"Udah aku bilang aku gak mau Mah" suara Andi agak tinggi, ia berusaha semampunya menahan emosi dihadapan orang yang telah melahirkannya.
"Denger dulu Mama nak, sudah bertahun tahun kamu berumah tangga dengan Irna, kamu belum dikasih momongan, sering Mamah liat kamu beberes sendiri masak sendiri karena istrimu sakit" Nyonya Marni memang sering berkunjung ke rumah anak sulungnya itu karena jarak rumah mereka cuma terpisah dua blok diperumahan yang sama.
"Mamah gimana sih wajar dong istri sakit aku yang mengurus"
"Iya tapi nggak terus terusan gitu, carilah istri lain yang lebih sehat, tidak sakit sakitan, yang lebih mampu mengurusmu"
"Nggak Mah sekali lagi aku nggak mau, aku sudah memilih sendiri Ina sebagai pasangan hidupku, aku juga sudah mengikat sumpah dihadapan Allah untuk menjaga dan merawatnya, bagaimana bisa sekarang aku mencampakkannya?!" Andi masih ingat bagaimana ia pertama kali bertemu dengan wanita yang dicintainya itu di gedung teater. Semenjak itulah dia bertekad sehidup semati dengannya.
"Bukan mencampakkan, masih ada jalan lain... Nikah lagi misalnya, pasti istrimu akan mengerti"sambil Nyonya Marni menepuk lengan anaknya lembut, berusaha mengajak anaknya duduk diruang tamu namun Andi tetap saja berdiri.
"Mah itu sama aja dengan membunuh Ina perlahan lahan!"
"Bagaimana kalau dilakukan diam diam saja, nikah siri, Mamah sudah punya calon, istrimu jangan sampai tahu" Usul Nyonya Marni semakin gila. Andi memandang ibunya dengan rasa muak.
"Maaf Mah, aku nggak bisa dan nggak akan pernah mau ide gila itu terwujud, Mamah sudah bikin Andi sedih. Permisi Mah aku mau lihat Ina dulu tadi badannya masih demam"
Andi segera berlalu dari pandangan Nyonya Marni. Nyonya Marni hanya terdiam, dia sedih akan nasib putranya yang terus berjuang mengurus istrinya, dia cuma mau anaknya bahagia dalam mengarungi biduk rumah tangga.
Dengan langkah tergesa Andi memasuki pekarangan rumahnya, ketika hendak membuka pintu ternyata pintunya terkunci.
"Ina, buka pintunya, Mas dah datang"
Namun tak ada jawaban, Andi keheranan karena dia pergi tadi pintunya tidak dikunci. Ia segera lewat samping rumah hendak masuk lewat pintu belakang. Betapa terkejutnya dia mendapati ada sepatu pria tak ia kenal disitu. Untungnya pintu itu tidak dikunci, ia segera masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang campur aduk, prasangka buruk mulai muncul di otaknya."Mas.. U-udah datang?!" Ina kaget darah seperti berhenti mengalir di wajahnya.
Andi seperti tak percaya atas indra penglihatannya sendiri. Ia melihat istrinya di kamar mandi berduaan dengan pria asing, ptia tersebut masih mengenakan celana panjang namun sudah melepas bajunya.
"Ina.. Kamu... "
Ina segera bersungkur di kaki suaminya dan menjerit.
"Mas maafkan aku mas, aku khilaf!"
"setelah apa yang aku lakukan selama ini tega kamu Ina!"
Andi sudah tak tahan lagi ingin menghajar pria yang merebut kehormatan keluarganya. Pria itu hanya tertunduk malu.
"Mas jangan mas nanti mas bisa dipenjara! " Ina menghalangi sambil menangis.
Emosi Andi sudah diubun ubun tak tahan lagi akhirnya ia ucapkan tiga kali kalimat pantangan itu.
" Hari ini aku ceraikan kamu!"
"Maass!!"tangis Ina meledak.
Andi segera mengemasi pakaian sekenanya dan keluar dengan membanting pintu rumah terkutuk itu.
Ina mengawasi kepergian orang yang ia cintai itu dengan air mata berderai.
"Mbak, mbak yakin ngelakuin ini?"
"Iya edwin, cuma dengan cara ini Mas Andi mau menceraikan aku"
Ina mengambil beberapa lembar uang lima puluhribuan dari dompetnya.
"Nih buat pulang nanti "
" Aku masih nggak ngerti maksud Mbak" sahut juniornya di teater.
"Mas andi lelaki yang baik, dan suami yang sempurna. Biarlah dia menemukan sosok lain yang bisa membahagiakannya, wanita yang sempurna".
Ina mengusap sisa sisa air matanya. Sambil mengawasi jalanan yang mulai kosong. Sekosong hatinya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Sempurna
RomanceIrna tak pernah bisa melupakan bayangan mantan suaminya yang sangat ia cintai. Sayang takdir harus berkata lain, mampukah ia melupakan dan menemukan kembali cinta? Sudah pernah diterbitkan di Komunitas Bisa Menulis di Facebook