Bagian tanpa judul 25

853 60 0
                                    


"Kalau seandainya." Ucapku menggantung.

"Kalau seandainya apa shan?"

"Perasaanku masih sama."


Tiga menit.


Lima menit.


Hingga sampai sepuluh menit kita saling diam. Aku tidak berani menatapnya, pandanganku terus lurus pada air yang entah tidak kutemukan kedamaian disana.

"Ini yang bikin aku gak suka sama kamu! Kamu tau kan shan? Aku paling tidak suka dengan hubungan seperti itu, sedangkan kamu..? Itu suatu hubungan yang menjijikan shan!!! Ahh sudahlah."

"Oiya satu lagi shan? Aku akan segera menikah, dan mungkin ini adalah pertemuan kita yang terakhir kalinya lagi. Aku akan menetap di sana. Maaf shan, aku pulang."

Aku tertunduk lesu oleh perkataannya, apa aku menjijikan itu di matanya.

Air mataku terus mengalir.

Kamu tidak apa apa tidak membalas perasaanku gre, tapi tolong jangan katakan bahwa hubungan itu menjijikan.

"KAMU MUNAFIK GREEE."

Aku tidak peduli orang orang pada melihat ke arahku setelah berteriak.

Aku menekuk kedua kakiku untuk menopang kepalaku, rasanya sangat pusing.

Seketika aku tersadar tentang mimpi. Ternyata tidak semanis apa yang ada dalam mimpi waktu itu, mimpi sialan.

Bagaimana aku bisa pulang. Tidak mungkin aku nyetir dengan kepala pusing dan keadaan seperti ini, aku tidak ingin terjadi sesuatu di jalan.


**


Dug.

Adawww.

"Lu kalo jalan hati hati dong Key! Sakit nih bokong gua."

"Maaf bu saya gak sengaja, lagian ibu lari lari begitu." Ucap seseorang yang di panggil key itu sambil menunduk dan membereskan beberapa buku yang jatuh berserakan.

''Ada yang sakit gak bu?" Lanjutnya.

"Ya sakit lah kampret! Malah nanya, dan jangan panggil gua bu, ngerti?"

"Ya maaf nal." Ucapnya sedikit tidak enak hati.

"yaudah ga apa apa! Gua mau pergi bentar, jangan bilang mama ya key?"

"Lu mau kemana nal? Nanti tante nanya gimana?"

"Bilang aja lagi ada urusan kantor, susah amat."

"Jangan lama lama tapi?"

"Iya!"

Ya mereka adalah kinal dan kepercayaan ibunya. Rezky Dhike Wiranti atau biasa di panggil dhike atau ikey.
Dkihe berasal dari bandung, lebih tepatnya tetangga kinal di kampungnya.

Ibu kinal mempercayakan dhike sebagai tangan kanannya. Tidak ada yang tahu bahwa perusahaan ini adalah milik ibu kinal, dan kinal lah yang memegang perusahaan tersebut.

Hanya dhike yang tahu bahwa kinal adalah bos disini.

Kinal berpura pura menjadi karyawan, hanya karena ingin melihat kinerja mereka.

Meski veranda atau lidya pun tidak tahu kalau perusahaan yang ia tempati adalah milik kinal.

"Woy mau kemana lu?"

Baru beberapa langkah ingin membuka pintu keluar. Kinal di kejutkan oleh suara yang terdengar familiar, lidya.

"Keluar sebentar." Jawab kinal cuek.

"Enak banget lu main keluar? Uda izin belum?"

"Udah tadi sama Mbak dhike."

"Elu mau kemana sih nal? Panik gitu."

"Mau beli kado buat elu! Bentar lagi lu ulang tahun kan? Dadahhh manis muachh."

"Jijik gua kampret."

"Hahaha."

Itu hal yang biasa di lakukan kinal atau lidya sekedar mencium pipinya, yah istilahnya hanya untuk mempererat persahabatan lah.

"Musti cepet cepet ini mah."

"Mana tante keliatan khawatir lagi!"

"Kamu kemana sih?"

Batin kinal.


**


Aku tidak mau kenal kamu lagi gre.

Aku sangat sakit hati olehnya, sangat.

Kenapa kamu kembali kalau tujuannya hanya untuk menyakiti.

Aku benci kamu, aku kecewa.

Apa itu yang di namakan sahabat, setelah pengakuanku kau malah menjauh.

Apa salahnya kalau aku mengatakan dengan jujur.

Masih dengan posisi yang sama, aku masih menekuk kedua kakiku.
Rasanya mau pulang pun tidak bisa. Aku sudah terlalu lemas disini, dan rasa pusing di kepalaku tak kunjung hilang.

Mau minta bantuan sama seseorang tapi tidak ada yang ku kenal disini.

Menelepon mamah? itu tidak mungkin.

Seseorang. Tolong bantu aku, aku sudah tidak kuat untuk berdiri.

Aku terus meracau tidak jelas.

Ada sumber suara yang bergerak mendekatiku. Tetapi aku tidak tahu itu siapa, mungkin hanya seseorang yang merasa kasihan saja terhadapku.

"Hey?"

Dia memberanikan menyentuh rambutku untuk mengelusnya.

Aku memberanikan diri untuk melihatnya.

Tersenyum dengan menampakkan gingsulnya.

Tanpa berkata apapun. Aku langsung menghambur dalam pelukannya, aku langsung menangis sejadi jadinya dalam dekapannya.

Dia menyambut pelukanku dan sesekali menenangkanku.


Dysautonomia fell in loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang