15. Luruh

5.7K 301 15
                                    

Sesakit inikah ketika menjadi seorang anak yang tak pernah sedikitpun di harapkan ibunya?

-Amel

◇◇☆◇◇


Amel mencoba meredam kerinduan pada Bunda dengan menyibukkan diri pada kegiatan full pesantren putri. Makan dan mandi pun dia lakukan disana.

Sejak menghubungi kakaknya beberapa waktu lalu Amel tidak pernah lagi menyalakan ponselnya. Sikapnya yang ceria sedikit memudar. Walau dia tetap menjadi Amel yang kata Gus Naufal biang rusuh di beberapa kesempatan.

Amel bersantai di kamar Naifa. Di tangannya terbuka sebuah novel best seller karya Habiburrohman El-Sirazy. Api Tauhid. Itulah judul yang menyembul dari bagian kanan tangannya. Dia selalu suka cerita yang di tulis oleh Kang Abik. Panggilan akrab sang penulis. Sudah banyak novel yang dibacanya. Ayat-ayat Cinta 1 dan 2, Dalam Mihroh Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, dan yang paling dia sukai novel mini berjudul Cinta Suci Niyala.

Berhubung kegiatan libur kala hari jum'at dia memilih membaca novel.

"Hey. Seru banget bacanya sampe ketawa sendiri."

Naifa ikut bergabung rebahan di bantal yang amel pakai. Dia mengintip sedikit sampai mana sahabatnya itu membaca.

"Loh kok udah nyampe situ? Cepet amet bacanya?" Serunya protes.

"Apa coba. Gangguin konsetrasi Amel aja."

"Yeee kagak ganggu. Cuma kaget aja. Tadi pagi kan masih halaman lima belas. Lah ini udah dua ratus. Kamu bacanya ngebut, ya?"

"Nggak juga. Sambil lalu ngemil." Katanya santai.

"Eh Nai. Kayak nggak tau kalo Neng Amel udah baca aja. Dia kan emang cepet kalo baca. Nggak tau paham kagaknya sama isi cerita." Seloroh Rara yang segera mendapat timpukan bantal.

"Enak aja. Amel faham tau." Balasnya manyun.

"Assalamualaikum. Maaf idzin masuk."

Ucapan salam seorang santri putri berhijab ungu menghentikan aksi lempar bantal. Mereka semua menoleh. Mengarah ke pintu asrama.

"Waalaikumsalam." Jawaban serempak mereka lontarkan.

"Ada yang bisa kami bantu, Mbak?" Tanya Kiki yang jaraknya lebih dekat.

"Afwan Mbak. Neng Amel di dhikani Neng Afrin. Katanya flashdisk nya sudah dikembalikan. Pean di minta pulang sekarang."

"Ooh iya, Mbak. Makasih atas infonya, Mbak." Kini Amel yang menjawab.

Gadis itu berbalik setelah mengucap salam. Berlalu kembali menuju asramanya.

"Mau pulang sekarang?" Tanya Naifa melihat Amel menutup novel.

"Iya. Sekalian aku mau ngambil seragam. Besok kan udah UAMBN. Aku nggak mau telat hanya gara-gara masih muter ke Dhalem buat ganti baju."

"Ok, lah. Pulangnya entar sekalian melepas rindu sama ayang beib, yah." Godanya sambil tertawa.

Amel memutar bola mata jengah.

Syauqillah (Terbit E-BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang