Kantin Sekolah

261 17 1
                                    

Ku buka kelopak bening
Syukur diberi sempat tuk penuhi rongga dada dengan udara pagi yang tak ternilai oleh harga
Sejuk membentuk bulir embun
Walau tanda panas akan menghempas debu
Yang pasti, aku awali dengan semangat baru.

~Pemburu Badai~
~~~~~~~~~~

Pagi itu hujan, aku mau berangkat ke Madrasah mau pakai motor, tapi apalah daya takut dikeroyok oleh bulir mungil yang jatuh dari langit. Akhirnya berangkat pakai mobil. bukan aku yang bawa, tapi abiku. Boro-boro dibolehin pakai mobil, tak pandai nyetir iya juga sih. tapi tidak masalah, aku akan giat belajar, giat belajar mobil. Sampai sekarang pun belum pandai nyetir, hehehe. Maklum, tidak diizinkan belajar nyetir sama ummi dari kemarin-kemarin, sekarang baru diberi izin pas mau nikah, mungkin baru sadar anaknya sudah dewasa.

Pagi yang dingin, hujan sungguh lebat mengguyur kota bandung saat itu. Untung saja tidak banjir, jadi tidak telat sampai di Madrasah. Aku melihat mobil yang di depan kami, warna silver, tidak pasti sih. Tapi mobil itu sepertinya aku kenal.

Kira-kira 10 menit diperjalanan, sampai juga di depan gerbang Madrasah. Ku lihat mobil yang di depan langsung masuk saja ke gerbang kedua Madrasah, terlihat dari kejauhan Pak Salim membuka gerbang dan mengacungkan tangan sembari menyapa seiring senyum tergores di wajahnya. Suara klakson terdengar dari mobil itu seolah membalas sapaan Pak Salim.

"Bi, Zain masuk dulu", aku mencium tangan Abiku.

"Iya, belajar yang benar ya, Mesir udah menunggu tuh", Abiku senyum sampai menyentuh batinku, kekuatan kasih sayang menghidupkan api semangat yang membara di dalam jiwaku.

Aku berlari kecil ditengah siswa melewati gerbang utama. Setiba di gerbang aku beri salam ke Pak Salim, layaknya sesama anak muda. Pak Salim merasa masih muda loh, jangan salah, dia hafal semua lagu Peterpan walaupun sudah kepala empat.

Aku mampir sebentar, dan berbincang dengan Pak Salim, hujan pagi itu sudah sekarat, tinggal titik-titik penghabisan.

"Pak Syam beli mobil baru ya pak", tanyaku sambil menunjuk ke arah mobil warna silver yang terpakir di depan Masjid Madrasah.

"Nggak, itu mobilnya Pak Zam", jawab Pak Salim.

"Pak Zam? ", tanyaku lagi, sambil mengernyitkan dahi, itu nama yang baru ku kenal, aku kira itu guru baru di Madrasah.

"Iya, Pak Zam yang anaknya baru pindah itu, yang dari Mesir itu loh", Pak Salim meyakinkan.

"Oh, Pak Zam", aku mengangguk-angguk, sambil berkata dalam hati, ternyata nama Abi si Naira itu Pak Zam.

Pintu mobil terbuka, nampak sesosok wanita keluar dari mobil mengenakan seragam yang sama denganku. Tak salah lagi, dia Naira, nampak mencolok di Madrasah dikarenakan hanya dia siswi dan bahkan wanita di Madrasah itu yang mengenakan Cadar.

Tak lama kemudian bel masuk berbunyi, lapangan dan pekarangan Madrasah sepi dengan sekejap, lantunan asma'ul husna berkumandang untuk mengawali proses belajar di pagi yang mulai terang, karena sang raja siang menyingkap awan kelabu yang menyelimutinya.

°°°~~~°°°

Aku hendak ke kantin bersama Ayub dan Gofur, diajak sih, padahal udah sarapan pagi di rumah, Gofur yang ngotot mau ke kantin, katanya dia keroncongan.

"Yub, tujuan kau habis tamat ini, pengen kuliah di mana kau?", Gofur bertanya dengan ciri khas bataknya.

"Ibuku menyarankan di UGM sih, tapi Ayahku nggak mau atuh, katanya di Bandung aja, IPB euh, deket mah, biar bisa bantu-bantu di toko juga katanya", Ayub membalas dengan dialeg sundanya.

Wanita Taman SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang