Selepas tengah hari, mobil itu meluncur meninggalkan Rumah Sakit. Berdua saja nampak Rudy tengah asyik memainkan setir, sementara Irna memandang lepas ke arah jendela luar. Air mata bening nampak bersembunyi disudut sudut mata, membuat Irna harus sesekali menyeka dengan kertas tisu. Masih segar dibenaknya, begitu menusuk ucapan-ucapan mantan mertuanya, wanita yang penyakitan, wanita yang menduakan suaminya. Duh!
"Tadi siapa Irna?"
"Mantan mertuaku Rudy"
"Semenit dengannya kamu seperti babak belur dihajar banyak orang"
Janda itu cuma tersenyum pahit, mengasihani diri sendiri memang mudah pikirnya.
"Kepedihan memang begitu rasanya Rudy, betapapun kamu berusaha, namun tak ada yang menghargai usahamu, malah semakin ... " Lidah Irna kelu tak mampu melanjutkan.
"Katakan saja yang kau perlukan Irna, aku bantu sebisaku" hibur Rudy.
" Mmm.. biaya pengobatan Nyonya Marni... Biar aku yang tanggung semua, jangan biarkan dia bayar"
"Masalah itu serahkan padaku Irna"
Rudy kemudian mengetik beberapa kata ke seseorang dikontaknya, bukan lain tenaga administrasi bawahannya.
"Oke Beres"
Irna melirik tuan penolongnya.
"Kamu baik sekali Rudy, hutangku padamu semakin bertambah..., entah harus pakai cara apa membalasnya.."
"Dengan cara menikahiku mungkin?" Rudy tertawa kecil, memperlihatkan susunan gigi yang terpasang sempurna.
"Kamu tahu itu tak mungkin Rudy, tiga hari lagi aku akan menikah.. dengan orang lain"
Mata Irna menyorot Rudy sambil menggambarkan semua kepedihan telah ia lalui, memohon agar jangan ditambah lagi dengan permintaan lelaki disebelahnya. Rudy membuang muka mencoba mengaburkan perasaanya saat itu, namun perlahan hatinya belajar merasa pedih dihantam sesuatu.
"Tuut tuut" Ponsel Irna bergetar, tertulis nomor yang tak asing baginya, Mas Andi. Hatinya terkejut, bagaimana bisa ia mendapat nomor teleponnya yang baru, kebetulan?
"Ya, halo Intan disini.." Irna sedikit berbisik tak mau ucapannya didengar Rudy.
"Tidak usah bohong, Irna, aku tahu ini kamu...jujur saja" sahut suara diseberang sana sedingin es.
"M-mas Andi tahu semuanya?"
"Ya.. semenjak kamu posting ucapan itu dimedia sosial F, ucapan yang hanya kita yang tahu.. aku tahu itu kamu"
Kebodohan telah memakan korban, pertama Irna telah posting kata kata yang mereka berdua tahu, yang kedua ia telah berterus terang kepada mantan mertuanya, dan ketiga yang paling fatal ia tinggalkan alamat dan nomor telepon asli di akun palsunya. Irna cuma bisa merutuk, penyesalan selalu datang terlambat. Kini ia harus menghadapi orang yang dikasihinya dengan wajah aslinya.
"Mas mau apa.."
"Aku ingin ketemu.. , banyak yang harus kita bicarakan.."
"Aku nggak bisa Mas tiga hari lagi aku akan menikah.."
"Masihkah.. aku bisa mempercayaimu..?"
Degg, kata itu lebih menyakitkan daripada ucapan Nyonya Marni, karena diucapkan oleh lelaki yang sebelumnya tak pernah meragukan kesetiaan dan ketulusan Irna dalam berumah tangga. lelaki yang selalu menyanjungnya dan menjadikan Irna permata dalam hidup Andi.
Irna terisak, tak tahu harus menjawab apa, akhirnya dia ambil tarikan napas panjang mencoba mengumpulkan segenap kekuatannya.
"Datanglah..ketempatku, pada akadku...tiga hari lagi mas..." Irna cepat-cepat mengakhiri sambungan itu. Tak mampu lagi ia berbohong lagi kepada Andi, kebohongan satu akan selalu diikuti kebohongan yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Sempurna
RomanceIrna tak pernah bisa melupakan bayangan mantan suaminya yang sangat ia cintai. Sayang takdir harus berkata lain, mampukah ia melupakan dan menemukan kembali cinta? Sudah pernah diterbitkan di Komunitas Bisa Menulis di Facebook