Bab 11

108 7 3
                                    

"INAAAA!!"

Seandainya  wanita bermata bening itu bisa menyusut sekecil kurcaci tentu akan segera ia lakukan. Jalan terbaik adalah sembunyi di balik rerumputan dan menghilang dari pandangan Andi. Tapi ia tidak bisa, apalagi saat mendengar nama panggilan itu. Seakan menghidupkan kembali memori yang sudah padam.

Irna perlahan membalikkan badan, mencoba berkompromi dengan rasa takut dan khawatir. Wajahnya semakin pucat saat pria berbaju putih itu semakin mendekat.

"Ina... kamu datang untukku?"

"Mas bajumu basah..."

Ia mengalihkan pembicaraaan, tak berani Irna menatap wajah mantan suaminya itu. Wajah yang selalu hadir selama enam tahun bernafas di bawah atap yang sama. 

Andi menggeleng tak peduli, "Yang penting kamu sudah disini, pastinya ada yang mau kamu bicarakan"

Irna menggigit bibirnya, tak tahu harus memulai darimana. Matanya mencari-cari sosok Rudy, ketemu, rupanya dia sudah kembali ke mobil Mercynya. Tidak masuk, melainkan bersandar di pintu seakan menunggu sesuatu. Aduh harus bagaimana?

"Ina" Tangan Andi merengkuh pundak bekas istrinya.

Irna merasa risih, apalagi banyak mata memandang. Walaupun tidak dari dekat, namun terasa  kerabat dan sanak keluarga mempelai ikut memperhatikan dari dalam rumah. 

"Mas... sebaiknya mas kembali, tidak enak sama omongan orang" Dengan keberanian tersisa, Irna memandang wajah tegar itu. Mata mereka bertemu dalam satu titik.

"Mas tidak akan kembali sebelum kamu jujur"

Irna membeku, mencoba bertahan tidak bersuara.

"Baiklah karena kamu diam, biar Mas yang bilang dulu" Dengan menarik napas dalam Andi memulai betapa ia menyesal menjatuhkan talak pada istrinya itu. Harusnya ia berpikir panjang dan tidak mengedepankan emosi. Ia ingin semua diputar kembali dan mereka kembali memulai dari awal.

"Mau ya? balik lagi sama Mas. Mas akan berusaha jadi suami yang lebih baik lagi..."

Pertahanan Irna jebol. Air bening mulai mengalir dipipinya, tersamarkan oleh derasnya air hujan. 

Ia merasa sangat berdosa kepada mantan suaminya itu. Irna telah mempermainkan ikatan suci yang telah dibangun, hanya karena tak cocok dengan ibu mertua. Betapa dangkalnya! Seharusnya ia juga berpikir ulang karena penyesalan selalu terakhir mengetuk pintu.

Irna menurunkan tangan yang terpasang dipundak, "Maafkan aku Mas, yang salah Ina, sudah buat semua hancur berantakan, namun waktu nggak bisa diputar ulang Mas" Sampai disini lidahnya tercekat, namun dipaksakan juga untuk bersuara. "Ina harap Mas mengerti kalau kita sudah tidak sama lagi seperti dahulu, ada tanggung jawab dan konsekuensi yang harus kita terima sebagai orang dewasa"

Andi terdiam mendengar jawaban Irna. Hanya matanya yang berusaha berbicara betapa kecewa ditolak untuk yang kedua kalinya. Penolakan kali ini terasa jauh mengiris sembilu. Karena diucapkan dengan pikiran jernih tanpa melibatkan rasa egois atau takut akan kehilangan.

"Sekali lagi, Ina minta maaf, Ina percaya masing-masing dari kita akan menemukan pasangan terbaik. Sudah ada lelaki yang menunggu Ina saat ini, dan disana juga ada wanita yang menunggu Mas Andi. Tuhan telah berbaik hati memberikan pasangan disaat yang sama" lirih bibir merah muda itu menjelaskan.

Hati Irna berdebar menunggu jawaban selanjutnya dari Andi, semoga ia tak meleset.

Andi kembali menghela nafas panjang, "Kamu sudah semakin dewasa Ina, tadinya aku berharap ini bukan perpisahan dan kita bisa bersatu kembali. Tapi kamu benar, keadaan sudah tidak sama lagi. Jika kita memaksakan, hanya akan menambah masalah dan penderitaan orang-orang yang kita sayangi. Mas kini percaya jalan terbaik adalah berpisah." 

Wanita SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang