Awal Pembekalan

145 9 2
                                    

Suatu keinginan berdasarkan hati
Suatu tindakan berdasarkan pikiran.
Pemikiran masa kini sangat berbeda dengan keinginan hati.
Hati cenderung mencari Hakikat Dunia
Sedang pikiran cenderung mencari Solusi Dunia.

~ Pemburu Badai ~
~~~~~~~~~~

Libur semester, banyak yang berpikir itu adalah waktu untuk bersantai. Tapi aku tidak, mungkin aku sedikit berlebihan. Di waktu libur seperti ini, aku masih dalam proses mempersiapkan diri untuk ke Mesir.

Abiku sudah menelpon temannya yang di mesir. Dan meminta tolong kepada beliau untuk mempersiapkan semua persyaratan untukku kuliah di Universitas Al-azhar, Mesir.

"Empat bulan lagi itu bukan waktu yang lama, kau harus matang mempersiapkan diri mulai sekarang", Abi menepuk pundakku.

"Iya bi, Insya allah"

"Di Mesir nanti, abi yakin kamu akan jadi lebih dewasa. Karena lingkungan di sana jelas sangat berbeda dari pada di sini.", Abiku menyeruput tehnya.

Kami berbincang di ruang keluarga. Kami berdua saja, ya, seorang Ayah mengajari anaknya tentang kehidupan. Terlebih lagi aku sudah mulai dewasa, banyak yang perlu ku pelajari. Dan itu lebih Afdhol dari seorang Ayah.

"Nanti di Mesir, temui Syeikh Ali. Beliau akan memberimu nasihat tentang kehidupan", lanjut Abi,

"Di mana Zain bisa menemui Syeikh itu bi?", aku menatap lekat wajah abiku. Aku memang haus akan ilmu pengetahuan, terlebih hakikat kehidupan.

"Kamu harus tinggal di Wisma Indonesia di sana, dan di situ kamu pasti akan bertemu dengan beliau"

Aku mengangguk dan paham. Aku membayangkan Syeikh Ali ini seperti sosok yang berwibawa. Karena Abi sering cerita tentang beliau. Dan Syeikh ini lah yang menyarankan abi agar cepat menikah, supaya ilmu yang beliau sampaikan agar terserap dengan mudah.

Seminggu waktu libur semester, aku rasa jenuh juga di rumah. Akhirnya ku telpon kakek dan nenekku di Maninjau, Sumatera Barat. Mereka orang tua abiku. Manusia hebat yang melahirkan orang berpengaruh dan ku paling ku segani di hidupku. Ya benar, abiku orang minang.

Keluarga kakek dan nenekku sudah lama di Bandung, lebih tepatnya Eangku dari tahun 1940 sudah merantau ke Bandung. Lima tahun sebelum kemerdekaan Indonesia.

Eangku seorang tentara di masa itu. Dan menikah dengan orang minang yang juga sudah lama menetap di Bandung. Memang tradisi orang minang suka merantau. Dan sejauh yang ku tahu, budaya minang pada masa itu masih sangat kental. Keturunan harus jelas, supaya tradisi dan adat Minangkabau terjaga. Walaupun berada di belahan bumi mana saja.

Dan itu dilanjutkan dengan kakekku, masih memegang erat adat istiadatnya. Memang didikan dari keluarga seperti itu. Pokoknya Abiku seratus persen orang minang. Hanya saja tidak fasih berbahasa minang, namun paham dengan yang diucapkan orang minang. Dan abi menikah dengan manusia tercantik di bandung, ummiku.

Kakekku menjodohkan abi dengan anak temannya dari kecil, yang tak lain dan tak bukan adalah Ayah dari Ummiku, sahabatnya waktu di Pesantren. Alhamdulillah memang jodoh.

Kakekku memilih menghabiskan masa tuanya dikampung halaman. Sanak keluarga Eangku banyak di Maninjau. Bisa dikatakan orang terpandang juga di daerah Minang.

"Bi, aku mau ke tempat nenek selama seminggu. Sebelum masuk sekolah, aku ingin refreshing dulu", aku menghampiri abi yang duduk di ruang keluarga. Bermain bersama Hannan, adikku.

"Udah kamu kabari kakek dan nenek? ", abiku memasangkan mainan robot Hannan. Memang sosok Ayah yang sangat penyayang. Beliau maksimalkan waktu libur untuk keluarga.

Wanita Taman SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang