Irna mengira perlakuan kasarnya terhadap Rudy mampu menjauhkan pria itu dari hidupnya, tapi dia salah, baru saja ia merapikan baju di rak ia melihat sosok Rudy membuka pintu butik tersebut lantas berbicara dengan supervisornya Mbak Inggrid.
"Irna..!" belum sempat Irna sembunyi dia sudah dipanggil.
'Mati aku' Irna mengeluh dalam hati.
"Tolong layani lagi ya Pak Rudy, kemarin dia sudah borong 10 baju lho" Mbak Inggrid tersenyum dan berlalu secepat angin.
"Mau apa kesini?"
"Ini bukan kosanmu, disini aku Raja, panggil yang sopan!"
Irna seperti mau membenamkan kepalanya ke dalam tanah, mendengar kata katanya sendiri dibalikkan kepadanya.
"Ya Bapak yang terhormat, ada yang bisa saya bantu?" Irna tersenyum diatas rasa getirnya, skill di teater mampu membuat dia melakukan itu. Rudy melirik senyum manis dipaksakan itu.
"Saya mau cari kemeja, badan saya gatal semua pakai baju bekas" lalu dia melemparkan paper bag berisi kemeja putih Mas Andi, mantan suami Irna.
Irna menyambut tas itu dalam dekapan tangannya, matanya menatap Rudy penuh kemarahan, tapi ia seperti tenggelam karena tanpa terasa mata itu sudah penuh air mata.
"Memang benar itu baju bekas suami saya.."
"Jadi kamu janda?" senyum Rudy dengan sinis dan pandangan merendahkan.
"Benar Bapak yang terhormat, saya cuma wanita yang ditinggal suaminya alias janda, penyakitan dan mandul, sudah puaskah bapak?"
Rudy terhenyak, dia tak menyangka mendapat jawaban jujur Irna.
"Mungkin Anda belum puas, karena anda tidak tahu bagaimana menghargai wanita. Saya yakin anda belum pernah membeli sesuatupun di butik ini untuk Ibu anda"
Rudy tak mampu berkata kata, urat kehijauan menyembul di kulit pipinya yang putih, lantas ia mengumpat kesal dan keluar dengan membanting pintu butik, saat itu tak ada pelanggan lain.
"Mbak Inggrid maaf Pak Rudynya belum sempat beli apa apa"
"Lho ngomong apa kamu, nih .." Mbak Inggrid menunjukkan layar ponselnya sambil senyum.
'Inggrid bungkuskan gaun all size paling bagus, bungkus terus alamatkan ke mamah langsung potong rekeningku saja, jangan sampe pelayan sok tahumu lihat, thanks'
Irna melongo
***
"Irna bisa ke depan sebentar, dicari sama pelanggan spesial" Mbak inggrid melongok dari balik pintu gudang.
"Mbak, memangnya ada yang spesial buat saya? disini ada 10 pramuniaga mbak, kenapa harus saya?" Irna masih asyik merapikan stok baju. Dia sudah menebak siapa.
"Irna tiap kamu yang menerima pasti dia beli baju, lagipula memang yang dicari kamu"
Irna menghela napas, dia nggak tahu lagi apa mau si Rudy.
"Bapak yang terhormat, ada yang bisa saya bantu?"
"Dua hari kemarin kamu gak ada, sakit lagi?"
Irna heran menatap Rudy, atasan dia bukan, pemilik butik juga bukan.
"Apa urusannya Bapak tanya seperti itu?"
"Tempo hari kan sudah saya bilang berobat ke saya, gratis!, tapi kenapa tidak dilakukan? pantang saya menjilat ludah sendiri!"
"Sudah pak, Senin kemarin cuman gak ada tuh doktor Rudy, salah rumah sakit kali ya?" Irna sedikit mengejek untuk menumpas kesombongan pemuda itu.
"Nggak mungkin, sudah tanya Resepsionis?"
"Sudah Bapak, tidak ada yang namanya doktor Rudy"
Bukan main muka pemuda itu sudah seperti kepiting rebus. Ia menelpon dengan suara lantang terpaksa Inggrid mengajak ke ruang VIP agar tak mengganggu pembeli lain.
"...pokoknya awas kalau dalam 30 menit tidak ada disini!" Rudy menutup ponselnya dengan marah.
Inggrid dan Irna merasa deg degan saat tiga gadis resepsionis memasuki ruangan. Muka mereka was was, tidak tahu apa yang akan terjadi. Sikap mereka seperti narapidana menunggu eksekusi.
"Kalian bertiga yang jaga hari Senin?"
"i-iya Pak" sahut mereka kompak.
"Kalian tahu yang namanya doktor Rudy?"
Kedua gadis itu mengangguk, sedangkan gadis sebelah kanan wajahnya memutih seperti tak dialiri darah. Dan Irna ingat dia yang melayaninya waktu itu.
"Kamu kenal wanita yang menanyakan doktor Rudy Senin lalu?" sambiil tangan Rudy menunjuk ke arahku.
"Mana mungkin pak, kan pasien banyak tak mungkin ingat satu satu" Irna mencoba menyelamatkan.
"Siapa yang suruh kamu bicara?"
Irna segera menyesali keputusannya.
"Mm setahu saya tidak ada dokter dengan nama Rudy yang bertugas pak?" Gadis itu mencoba bertahan, keringatnya berjatuhan disela jilbabnya padahakl ruangan itu sudah dilengkapi AC yang mengeluarkan hawa dingin.
"Kamu tahu bedanya dokter sama doktor?!" pemuda itu semakin emosi.
Gadis itu menggeleng.
"Maaf pak saya baru tiga bulan diangkat pegawai"
"Bagus sekarang kamu dipecat! segera kemasi barangmu dan ambil pesangon di HRD"
Gadis itu jatuh lemas namun masih sadar, Mbak Inggrid segera mengambil kursi. Irna mengambil gelas minum.
"Kamu apa-apan Rudy?" jerit Irna
"Diam saya gak ajak bicara kamu!, kalian tahu siapa saya?" Rudy menoleh ke arah gadis lain seperti harimau lapar.
"Doktor Rudy Prasetya Chandra... Dirut sekaligus pemilik rumah sakit.." sahut gadis yang lain dengan tergetar.
"Bagus kalian juga saya pecat, karena tidak kasih tahu pegawai baru informasi penting, silahkan angkat kaki juga"
"Rudy sudah cukup kamu kelewatan!" Irna sudah tidak menganggap Rudy sebagai pelanggan lagi, ia tidak mau karena dia ada orang yang nasibnya harus dipecat.
"Ini kewenanganku, nggak usah ikut campur!" endus Rudy dingin.
"Memangnya kamu mau nunjukkan apa!? kalo kamu punya kuasa gitu?, nggak, kamu cuma pengecut yang cuma berani sama wanita lemah!" Irna berapi-api.
***
Di kamar kosan, Irna memijit dahinya yang berdenyut kencang seperti kena godam. Semua karena kejadian tadi siang. Untung dengan pembelaanya ketiga gadis itu tidak jadi dipecat melainkan dikenai mutasi. Ia telah sepakat dengan Rudy akan periksa sekali lagi ke rumah sakit beberapa hari lagi.
Ping
Ping
Nama si Brengsek muncul di layar ponselnya. Kepala Irna makin pening.
'Aku mau kekosanmu'
'Kamu sempoyongan tadi'
'Gak usah sok perhatian' Irna membalas.
'Kenapa?'
'Seminggu lagi aku mau nikah, jangan usik hidupku, ada calon suamiku nanti'
Irna asal saja mengetik, kepalanya terlalu pusing diajak berpikir.
'Bohong! aku akan datang dimanapun kau menikah!'
'Datang saja ke kosanku, akadnya disini!'
Irna geregetan, langsung keluar dari WA nya. Lantas ia mencari seseorang di kontaknya. Juniornya sewaktu di seni Teater.
"Halo Edwin?"
"Iya mbak?, jangan minta yang aneh aneh" Erwin merasakan nada tidak enak dari Irna,
"Kamu nikah sama aku, cari temenmu yang bisa jadi penghulu sama saksi!"
"Mbak Gilaaa!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Sempurna
RomanceIrna tak pernah bisa melupakan bayangan mantan suaminya yang sangat ia cintai. Sayang takdir harus berkata lain, mampukah ia melupakan dan menemukan kembali cinta? Sudah pernah diterbitkan di Komunitas Bisa Menulis di Facebook