Bagian tanpa judul 30

832 69 1
                                    


"Mah."

"Heyy, udah bangun sayang."

"Kepalanya sakit banget mah."

"Sini biar mamah pijitin."

"Yang bagian belakang sakit banget mahh serasa ada yang mencengkeram."

"Kamu yang sabar ya."

"Iya mah."

Ibunda shani. Rina, terus memijat kepala anaknya dengan sabar.
Rina tahu betul bagaimana rasanya ketika anaknya mengeluh kesakitan. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana rasa sakitnya.

Memang sedari kecil. Dibandingkan dengan veranda, shani sering sakit sakitan, tetapi beruntunglah shani memiliki keluarga yang selalu sayang padanya dan selalu melakukan terbaik untuk anak anaknya.

"Sakit banget mah." Racau shani.

"Iya kamu yang sabar yaa, ada mamah ko."

Sewaktu rina bangun tidur dia menemukan shani tergelatak di tangga, dan rina langsung membawa shani dirumah sakit, menghubungi suaminya, veranda dan juga rena.

Sekarang di dalam hanya ada rina, mungkin para yang lainnya sedang di kantin atau menunggu diluar. Karena dokter tidak mengizinkan mereka masuk kedalam sebelum pasien sadar. Hanya rina yang diperbolehkan masuk.

Rina dan Rena. Mereka adalah kembar, yang dimana rina adalah kakak dari ibunda lidya, rena.

Shani sudah mengeluarkan air mata karena sakit yang teramat sangat di kepalanya yang tidak bisa ditahan.
Rina terus menenangkan anaknya yang sudah menangis sesegukan.

"Seandainya rasa sakit kamu bisa pindah. Mamah rela menanggunya, tidak tega melihat anak mamah yang cantik ini menanggung sakit seperti begini." Ucap rina sendu, tanpa sadar genangan di pelupuk mata rina mulai tercipta. Rina ikut menangis karena melihat anaknya menangis.

"Mamah panggilin dokter ya?"

"Mamah disini aja." Shani menahan mamahnya yang akan memanggil dokter.

"Iya, bagaimana? Masih sakit?"

"Lagi mendingan mah."

"Anak mamah pasti kuat, kamu harus sabar ya sayang." Ucap rina sambil mengusap air mata shani.


Ceklek..


Pintu kamar terbuka. Masuklah veranda, ayahnya, dan rena.

"Ma."

"Kalian."

"Ini makan dulu mah, biar ve yang gantiin pijitin shani." Kata veranda sambil menyodorkan makanan kepada ibunya.

"Makasih sayang."

Rina, rena dan Tanu. Mereka keluar dari kamar yang sedang ditempati shani.
Mereka duduk di bangku luar yang disediakan rumah sakit untuk menunggu pasien.

"Apa gak di operasi aja mbak? Aku kasihan liat shani yang selalu seperti itu."

"Shani tidak pernah mau ren, lagian mbak juga belum tahu sakit shani itu apa"

"Tadi kata dokter gimana?"

"Mbak tadi niatnya pengen manggil dokter, tapi ditahan sama shani."

"Papa kedalam dulu ya ma." Izin tanu untuk melihat bagaimana keadaan putri bungsunya.

"Iya pah."

"Mbak ke tolet dulu."

"Iya mbak."


Sekarang dibangku panjang hanya ada rena seorang.


"Lohh ada mami tohh."

"Lidya."

Entah dari mana datangnya. Lidya dan temannya tiba tiba saja sudah berada di depan orang tua lidya.

Rena terus mengamati seseorang yang sedang bersama lidya, karena sedari tadi dia hanya diam dan menampakkan wajah seperti khawatir akan sesuatu.

"Ini?" Tunjuk rena pada orang yang di samping lidya.

"Kinal tante." Kata teman lidya yang tak lain adalah kinal. Dan mengulurkan tangannya untuk berkenalan.

"Rena, mami lidya." Sambil menerima jabatan tangan kinal. "Kamu gak kerja lid?" Sambung maminya.

"Uda pulang mi, oiya yang lain pada kemana?"

"Ada di dalem."

"Nal gua kedalem dulu, lu temenin mami gua dulu."

"Iya." Kata kinal sungakan.

Hening. Kinal sepertinya enggan memulai pembicaraan dengan ibunya lidya, karena ini pertama kalinya bagi mereka bertemu.
Meskipun rena sering mendengar nama 'kinal' dari shani atau rina, tapi rena baru tahu kalau kinal itu anaknya sangat manis dan cantik, menurut penelitian rena.

"Kinal."

"Iya tante?"

"Sepertinya bukan nama yang asing." Kata rena sambil mengingat ingat sesuatu.

"Maksud tante?" Kata kinal bingung.

"Boleh saya ngobrol sebentar sama kamu?"

"Boleh tante, ada apa ya tante?"

"Kita ngobrol dikantin aja yuk, gak enak kalo disini."


**


Sesampainya mereka di kantin. Mereka duduk dan menunggu pesanan, kopi.
Jangan tanya seberapa gilanya rena jika sudah mendengar kata kopi, hampir berbagai macam jenis kopi di indonesia pernah renca cicipi.

"Mau sekalian makan nal?" Tawar rena.

"Tidak perlu tante, sebelum kesini sudah makan sama lidya."

"Ok...Emmm kinal!"

"Iya tante?"

"Kamu sudah tumbuh dewasa ternyata, manis, cantik seperti ibu kamu."

Kinal mengerutkan keningnya karena heran. Bagaimana tidak, seseorang yang baru ia temui seakan tahu semuanya tentang kinal dan keluarganya.
Kinal lebih memilih diam karena sama sekali tidak mengerti kemana arah pembicaraan rena.

"Ibu kamu selalu menceritakan hal hal kecil pada saya. Tentang bagaimana pertumbuhan kamu, sehari hari kamu, intinya semua tentang kamu dia selalu menceritakannya pada saya dan termasuk tentang bagaimana hubungan kamu dengan keponakan saya." Ucap rena sambil menggoda kinal dengan menaikturunkan satu alisnya.


Dysautonomia fell in loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang