantan istrinya, ia masih mencintai Leni, ia menyesal meninggalkannya, ia bersikap baik-baik saja kepada Tya, Felly, dan Luna, ia tidak mau dilihat terpuruk, dan saat itu ia baru menyadarinya bahwa cintanya kepada Tya, hanya sesaat.
Melihat Heri yang sedang melamun, Felly langsung menegurnya, "Pah.."
"Ah, ya?"
"Papah kok melamun?"
"Gak, papah gak melamun."
"Oh ya pah, aku mau minta sesuatu sama papah nih."
"Apa sayang?"
"Aku mau mobil baru, beliin yaa.."
"Hmm, papah pikir-pikir dulu deh."
Tya yang mendengar jawaban suaminya, langsung angkat bicara, "Udah pah, beliin aja."
Felly menatap harap kepada Heri, "Pliss.." ia menyatukan telapak tangannya memohon.
"Hmm.."
"Oke."
"Makasih pah.." Felly langsung memeluk Heri sambil tertawa senang, Tya yang melihat mereka hanya ikut tertawa.
Tanpa mereka sadar ada yang menatapnya dengan lirih, merasakan sakit yang menjalar di dadanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
LUNA
Teen FictionLuna tidak menyangka hidupnya akan seperti ini. Menderita, tersiksa fisik dan batin. Ia berharap ia bahagia, sebentar saja. Tapi siapa yang akan membuatnya bahagia? [SLOW UPDATE]