Bab 8

68 4 2
                                    

Wanita Sempurna part 8

       Kaki jenjang nampak mondar-mandir di pelataran rumah, dua langkah maju dengan ragu, namun selangkah kemudian surut dan  berbalik arah menuju pintu mobil berplat B. Arloji yang melingkari pergelangan tangannya menunjukkan pukul sepuluh pagi lewat lima belas menit. Langkah kaki pria itu terhenti, tatkala mendongak ke lantai dua rumah kos itu.

      Firasat Pria itu berkata buruk,  dia hanya akan menjumpai kepedihan apabila tetap kesana, segeralah berbalik arah dan melupakan apa yang terjadi hari ini, bujuk rayu pikiran dikepala. Sayang, hati kecil malah menjerit, menolak mentah-mentah apa yang diperintah otak. Rasa itu begitu menggebu,  ingin melihat seperti apa mantan istri yang diceraikannya setahun lalu, apakah berubah? masihkah ayu seperti dahulu? Yang terpenting adakah kesempatan untuk bersatu kembali? Kemungkinan itu ada..pasti ada.., Hati kecilnya selalu membisikkan keyakinan, jangan patah arang, setidaknya pastikan dia belum ada yang memiliki,  sekarang atau tidak sama sekali.

     Dan pria malang itu bernama Andi. Akhir bulan ini ia harus meminang gadis yang ia lamar atau ibunya lamar tepatnya, karena gadis itu bukan pilihan hati, melainkan pilihan ibunya. Kalau boleh meminta, ia ingin kembali ke pelukan wanita yang sudah diketuk palu sidang cerai itu, biarlah  masa lalu yang kelam berlalu, karena jauh-jauh hari ia sudah memaafkan kecurangan mantan Istrinya, yang penting ia bisa bersatu kembali dengan pujaan hati. Sayangnya perempuan itu menghilang, dan kini baru ia temukan jejaknya. Andi menghela nafas panjang, walau dilingkupi rasa was-was, Ia mantapkan  menapak anak tangga yang sempit.

   Beberapa pasang mata menyelidik dirinya saat ia tiba ditingkat dua rumah itu, namun Andi tak peduli, matanya terfokus pada kamar kos milik Irna yang penuh sesak orang. Tiba tiba bulu kuduknya meremang mendengar samar-samar janji suci dilafalkan.

"Qobiltu nikaahahaa wa tazwiijahaa bil mahril madz-kuur haalan  "

Terbata bata suara lelaki itu, namun tiap katanya seperti godam yang menghancurkan hati Andi berkeping keping. Firasatnya benar, secepat kilat otak di kepala memerintahkan Andi agar segera menyingkir dari tempat itu, namun kaki itu seperti tak mau menurut, terus saja menyeret langkahnya menuju pintu. Rasa penasaran mengalahkan nalar, dan tepat dibalik pintu itu sepasang bola mata menyaksikan dua insan telah terikat janji setia nan suci. Irna nampak cantik dibalut kebaya putih yang ia pakai dulu sewaktu mengikat janji dengan Andi, disebelahnya pemuda gagah nan rupawan berbalut jas hitam dan dasi merah dengan senyum yang tak bisa lepas, kegugupan nampak dimatanya. Selembar kain kerudung tipis menerawang berwarna putih menaungi mereka. Lengkaplah sudah, Andi menggigil, jemarinya meremas kencang ujung lengan baju yang terlipat. Ia seperti tenggelam namun tak basah, karena air hanya terkumpul di pelupuk matanya.

***

"Kamu gila Irna!" Rudy menjerit seperti binatang terluka.

"Sssshh pelankan suaramu Rud, mereka nanti mendengar" 

Tangan kekar itu terangkat mengusap mulutnya. Separuh tak percaya, separuh menuruti permintaan perempuan dihadapannya. Ia memang menyangkal pernikahan Irna, menganggapnya sebagai kebohongan belaka, tapi tak benar benar percaya kalau memang itu yang sedang terjadi. Irna melihat sang waktu sudah menunjuk pukul sepuluh kurang lima belas menit. Tidak ada  lagi  menit yang tersisa.

"Ayolah Rud, bantu aku..!" dari balik tembok kamar sebelah, mata Irna mengawasi lekat lekat para tamu yang sudah mulai berisik, Nyonya Anggraini mengipas-ngipas semakin kencang tak peduli rambut kondenya yang mulai kusut, sementara pak penghulu dan saksi mulai sering melempar pandangan ke jam dinding di kamar. Tampak jengah duduk berlama-lama.

"Kamu nekat Irna, benar benar nekat, membohongi keluargamu, kerabatmu dan kini kau paksa aku membohongi mama?" Rudy berbisik kencang.

"Aku terpaksa Rudy!, terpaksa!, kalian..kamu.. mas Andi menekanku sehingga terpaksa  berbuat seperti ini.." Irna membalas nyalang tatapan Andi untuk melampiaskan kekesalan terpendam.

Wanita SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang