Bab 3

79 3 0
                                    

Hari ini Irna merasakan sekujur badannya sakit semua, namun ia memaksakan diri untuk masuk kerja. Targetnya masih jauh panggang dari api.  Sebulan yang lalu Ia masih ingat pesan dari Mbak Inggrid supervisornya.

"Ini mbak cv saya, semoga berkenan"

Wanita muda didepan Irna segera memeriksanya dengan teliti.

"Ooh kamu lulusan Sarjana ya.. "

"Iya mbak cuma seni teater,  tapi pengalaman juga jualan baju"

Irna mencoba mengadu peruntungannya dengan melamar ke sebuah butik merk internasional di mall kota B.

"Sebenarnya kami cari lulusan diploma saja, tapi kalau mbak mau, segini yang kami bisa kasih belum termasuk bonus" sambil menyodorkan sejumlah angka diatas kertas.

Irna terbelalak melihat nominal itu, sudah cukup untuk membiayai kebutuhan nya sehari hari bahkan ia bisa mengirim sedikit untuk orangtuanya.

"Kalau tidak bisa masuk karena sakit gimana mbak? " sahut Irna hati hati.

Mbak Inggrid tertawa kecil.

"Tidak masalah asal kamu ijin sebelumnya, cuma ingat kamu ditarget menjual sepuluh potong baju untuk bulan pertama dan meningkat dibulan berikutnya,  jadi pekerjaan ini sebenarnya semi marketing, tidak tercapai ya siap siap angkat kaki"

Selesai merapikan semua baju di rak, Irna mengeluarkan ponselnya seraya menunggu pembeli.  Termenung melihat hasil percakapan akun stalking dengan mantannya beberapa waktu yang lalu.

Andi : Assalamualaikum

Andi : halo ?

Intan : Waalaikumsalaam, iya, maaf sudah malam saya harus tidur. Mungkin  lain kali kita bisa sambung

Andi : Baiklah 

Irna geli membaca percakapan yang kaku dengan mantan suaminya. Sewaktu mereka masih halal, tentu bakalan  banyak rayuan maut dari Mas Andi yang akan memanjakan matanya. Mau gimana lagi? mau sedih, kecewa sudah tidak mungkin.

"Neng daripada main HP, layanin pelanggan lah "

Suara lelaki menyadarkan Irna yang tengah termenung. Sepasang bola mata hitam tampak lekat menatap janda tanpa anak itu. Irna tergagap, tangannya segera mengambil baju yang disorongkan. Tangannya mulai gemetar.

" Mmm yang ini satu juta duaratus limapuluh ribu Pak, sudah diskon sepuluh persen" sambil Irna sedikit ragu. 

Baju itu adalah baju lama yang sebentar lagi ditarik balik ke gudang karena tidak laku. Walaupun ia begitu membutuhkan penjualan, tapi ia kasihan terhadap pemuda itu bila harus membelli barang apkir.

"Pak, kebetulan ada model lain yang hampir sama, dengan harga yang lebih terjangkau dari pada barang ini, kualitasnya pun nggak kalah" 

  Irna mengambil baju merk lain dari sebuah gantungan baju.  

"Saya mau yang ini, dikira saya nggak mampu bayar?!" sahut pemuda itu emosi.

Irna kaget mendapati pelanggan tersebut begitu ketus. Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Kesal, benci jadi satu namun tak dapat ia melampiaskannya.

"Maaf pak akan saya siapkan, apa ada tambahan lainnya"

"Tidak perlu, saya hilang mood, baiknya ke tempat lain saja, tuh anjing herdermu sudah datang" senyumnya sinis.

Mbak Inggrid datang perlahan ke arah mereka dengan wajah tersenyum cuma agak tegang.

Irna menggigit bibirnya, biarlah toh ia akan angkat kaki dari butik, dia baru bisa jual 2 dari target sepuluh bulan ini. Ia siap bila harus angkat kaki saat itu juga.

"Haloo Irna, apa ada masalah dengan langganan kita Pak Rudy disini ?"

Mati aku, sudah tidak dapat pelanggan , malah mengusir langganan butik ini keluh Irna.  Kepalanya semakin pusing terasa dan matanya berkunang kunang, ia berusaha mencari cari pegangan, dapat namun ia keburu jatuh.

Saat irna sadar ia mendapati dirinya sudah dikamar Kosnya sendiri, namun yang membuatnya kaget adalah pemuda tadi ada berdiri dekat pintu.

"Kamu kok bisa ada disini..?"

"Tadi sama Inggrid, dia udah balik duluan, jangan salah paham ya! aku gak mau aku yang disalahkan, bikin anak orang jatuh pingsan" dengus pemuda itu sambil mengambil sesuatu dari sakunya dan menaruhnya dimeja.

"Ini kartu namaku, kalo kamu sakit kesini aja cari doktor Rudy, semua pengobatanmu akan digratiskan"

Irna menunduk dalam

"Terimakasih Rudy, saya tak bisa balas jasa kebaikanmu, saya cuma bisa mendoakan Tuhan segera membalasnya berlipat"

"Oke, nanti saja, anggap saja kau berutang budi kepadaku"

"Terserah, sekarang kuminta anda segera angkat kaki dari kamar saya"

"Lho kok?"

"Di toko butik tadi anda adalah raja, tapi di kamar ini saya tuan rumahnya" sahut Irna dengan lirih, namun ketegasan terpancar dari bola matanya.

Rudy terdiam tak mampu membalas, ia membalikkan badannya dengan kesal.

"Tunggu, itu karena saya..?"

Rudy menoleh mendapati lengan baju putihnya yang robek tertarik tangan Irna. Ia mengangguk.

Irna menghela nafas panjang, kesalahannya lumayan kali ini. Dengan lemas ia membuka lemari pakaiannya. ia keluarkan kemeja lengan panjang berwarna putih. Kemeja yang sempat ia bawa sebagai kenang kenangan, milik mas Andi.  Ia cium kemeja itu untuk terakhir kalinya tanpa sepengetahuan Rudy.

"Pakai ini, kamu nggak mungkin pulang dengan baju robek"

Bersambung

Wanita SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang