Bab 5

66 5 1
                                    

"Prakk!!"

Ponsel itu dilempar sekeras kerasnya ke dinding kantor, membuat goresan di walpaper dan serpihanya berserakan di lantai marmer yang putih. Rudy gemas saat WA nya diblokir Irna, sampai detik itu ia tidak pernah dipermalukan sedemikian rupa. Dengan segala kekayaan dan kekuasaan yang ia miliki mudah saja ia mendapatkan gadis manapun, tetapi Irna?

  Gadis lain banyak yang lebih berkelas dari Janda kampungan itu, tapi entah kenapa ia tak bisa berpaling ke yang lain, malah terobsesi untuk memiliki Irna. Tak tahan berdiam lebih lama, Ia mencari-cari sim card yang tercecer, ketemu,  ia sambar jaketnya dan membanting pintu kantor keras-keras.

"M-mau kemana pak?" sekretaris menegur.

"Ke Mamak kau!"

"M-mau ngelamar saya pak?, saya sudah tunangan.."

Rudy melotot sambil mendengus.

"Suruh CS bersihkan ruangan saya!"

"I-iya pak"

***

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, namun butik baru buka jam sepuluh. Semua baju sudah dirapikan tinggal menunggu waktu buka. Mbak Inggrid supervisor cantik sedang asik didepan monitor, sementara beberapa rekan pramuniaga sedang asyik bercengkrama.

'Masa lalu hanyalah kenangan, seperti bayangan yang tak kan mengganggu lagi

Masa depan hanyalah angan-angan, seperti mimpi yang indah, namun tak berisi

Masa  sekarang adalah anugerah, jangan sia siakan kebahagiaan yang setiap saat bisa kamu ciptakan'

Irna sedang membuat postingan beberapa kata kata yang ia dapat dari mantan suaminya di laman media sosial F. Saat ia dirudung kesedihan karena berselisih dengan ibu mertua, ataupun teringat akan rahimnya yang tak pernah isi maka mas Andi akan membenamkan kepala Irna dalam-dalam di dadanya yang bidang sambil membacakan sajak itu. Maka berkuranglah kesedihan yang ia rasakan, seperti saat ini.

"Mbak Tolong saya mau masuk!"

"Maaf Bapak masih tutup, sejam lagi baru buka"

"Saya mau ketemu seseorang, bukan belanja baju, apa perlu saya beli butik ini biar bisa saya majukan jam bukanya!?"

Mau tak mau  pramuniaga itu membukakan pintu butik. Mbak Inggrid datang tergopoh-gopoh, setelah bicara beberapa saat mereka berjalan ke arah Irna yang sedang menghela napas berat, karena belum jernih pikirannya akibat pusing semalam, kini sudah muncul bibit angin badai.

"Ayo ikut aku sekarang"

"Gak mau, aku kerja hari ini"

"Aku udah bilang Inggrid, kamu ijin hari ini!"

"Apa kamu bilang? kamu memangnya siapaku !?"

"Kita sudah sepakat kemarin, hari ini kamu periksa ke RS sama aku, trus ketemu sama mamahku dirumah!"

"Ke RS iya, tapi ke mamamu tidak!, aku sudah akan menikah seminggu lagi, tidak usah repot repot karena aku sudah ada yang miliki"

"Kapan?"

"20 Desember!, sekarang berhenti mengikutiku!"

"Aku baru berhenti kalau kamu sudah sah milik orang, selama janur kuning belum melengkung aku akan jadikan kamu milikku!" Rudy bersungguh sungguh.

"memangnya kamu cinta sama aku?"

"Cinta!"

"Alasan apa kamu cinta padaku, janda miskin, penyakitan dan mandul?"

"Aku nggak tahu tapi Cinta ya Cinta, tak butuh alasan, dan jangan sebut sebut penyakitan mandul lagi aku benci itu, semua ada obatnya, ayo ikut!"

"Udah cukup Rudy, baiknya kamu keluar saja, aku bisa periksa sendiri"

"Nggak, sebelum kamu ketemu sama mamahku aku nggak akan beranjak!"

"Kamu mau melamar apa merampok?!"

"Apa saja!, yang penting bisa miliki kamu!" 

 Sorot mata nan tajam menembus hati Irna, membuatnya terdiam tak mampu membalas.

Irna baru  sadar  belasan pasang mata semua menatap ke arah mereka, wajahnya langsung merah merona bak kepiting rebus. Tangan Rudy sigap mencengkram pergelangan tangan Irna yang tengah menunduk malu lalu membawanya pergi.

"Irna, hati hati di jalan ya" Mbak Inggrid menyarungkan jaket di pundak Irna.

***

 Setelah melewati serangkaian tes dan pengambilan sampel darah di rumah sakit, Irna diantar kembali ke dalam mobil oleh Rudy, menuju ke rumahnya di kawasan Elit Kota B. Mobil itu memasuki sebuah rumah tingkat dua yang mewah, dengan tiangnya sebesar pelukan orang dewasa, suasananya adem dan asri dengan pot tanaman hijau yang besar.

"Masuk, mamahku menunggu didalam"

Hati Irna berdebar kencang, ia belum pernah bertemu ibu Rudy, seperti apa orangnya? apakah kasar? pemarah seperti Rudy, atau sebaliknya?, ia berdoa banyak agar  tidak seperti Nyonya Marni mantan mertuanya dulu. Memasuki ruang keluarga yang luas, Irna berpikir keras dan memutuskan untuk berubah pikiran.

"Nggak jadi ah, aku pulang aja Rudy, aku nggak pantes disini" Irna berballik arah.

Namun tangan Rudy menangkap pergelangannya Irna sehingga dia tidak bisa kemana-mana.

"Siapa itu Rudy yang kamu ajak ?" Suara wanita berumur terdengar cukup lantang.

"Ini Mah kenalin Irna, yang mau aku kawinin sebelum 20 Desember"

Irna mendelik ke arah Rudy.

"Oh ini toh orangnya yang pernah kamu ceritain, kok mendadak Rud, emangnya sudah setuju?"

Sesosok wanita paruh baya duduk santai diatas sofa kulit, bajunya berkelas, dengan berbagai  perhiasan yang melingkari bagian tubuhnya, tangannya membuka lembaran majalah, sedangkan satunya memegang rokok yang sudah dihisap separuhnya. Dia asyik melihat lihat majalah itu seakan akan pernikahan anaknya cuma peristiwa biasa yang tak penting.

"Sudah dong mah dia langsung setuju!"

"Plakkk!" tangan Irna menampar pipi Rudy sehingga telapaknya membekas merah.

Rudy kagett alang-kepalang, seumur umur belum pernah ada orang yang menampar pipinya kecuali almarhum papanya. Irna mulai marah-marah tidak jelas.

"Jangan seenaknya!. Aku bukan barangmu, dan aku belum pernah kasih persetujuan terhadapmu!, satu lagi aku paling benci Pria pembohong!"

"Te-tenang dulu Irna, jangan pergi dulu!, kamu kok nggak biasanya gini?" Rudy berusaha menenangkan Irna.

"Diam kamu Rud!"

Sebenarnya Irna sudah hampir putus asa  bagaimana menggagalkan niat Rudy menikahinya, dia memutuskan untuk bertindak super kasar didepan calon mertua, agar restu itu tidak turun. Ia menatap Nyonya Anggraini, Mama si Rudy yang tengah melongo ke arahnya, rokoknya jatuh dari tangannya tanpa ia sadari. Fokusnya bukan ke majalah lagi, melainkan ke calon mantunya. Irna tersenyum penuh kemenangan ke arah Rudy yang berkali kali menggaruk rambutnya kebingungan, Sembilan puluh sembilan persen kendali ada ditangan Irna yang  sudah memastikan ia ditolak jadi mantu keluarga Rudy. Karena  belum apa apa sudah berani-beraninya menampar wajah sang pangeran.

"Plok plok Plok" suara tepuk tangan Nyonya Anggraini berkumandang.

"Magnifico, superb, kamu bener-bener pinter cari bini Rud!!, wanita lain gak ada yang bisa kendaliin kebengalan kamu, tapi Nak Irna ini Luarr biasaa..Mama merestuimu saat ini juga Nak!" senyumnya gembira.

Irna terduduk lemas hampir pingsan.

(Bersambung)

Wanita SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang