Maaf, Hatiku Sudah Dimiliki

162 10 0
                                    

Sapalah langit jika kau rindu
karena aku selalu menengadah melihatnya.
Disaat biru membasuh Qolbu dan saat bertabur bintang seluas penjuru.

~Pemburu Badai ~
~~~~~~~~~~

Sudah lima hari aku di Maninjau. Sudah banyak nasihat yang ku dapat dari kakek. Setelah Ashar aku pergi ke tepi danau, di sana ada bangku memanjang berbahan kayu jati. Masih kuat dan nyaman. Sempurna untuk mendamaikan mata dengan memandangi danau yang beriak ditiup angin. Bangku yang strategis pikirku. Ditambah naungan pohon mangga yang menyejukkan suasana. Lengkap kenikmatan jika duduk di situ. Kalian akan dihibur oleh gemercik air yang menerjang lembut bebatuan di pinggir danau. Ditambah angin danau meniup hingga ke relung sanubari. Aku menyarankan kalian mencobanya, biar lebih ainul yakin akan apa yang ku ceritakan.

Hidup ini tak akan selamanya seperti ini. Hidup seperti angin. Bisa mendatangkan kenyamanan, dan seketika bisa mendatangkan debu yang merabunkan pandangan. Sekarang bisa saja berkecukupan. Tapi ingat, seketika waktu juga akan bisa mendorong kita ke jurang kesengsaraan. Seorang hamba hanya patut mensyukuri apa yang telah telah diujikan kepadanya. Sebab itu akan menaikan derajatnya di sisi Allah, walaupun dalam pandangan terhina sekalipun oleh manusia.

Ucapan kakekku terngiang di pikiranku. Selama ini aku kufur nikmat kepada Allah. Hatiku memiuh mata mengeluarkan tetes bening yang berurai. Ya Allah ampuni hamba-Mu ini, aku berucap lirih.

Aku menatap danau yang kerlap-kerlip karena pantulan cahaya matahari dari air danau.

Kalau kau merasa bangga akan ibadah yang kau lakukan, dan itu membuat kau berpikir akan dimasukkan ke dalam surga karena ibadahmu, maka itu salah. Seandainya kau beribadah selama enam puluh tiga tahun lamanya tanpa henti. Ketahuilah Amalanmu hanya satu setengah jam menurut perhitungan akhirat. Apakah kau masih yakin dan pantas dengan ibadah sesingkat itu di sisi Allah, kau nanti akan dimasukkan ke surga-Nya? Wallahi, manusia masuk surga karena Allah Ridho terhadapnya. Tujuan kita hidup di dunia ini mencari Ridho Allah. Kita beribadah karena mengharap Ridho Allah.

Wajah lembut kakek terbayang di mataku saat beliau berucap demikian.
Ku tanamkan dalam relung batinku, semua yang dikatakan kakek untukku. Ini bekal hidup, mestinya harus dipergunakan disetiap detik di dalam kehidupan. Selama jantung ini masih mengucurkan darah ke seluruh tubuh. Dan rongga dada selagi menghirup nikmat Allah yang tiada tara. Harus di amalkan. Wajib..

Lamunanku pecah saat ada sebongkah batu kecil yang tercebur ke danau. Batu itu seperti dilempar. Anggapanku benar, ada orang yang sengaja melempar batu ke danau. Dan orangnya adalah Aisyah.

"Aisyah", ucapku terkejut.

"Iya, kenapa melamun? Nanti kemasukan loh"

"Nggak juga, hanya memandang ciptaan Allah saja. Danaunya indah, aku suka berada di sini"

"Aku juga", Aisyah berkata lirih.

"Apa Syah? ", aku tak terlalu mendengar perkataan Aisyah.

"Oh...tidak ada..", Aisyah terlihat berdalih.

"Aku juga suka kamu....Eh.. Maksudku... Aku suka yang kamu suka.... Eh tidak, maksudku... Aku juga suka tempat ini", terlihat Aisyah gerogi menjawab pertanyaanku.

"Jangan gerogi gitu Syah, lucu tahu", Aku tersenyum melihat tingkah Aisyah. Aisyah menundukkan wajahnya. Dia memejamkan matanya secara paksa. Seakan menyembunyikan rasa malunya. Dia semakin menawan saat itu. Beruntunglah laki-laki yang akan menjadi suaminya esok.

Suasana hening, tidak ada suara yang keluar dari mulutku dan Aisyah. Suara angin dan air danau jelas terdengar, itulah yang menjadi penghibur kami. Aku sesekali menoleh ke arah Aisyah. Itu ku lakukan karena aku merasa yang berada di posisi Aisyah itu adalah Naira yang sedang duduk.

Wanita Taman SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang