'Mbak temen temenku gak mau jadi penghulu sama saksi'
'Cari terus! Sampe dapet Edwin, pokoknya 20 Des akadnya harus jadi!, atau kamu gak aku rekomendasiin lagi!' Ancam Irna kesal.
'Iya Mbak, selow aku cari lagi, byee'
Irna menutup WA dengan sedikit cemas, bagaimana pun juga ia masih tidak mau kalau harus menikah dengan Rudy, Edwin harus berhasil buat akad bohongan. Bukannya apa, pertama ia masih cinta dengan Mas Andi, kedua sikap Rudy yang kasar dan semaunya sendiri membuatnya sakit hati, meski dia anak orang kaya sekalipun, Irna sama sekali tidak tertarik, yang terakhir ia masih trauma untuk membuka gerbang pernikahan lagi.
"Kok diem?, chat sama siapa?"
Rudy bertanya dibalik setir, mereka baru saja pulang dari rumah Rudy.
"Bukan urusanmu"
"Ayolah, dari calon suamimu kan?!"
"Kalau iya mau apa?!"
Rudy bersungut kesal. Kini ia menyadari satu hal, ia telah betul - betul jatuh cinta terhadap Irna. Beda dengan gadis lain, Irna memiliki keteguhan dan prinsip dalam hidupnya, ia tidak mudah disetir orang, ia tak silau oleh harta maupun ketampanan Rudy sama sekali. Keterbukaan Irna sedikit banyak telah mempesonanya.
"A-aku cuma mau tanya, apakah kamu mau menikahiku..?"
"Hmmh bukannya kamu bilang mau kawini aku paksa gimanapun caranya? Kenapa sekarang pakai remeh temeh nanya segala?"
"Kok sinis sih.. Aku kan cuma memastikan.., apakah kamu masih memilih dia atau berpindah ke aku"
"Tentu saja dia!", namun bukan bayangan wajah Edwin dibenak Irna, melainkan Andi.
"Dia lebih baik dari aku ya?" ada sedikit rasa cemburu dalam nada suara Rudy, dia benar-benar penasaran dengan sosok pria yang mampu menaklukkan hati Irna.
Tapi Irna hanya diam membisu sampai mereka tiba di kosan."Aku balik dulu, nanti kalau hasil medcheckmu sudah ada aku kabari"
"Makasih Rudy" balas Irna sedikit melunak. Ia mengawasi mobil mercy itu menjauh dengan perasaan campur aduk, senang, kecewa, benci, pasrah semua jadi satu.***
Irna kembali mengunjungi Rumah Sakit milik Rudy, RS Mulia orang menyebutnya RS Swasta yang terbesar di kota B. Ia sudah izin Mbak Inggrid, di lobi ia sudah bertemu Rudy.
"Ngapain Rud, kok disini"
"Cuma mau mastiin kamu gak bayar lagi" Rudy tersenyum.
Irna menundukkan kepalanya, ia berusaha menghindari lengkungan bibir Rudy yang terlihat menawan.
"Ayo kita ke dokter spesialis penyakit dalam, hasil pemeriksaanmu sudah selesai"
Irna mengangguk.
Mereka memasuki lorong ruangan prakter dokter, para suster dan dokter mengangguk hormat kepada Rudy setiap kali berpapasan.
"Kamu seperti raja disini"
"Jelas, mereka kugaji besar, kupenuhi segala keinginan mereka, berobat pun kugratiskan, tentu mereka harus taat peraturan yang kubuat, ini rumah sakit besar Irna, banyak orang luar kota yang berobat kesini, bahkan dari kota J" Rudy menjelaskan panjang lebar.
Akhirnya mereka sudah sampai di ruangan praktek yang dimaksud Rudy dan bertemu dokter spesialis."Hasil checkup saudari sudah keluar, sebenarnya tidak ada penyakit kronis pada tubuh anda" sahut dokter Firman menjelaskan.
"Benarkah dokter?, itu juga sudah pernah dikatakan sewaktu saya periksa ke dokter di kota J dulu, tapi saya tetap saja sakit-sakitan"
"Itu karena hormonmu tidak seimbang, dengan terapi hormon yang teratur, insya Allah penyakitmu bisa diatasi, termasuk kesulitan memperoleh keturunan"
"Benarkah dokter? Alhamdulillah!" perasaan bahagia membuncah dalam dada Irna, harapan menjadi wanita yang sempurna mulai muncul kembali layaknya tunas tanaman di musim kemarau yang tumbuh setelah tersiram hujan lebat. Tak terasa bulir bulir air mata kebahagiaan merembes di pipi, tak sengaja ia remas tangan Rudy yang ada disampingnya.
Rudy salah tingkah, ada perasaan hangat dan damai yang belum pernah ia rasakan saat Irna menatapnya dengan rasa penuh terima kasih.
Setelah mengucap terimakasih Irna pamit dari muka dokter Firman.Masih ditemani oleh Rudy, langkah kaki Irna terasa ringan sewaktu menyusuri lorong Rumah Sakit.
Namun langkah itu terhenti, Ia melihat seseorang dari masa lalu yang membuat ingatannya berputar ke beberapa waktu silam."Bu, ini soto ayam dari rumah, saya siapkan mangkuk ya" sahut Irna membujuk makan mertuanya Nyonya Marni saat terbaring sakit.
"Nggak usah! Saya tidak suka soto!" tangannya melempar rantangan yang ditaruh dinakas, isinya berhamburan mengotori lantai kamar tidur.
"Maaf bu, Irna nggak tahu, Mas Andi yang buat"
Nyonya Marni merasa sedikit menyesal mendengar anak sendiri yang membuat makanan itu, namun emosinya kembali berkobar mengalahkan nalar.
"Terus kerjamu apa?!, ngasuh anak enggak, masak nggak, dasar nggak berguna, pergi saja dari hidup Andi!"
Bukan main perih sakit hati Irna, bukannya tiada guna, keadaan yang memaksanya tisak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri. Ia hanya bisa meremas dadanya sambil sesenggukan menangis.
"Irna, kok bengong, kamu lihat apa?"
"Ada seseorang dari masa lalu yang harus aku temui"
Irna bergegas menyusul perawat yang membawa Nyonya Marni ke ruangan tunggu operasi."Assalamualaikum ibu, sakit apa bu?" Irna berusaha ramah, walaupun perasaannya tengah campur aduk.
Nyonya Marni terkejut melihat siapa yang menyapanya.
"K-kamu Irna, kamu disini?"
"Ya bu saya kerja dikota ini sekarang, kok sendirian, M-mas Andi mana?"
"Dia sedang diruang administrasi, Irna mm.. sebaiknya kamu segera angkat kaki dari kamar ini, jangan sampai bertemu Andi lagi, ia sudah akan tunangan akhir bulan ini" Ketus Nyonya Marni membuang muka.
Serr kata itu seperti sembilu menghujam hati Irna, ternyata ibu mertuanya masih belum mau melupakan masa lalunya. Sambil menggigit bibir ia kokohkan kembali perasaanya agar ia bisa pamit, ia tak mau berlama-lama disitu karena hanya akan menambah perih hatinya.
"Baik bu, saya doakan semoga lekas sembuh, dan Mas Andi juga menemukan kebahagiaan dengan istri barunya"
"Pasti itu, calon mantuku ini pilihanku, dia sehat bisa beranak, berbakti dan pastinya tak bakal mengkhianati suami dengan main serong" Nyonya Marni membalas dengan nada mengejek.
Tak tahan dipermalukan lagi, Irna merasa harus membenarkan prasangka bekas mertuanya terhadapnya, sambil menahan emosi ia berbalik dan membalas perkataan wanita berusia setengah abad itu.
"Maaf ibu, Alhamdulillah saya sudah menemukan pengobatan yang cocok untuk penyakit saya termasuk masalah keturunan, puji syukur saya panjatkan, dan saya tidak bermaksud untuk selingkuh sama sekali, itu hanya akal-akalan saya saja supaya saya pisah dengan anak ibu!, yang selalu merengek rengek untuk tidak bercerai!, semua ini saya lakukan agar anda bisa tersenyum kembali melihat ada yang ngurus anak anda tercinta secara baik dan sempurna sesuai harapan Anda. Tidak seperti saya yang lemah!. Tapi tentu anda tak kan mau memberitahukan masalah ini kepasa mas Andi karena bisa jadi dia kembali lagi ke pangkuan saya. Jangan khawatir saya pandai menyimpan rahasia. Akhir kata ijinkan saya memberi bakti terakhir dengan membayar semua biaya pengobatan, ibu tak perlu repot lagi, saya permisi dulu, A-assalamualaikum.. "
Irna berlalu tanpa menoleh lagi, matanya sudah mulai turun hujan yang tak bisa ia cegah, Irna berharap bisa amnesia saat itu juga, dan melupakan dosa-dosa dan perlakuan menyedihkan mertuanya di masa lalu.
(bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Sempurna
RomanceIrna tak pernah bisa melupakan bayangan mantan suaminya yang sangat ia cintai. Sayang takdir harus berkata lain, mampukah ia melupakan dan menemukan kembali cinta? Sudah pernah diterbitkan di Komunitas Bisa Menulis di Facebook