Dia Tak Jauh

55 3 0
                                    

Kau baru bisa sebatas menatap punggungku
Esok kau akan erat di dekapan dadaku
Yakin dan percayalah
Saat itu kau pasti dapat mendengar jelas detak jantungku

~ Pemburu Badai ~
~~~~~•••••~~~~~

Detik waktu terus berjalan berputar menunjuk angka-angka terpajang di garis lingkaran jam dinding yang sederhana. Jam dinding itu seakan memberitahuku bahwa aku telah cukup lama tinggal di rumah keluarga ini. Bang Zafran sangat baik hati, terlebih adiknya yang sangat ramah. Di sisi sebelah kiri tempat tidurku terlihat bubur yang telah diantarkan perempuan bercadar ke depan pintu kamarku tadi pagi. Dia mengatakan bahwa bubur ini buatannya, dan ia ingin aku mencicipinya. Oh Tuhan, ini tanda apa? Aku tidak tahu. Jangan goyahkan Naira di hatiku.

Setelah ku cicipi bubur tadi, lidahku masih merasakan kenikmatannya. Rasanya aku mau mencicipinya lagi, tapi aku malu mau nambah. Aku berharap setiap pagi dia mengantarkan ke kamarku. Tak apa kan? Aku hanya ingin bubur buatannya yang enak, itu saja, sungguh.

Besok adalah hari terakhirku cuti, Alhamdulillah keadaanku sudah pulih. Aku sudah bisa berlari, tapi masih sedikit ngilu namun tak berarti. Seiring waktu pasti juga akan hilang. Aku berniat minta izin ke Bang Zafran untuk jalan-jalan keluar, ku lihat Bang Zafran sedang membaca surat kabar di lantai dasar, aku bergegas menghampirinya.

"Bang, aku mau izin keluar sebentar, mau lihat-lihat keadaan kota, sudah lama juga tidak keliling", aku sedikit menyeringai.

"Tidak apa-apa, tapi kamu harus ada yang menemani"

"Tidak usah bang"

"Kamu belum pulih seratus persen Zain, pokoknya kamu harus ada yang menemani"

"Taa..taa", aku terbata-bata.

"Tidak ada tapi-tapian", Bang Zafran langsung memotong kataku.

"Oiya, Amira katanya mau belanja, sekalian aja kamu temani dia ya, Abang lagi sibuk, setelah ini mau mengerjakan tugas yang belum selesai kemarin, walaupun hari libur tapi tetap kerja"

"Taa..tapi bang", aku masih terbata-bata

"Kan mau keluar katanya, kok masih tapi, pokoknya kamu harus ada yang menemani, mana tau kau nanti stress, depresi, trauma dan akhirnya kau mau bunuh diri, kan abang tak tahu", Bang Zafran sedikit tertawa.

"Astaghfirullah bang", aku juga ikut tertawa dan gelak tawa menghiasi ruang keluarga pagi itu.

Akhirnya aku keluar bersama Amira. Aku sedikit kaku dan takut salah ucap. Sudah hampir setengah jam kami hanya diam-diam saja diperjalanan. Aku berjalan dua langkah didepannya.

"Zain, kita singgah di sini dulu, mau beli buah", Amira mengajakku berhenti

"Oh iya"

Kami pun masuk ke toko buah. Ku lihat banyak kurma, anggur, jeruk, apel, dan banyak buah-buah yang lain. Ku sedikit melirik Amira, dia sangat cantik, dari matanya saja sudah memancarkan keindahan. Astaghfirullah, apa yang ku pikirkan.

"Kalian pengantin baru ya", penjual buah menegur dengan senyuman, setelah melihatku membantu Amira memasukkan kurma ke dalam tas belanja. Seketika itu aku dan Amira bertatapan sehingga aku salah tingkah.

"Ya, maksudku ti..tidak, kami hanya", aku sangat gugup.

"Kami saudara", Amira menjawab pertanyaan penjual buah.

"Aku melihat kalian sangat cocok, aku kira pengantin baru", tukang buah masih saja membuatku memerah karena malu, ku lihat Amira hanya senyum nampak dari matanya.

Wanita Taman SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang