5. Aneh

4 0 0
                                    

Sherin kewalahan. Sangat kewalahan menghadapi jenis makhluk dihadapannya ini. Nessa yang terkadang  bijak tiba-tiba terlihat banyak cing cong, Laura yang biasanya hanya menjadi pendengar setia sekarang menatap Sherin butuh penjelasan. Cecil yang parah! Biasanya ia hanya sekedar merecoki seperti mercon tapi kali ini berbeda. Ia merecoki dirinya seperti bom Nagasaki!

"Gue anggap sekarang ada kedelapan keajaiban di dunia, Aldi salah satunya," girang Cecil.

Laura mendengus. Nessa menggangguk setuju. Sherin? Ia menarik napas dalam lalu mengeluarkan dan seterusnya.

"Gue rasa Cecil perlu diseret ke psikiater. Kejiwaan nya terguncang!" Racau Sherin.

Laura menggangguk cepat,"Gue setuju! Tangan gue udah siap buat angkat Mak rombeng."

Cecil dan Nessa berhenti bergosip.

"Lo pasien rumah sakit jiwa kan? Ngaku lo!" Paksa Laura.

"Enak aja ngatain gue kayak gitu. Gue-" sangkal Cecil tak terima.

"Lo kabur kan?!"

"Lo sakit jiwa kronis kan?!"

"Sejak kapan lo masuk rumah sakit jiwa?"

"Lo jangan-jangan anu apa itu-"

Cecil membungkam mulut makhluk dihadapannya dengan bungkus makanan ringan.

"Kalian berdua udah kaya wartawan aja, sekarang bukan sesi jumpa fans!" sahut Cecil percaya diri.

Korban gumpalan bungkus makanan ringan menghela napas bersama. Mulai lagi kan. Pikir mereka

"Pusing ah gue, dari tadi dengar ocehan lo."

"Kalau pusing mah gak usah didengerin, lo tidur sana gih."

Laura berjalan kearah ranjang Sherin. Dibaringkan tubuhnya yang terasa lelah.

"Kalau mau cabut lo bangunin gue," suruh Laura sebelum matanya terpejam.

----

Mereka semua sudah kembali ke alam masing-masing ralat rumah masing-masing. Sherin menatap langit senja dengan tatapan bertanya.

"Gue kemarin salah mimpi apa. Udah kena semprot Bu Dewi. Kena permainan aneh. Besok apa lagi."

"Gue kena kutukan apa sih. Sampe cobaan kaya gini merecoki gue!"

"Gue salah makan. Minum atau salah posisi tidur,"

"Perasaan gue kemarin mimpi indah,"

"Sangat buruk menjadi pacar most wanted sekolah! Belum ketambahan fans fanatik,"

S

herin bergumam sendiri bak orang gila. Ia binggung apakah ia pilihannya ini sudah tepat. Bahkan hubungannya dengan Arvi bisa dikatakan memburuk. Apakah ia telah salah tidak memberitahu Arvi tentang hal ini. Berbicara dengan Arvi? Bahkan  sekedar bertukar pesan tidak lagi setelah kejadian dimobil beberapa hari lalu.

Pintu kamar Sherin terbuka. Seseorang berjalan mengendap-endap persis seperti maling.

Ia menepuk bahu Sherin membuat ia terlonjak kaget.

"Gue bisa jantungan kronis kalau lo kagetin lagi bang! Gue jamin itu," semprot Sherin.

"Gue mau tanya sesuatu," tanya Fathur serius.

Alis Sherin terangkat sebelah

"Lo berantem sama Arvi?"

Sherin membuang muka asalkan tidak menatap wajah Buluk mahkluk didepannya ini. Bercanda bang

"Udah terjawab jelas di raut muka lo,"

"Apa masalahnya. Biasanya kalian berantem besoknya udah kelar,"

"Dia salah paham."

"Salah paham? Gue gak ngerti"

"Jadi-" mulailah penjelasan Sherin sampai permainan aneh itu.

Fathur menjadi pendengar setia, ia mendengarkan bahkan menimpali kalau itu perlu.

"Harusnya lo kenalin orangnya ke gue dulu. Meskipun gue suka jahilin lo tapi tugas sebagai kakak, gue juga harus melindungi adiknya dari para buaya diluar sana," nasihat Fathur.

"Ihh Abang gue puitis banget hari ini. Salah makan lo bang?" canda Sherin.

"Serius rin.''

Kekehan Sherin berhenti. Fathur memeluk Sherin erat. Sherin membalas pelukan tak kalah erat.

"Gue besok mau pergi. Lo jaga rumah ya" bisik Fathur.

"Lo mau pergi kemana bang?"

"Ada lah. Pokoknya lo jaga rumah!"

Sherin menggangguk paham.

"Gue punya sesuatu untuk lo," ujar Fathur tiba-tiba. Ia mengeluarkan kalung berbentuk dua anak keci saling merangkul, lalu memasangkan di leher Sherin.

"Lo simpain baik baik gih, buat kenang-kenangan."

"Lucu banget sih bang. Makasih banyak."

"Gue udah lama beli. Tapi lupa kasih ke elu. Yaudah gue kasih sekarang."

"Gue suka bang, lucu kalungnya."

Fathur menggangguk pelan,"Gue pergi dulu gih."

Sherin menatap abangnya aneh. Lalu mengendikan bahu seolah-olah tidak akan terjadi suatu hal.

Fathur berbalik arah. Ia masuk ke dalam kamar Sherin kembali.
Sherin menatap binggung kearah Abang jahanamnya ini.

"Gue mau ke taman dekat kompleks. Mau ikut gak?" Tawar Fathur.

Sherin menggangguk antusias,"Ikut dong! Gue ganti baju dulu bang lima menit,"

Kaki jenjang Sherin berjalan menuruni anak tangga dirumahnya. Dengan bersenandung kecil ia berpikir. Bang Fathur tumben ngajak jalan? Mungkin ada roh baik merasuki tubuhnya saat ini.

Fathur sedang fokus ke layar ponsel. Sherin berdeham kecil membuat Fathur mendongak dari layar ponselnya.

"Naik sepeda aja."

Sherin menggangguk mantap. Toh jarak rumah ke taman dekat.

Tetapi ada secuil pertanyaan dihati Sherin. Bang Fathur kok aneh hari ini yah.

****

Doain cepet buat chapter selanjutnya.
Tinggalkan jejak jangan lupa






GAME!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang