1

7K 753 18
                                    

Jam 3 sore.

Sial.

Berkali-kali pemuda dengan nuansa hitam itu menyumpah serapah pada taksi yang ia tunggangi.

Bagaimana tidak? Pesawat yang akan mengantarkannya menuju Sydney akan terbang pukul 3 lewat 35 menit, yang artinya sebelum jam segitu ia harus sudah sampai di bandara.

Namun, Changbin tetap saja tidak berhenti menyumpah serapah. Jalanan sangatlah macet, jika Changbin tidak datang tepat waktu maka ia akan ketinggalan pesawatnya.

Tidak.

"Buruan, dong, Pak!" bentaknya. Sungguh tidak sopan.

Supir yang membawa taksi itu hanya bisa menghela nafasnya ketika Changbin membentaknya. Lagipula, ia juga tidak bisa berpikir banyak pada kemacetan ini.

Mau lewat jalur alternatif lain? Tetep nggak bisa, dua jalur macet semua. Mau belok juga susah.

"Kalo saya ketinggalan pesawat, saya akan menuntut Bapak, ya!"

Sang supir hanya bisa mengangguk pasrah dan berharap kemacetan akan berakhir.

Jika tidak, ia bisa dituntut oleh pemuda itu.

+

Antriannya panjang seperti sedang mengantri tiket rollercoaster, dirinya lupa bahwa hari ini memang hari libur yang artinya banyak orang yang akan berlibur ke suatu tempat.

Felix menghela napasnya dengan kasar, namun tetap berdiri mengantri di antrian yang panjang itu. Apalagi bandara disini belum memakai sistem check in online.

5 menit..

10 menit..

20 menit..

Antrian sudah memaju, namun tetep saja masih banyak orang di depannya.

30 menit..

Sudah cukup, kalau bukan karena gengsinya sendiri, Felix juga sebenarnya malas pergi berlibur. Ia bisa menebak, pasti bandara akan lebih ramai dari biasanya.

60 menit..

Ah, akhirnya hanya tersisa beberapa orang saja di depan Felix, sudah bisa dihitung.

Felix melirik arlojinya yang kini menunjukkan pukul 15.10.

Satu orang pergi dari barisan terdepan yang artinya ia sudah selesai, Felix bersiap untuk maju beberapa langkah ke depan.

Felix menarik kopernya, bukannya berjalan ke depan, pemuda berambut orange itu malah terjatuh bersamaan dengan kopernya. Sehingga menimbulkan bunyi yang cukup keras dan membuat semua perhatian terarah kepadanya.

Felix yakin, ia terjatuh bukan karena tersandung, tapi ada yang mendorongnya karena ia merasakan lengannya di dorong.

Siapa yang berani? Sini maju! Nggak sopan amat! Batin Felix.

Felix meringis kesakitan, pemuda itu langsung beranjak berdiri dan merapihkan kopernya.

Dirinya Berniat berjalan ke depan mengikuti antrian, tapi matanya langsung melotot kaget begitu antrian di depannya menambah satu.

Seharusnya orang di depan Felix memakai baju biru, tapi kenapa ini baju hitam? Apa Felix yang buta warna?

"Excuse me, sir," Felix menepuk pundak seseorang di depannya ini. "Please, queue up."

Pemuda di depannya itu sama sekali tak merespon, bahkan menengok pun tidak.

"Nggak tau aturan banget, sih, seenaknya aja ngambil antrian orang!" Felix bergumam menggunakan bahasa.

Tak masalah bagi dirinya menggunakan bahasa kasar di sini, lagian mana ada yang mengerti bahasanya?

"Language, please!"

Felix hampir tersentak begitu pemuda di depannya itu berteriak demikian.

"Lo kira gue nggak tau bahasa lo?" tanya pemuda itu. "Dasar bocah."

"Lo sadar nggak kalo perkataan lo itu nggak sopan!?" tanya pemuda itu lagi.

Apa katanya? Nggak sopan?

"Nggak sopan kata kamu? Apa kabar sama kamu yang udah ngerebut antrian saya?!" tanya Felix sarkas.

"Semua orang boleh ngambil antrian dimanapun yang ia mau,"

Ucapannya santai, namun bisa membuat Felix berapi-api.

Tapi gak bisa, Felix nggak bisa berapi-api disini, lagian walaupun dirinya berapi-api tetap saja ia tidak bisa membentak.

Felix menghela nafasnya, ia sudah memantapkan diri untuk tidak menghiraukan pemuda itu lagi.

Felix benar-benar benci orang yang suka nggak sabaran dan emosian.

Beberapa menit terlewat, kini akhirnya keberangkatan pesawatnya menuju Sydney.

Felix memeriksa boarding pass nya untuk melihat nomor kursinya.

Ah, akhirnya duduk disini!

Begitu dirinya akan duduk, seseorang lebih dulu menduduki kursinya.

Felix melotot.

Orang itu juga melotot.

"Kenapa lo disini? Ini kursi gue,"

"Nggak usah kepedean, ini kursi saya!"

"Semua-semua punya lo, jelas-jelas ini kursi gue tuh liat!" Felix menunjukkan nomor kursinya.

Pemuda itu melengos, lalu menarik Felix untuk duduk di kursi sebelahnya.

"Apaan sih!?" tanya Felix bingung.

Pemuda itu menatap Felix datar, "Lo gak bisa baca apa gimana? Jelas-jelas lo nomor 16!"

"Hah?" Felix kaget, lalu memeriksa boarding pass nya, benar saja ia duduk di kursi nomor 17.

Sial.. Gimana bisa? Perasaan tadi nomor 16..

"Dasar bocah, baca aja nggak bisa."

//

(n.) Felix hate in people who always being rude with other people, but exception for Seo Changbin.

//

proudly present,
BREATHING FIRE

starring,

© 2019,by nimgnuesmik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

© 2019,
by nimgnuesmik.

breathing fire ─ changlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang