Ruangan berukuran 4 kali 6 meter itu berubah seperti tempat penjagalan bagi Irna, majelis Hakim sidang talak tak ubahnya seperti penjagal yang siap menghapus kenangan indahnya bersama Mas Andi.
Irna berusaha menghapus air mata yang terus meleleh tak mau berhenti.
Apakah ia sudah berbuat kesalahan besar dalam hidupnya?, melepas kepergian imam yang telah memberinya kebahagiaan dunia dan akhirat. Akankah ada sesosok sesempurna Mas Andi yang mau hadir dalam hidupnya? Dengan kondisinya sekarang Irna tak berani berharap. Sementara yang paling ia takutkan bila ia tak bisa jatuh cinta lagi kepada pria selain Mas Andi.
"Ina, aku mau bicara sebentar, empat mata"
Suara halus itu, suara yang selalu dihembuskan ditelinganya sebelum tidur, suara yang menghiburnya dikala sakit. Betapa Irna kehilangan itu beberapa minggu ini. Matanya kembali berkaca kaca.
Ia mengikuti sosok tegap berkemeja putih itu dari belakang. Kemeja yang selalu ia bantu kenakan sebelum berangkat kerja. Memori itu terulang ulang dikepalanya."Mas emosi waktu itu, mas salah, harusnya memberimu kesempatan kedua" sahut Andi terbata bata dibelakang ruang sidang.
Irna berusaha menguatkan hatinya untuk memandang bekas suaminya itu. Wajahnya yang putih bersih tanpa dosa, wajah itu kelihatan masih sangat mencintainya.
"Mas sudahlah, yang sudah berlalu tak bisa diulang lagi, aku yang salah"
Irna terisak."Bilang sama mas kamu gak cinta sama orang itu"
Irna tak bergeming, hatinya sakit dan perih.
"Bilang kamu masih sayang sama Mas Ina, Mas mohon" Andi mendekatkan mukanya ke bekas istrinya itu sambil memelas.
Irna menundukkan dalam dalam kepalanya, tangannya mengepal erat didepan dada, ada sesuatu menggumpal di tenggorokannya, lidahnya kelu tak mampu berbicara.
"Bicaralah kepada Mas.. Ina, untuk terakhir kalinya" tangannya seperti berusaha hendak mendekap Irna.'Aku masih Mas, selalu, selamanya, Mas akan selalu ada dihatiku' jerit Irna dalam hati sambil mundur.
"Nak, namamu sudah dipanggil, ayo masuk ruangan, tak pantas berduaan dengan yang bukan mahram." Suara Nyonya Marni memutus oercakapan mereka. Kalimat bukan mahram itu sengaja dikeraskan Nyonya Marni, mengiris hati Irna.
Andi pun berlalu dari hadapan Irna, ia terakhir kalinya menoleh ke belakang, diperhatikannya baik baik raut muka itu, setiap inci lekuk wajahnya, mungkin untuk kenangan terakhir yang disimpan apabila takdir Allah tak mempertemukannya lagi. Andi lantas membuang mukanya dengan perasaan penuh kecewa.
Pengadilan berjalan lancar, tak ada harta gono gini karena kesalahan ada di pihak Irna, namun Andi bersikeras memberikan beberapa juta pada Irna sebagai bekal. Selain itu tak sekalipun Andi berbicara maupun menoleh kembali kepada bekas istrinya itu.
***
Senja menggelayut di kota B, tempat Irna hijrah dari kota J, kota yang menyimpan kenangan pahit manisnya dengan Mas Andi. Ia tak mau tinggal dengan kedua orangtuanya dan menjadi beban selain ketiga adiknya yang masih usia sekolah. Mas Andi sudah cukup membantu usaha kedua orang tuanya, sekarang ia cukup berusaha berdiri diatas kaki sendiri. Disebuah toko baju tampak Irna tengah duduk bersama staf lain.
"Maaf teh Irna, bos nggak bisa mempekerjakan teteh lagi, selain pengunjung sepi, teh Irna sering ijin sakit" sahut Maya dengan raut sedih sambil menyorongkan pesangon beberapa ratus ribu.
"Nggak papa Maya, makasih udah bantu aku selama ini"
Irna berlalu dengan langkah gontai karena ini untuk ketiga kalinya ia dipecat akibat sering sakit.Ia berjalan masuk kedalam sebuah warung nasi, perutnya sudah keroncongan. Setelah membayar nasi untuk dibungkus ia menoleh sedih, didompet uang bekalnya sudah habis, sebagian besar uang dari Mas Andi sudah ia berikan kepada orang tuanya, tinggal pesangon tadi yang tersisa.
Setelah makan dan membersihkan dirinya di kamar kosnya yang sempit ia buka kembali sosial media F diponsel miliknya.
Sebelumnya ia telah diblokir oleh mantan suaminya. Namun ia berusaha membuat akun lain dengan nama dan foto samaran, ia masukkan beberapa temannya yang juga teman Mas Andi berharap untuk di add. Untungnya pria ramah itu menerima pertemanannya. Irna tak peduli jika caranya seperti pengecut, tapi ia sudah berjanji tak akan komentar apapun lagi, ia aman selama mereka tak tahu jati dirinya yang asli. Ia masih punya sedikit hak untuk merasakan bahagia, biarlah banyak kebahagiaan diperoleh ibu anak itu diatas air matanya.
Ia senang melihat Mas Andi bahagia.
Tampak foto mantan suaminya tengah tertawa ditempat wisata bersama saudara saudaranya dan ibunya. Irna tersenyum, setidaknya Mas Andi sudah mulai move on. Tidak lupa Ia beri Like dipostingan itu. Diperbesar foto itu lalu ia usap usap pipi pria kesayangannya. Air mata kembali menetes dipipinya. Ia kecup foto itu perlahan lalu ia matikan lampu kamarnya, ia pejamkan kelopak matanya sambil berdoa sang khalik berbaik hati mempertemukan mereka dalam mimpi yang indah.Ping
Ping
Baru sejenak mata Irna terpejam, kini ada notifikasi messenger di layar ponselnya. seketika itu juga rasa kantuknya padam.
Andi : Assalamualaikum
Andi : Halo ?
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Sempurna
RomanceIrna tak pernah bisa melupakan bayangan mantan suaminya yang sangat ia cintai. Sayang takdir harus berkata lain, mampukah ia melupakan dan menemukan kembali cinta? Sudah pernah diterbitkan di Komunitas Bisa Menulis di Facebook