Part 4. Marah

503 163 39
                                    

"Gue merasa aneh sama kelakuan Third, apalagi semenjak Sarina kita jadiin target buli baru kita."

Ucapan Porsche membuat ketiga temannya itu terdiam beberapa saat. Marc, Heksa dan Erick merasakan hal yang sama. Third seolah lupa dengan tujuan setiap dekat dengan Sarina. Dan mereka malah di takdirkan sekelas dan duduk sebangku.

"Apa rumor mengenai Third yang suka baperan sama cewek cakep itu benar ya? Jadi dia baperan sama Sarina dan nggak mau buli dia. Secara kan Sarina itu cakep." Marc berpendapat, ia sering mendegar gosip tentang Third yang baperan. Cowok baperan? Dasar Third.

Heksa mengangguk-angguk seolah mengerti,  padahal otaknya sama sekali tak bisa mencerna pembahasan teman-temannya itu.

"Apa jangan-jangan Third naksir sama tu cewek cupu?" tiba-tiba Heksa berceletuk. Tinju Porsche segera melayang di bahunya.

"Awww sakit!!" Heksa mengelus-elus bahu kirinya yang ditinju Porsche.

"Makanya lo jangan asal ngomong," geram Porsche. Porsche memang yang paling anti dengan cewek cupu. Semua itu berawal dari Kakak laki-lakinya yang dikhianati sang kekasih yang cupu. Kakaknya pernah salah menilai kalau cewek cupu dan polos itu baik dan memiliki hati yang lembut. Ternyata semua itu salah. Dan semua masa lalu kakaknya Porsche itu menjadikannya sangat anti dengan cewek cupu.

"Woi ada si cupu!!" Erick berseru heboh. Ia menunjuk Sarina yang sedang berjalan di koridor sekolah. Di sana Sarina tidak sendirian, ada Angel dan Celine. Tapi, setelah itu Angel dan Celine pergi meninggalkan Sarina. Kepergian Angel dan Celine justru memberikan celah pada Ke empat laki-laki itu untuk mengganggu Sarina.

Porsche tersenyum licik. Pikiran liarnya mulai bekerja. Dengan kedipan mata ia memberikan kode kepada ke tiga temannya itu. Sayangnya Third pagi ini belum datang dan tak bisa menyaksikan aksi teman-temannya yang akan segera berlangsung.

Porsche, Marc, Heksa dan Erick berjalan mendekati Sarina yang sedang membawa minuman kaleng dan sebuah kertas.

Saat jarak mereka tinggal sedikit, Porsche sengaja menabrak Sarina dan membuat minuman kaleng yang dipegang Sarina yang sudah dibuka itu tumpah ke seragamnya dan tentunya mengenai kertas yang dipegangnya.

Sarina melotot melihat seragamnya yang basah dan kertas yang dipegangnya juga ikut basah.

"Kalian...." Sarina menggigit bibir bawahnya. Ia berusaha menahan amarahnya yang sebentar lagi akan meledak.

"Huhu...maaf ya, kami sengajain kok," cengir Porsche seolah yang dilakukannya tadi hal biasa.

"Tugas gue jadi rusak!! Baju gue juga kotor, kalian semua harus tanggung jawab."

"What, dia minta tanggung jawab. Tanggung jawab tuh Porsche, lo apain anak orang." Heksa terkekeh melihat reaksi Porsche yang menatapnya tajam.

"Ini tugas gue sama tugas temen gue!! Dasar kalian!!" Sarina tak sanggup berlama-lama berada di depan makhluk-makhluk menyebalkan ini. Dengan amarah di ubun-ubun Sarina melangkah meninggalkan Porsche dan gengnya.

"Alah, lo kan anak baru, guru-guru paling ngasih nego ke lo."

Sarina tak menghiraukan ucapan Heksa, ia terus melangkah cepat menuju kelasnya.

"Kenapa lo?" Pertanyaan awal ketika Sarina duduk di kursinya.

"Bad mood?" Pernyataan kedua yang terlontar dari mulut Third.

"Baju lo basah, mending lo bersihin."

Sarina ingin sekali meloloskan sebuah senyuman ketika mendengar Third berkata seperti itu. Tapi, teringat siapa yang membasahi seragamnya, niatnya itu dibatalkannya.

"Baju gue emang basah, dan lo tahu siapa yang ngelakuin itu semua?" tanya Sarina sarkas.

Third mengernyitkan keningnya bingung. "Memangnya siapa?"

Sarina beranjak dari kursinya dan berjalan ke bangku di mana Angel dan Celine duduk. Sarina tak menoleh sedikit pun ketika melewati Third. Third yang tak tahu apa-apa semakin bingung. Padahal pagi ini Third terlihat begitu bersahabat.

"Apa karena Porsche?" gumam Third. Padangan matanya tertuju pada Sarina.

*****

"Lo pastikan nyesel datang terlambat tadi pagi," Heksa berceletuk sambil memakan nasi gorengnya. Kantin kali ini terlihat begitu ramai.

"Nyesel karena apa? Perasaan tadi pagi gue nggak telat," balas Third yang sama sekali tak menatap Heksa. Matanya sibuk mencari seorang gadis berkacamata hitam besar. Lebih tepatnya Sarina.

"Lo memang nggak terlambat masuk kelas, tapi lo telat menyaksikan adegan Sarina ketumpahan minumannya sendiri." Setelah berbicara seperti itu Heksa tertawa lepas diikuti Porsche dan yang lainnya.

"Lawak sih emang, dia ngebentak-bentak kita karena ketumpahan minumannya sendiri. Dan tentunya kita yang bikin minuman itu tumpah."  Porsche tertawa lagi. Lalu ia berhenti tertawa. "Kok lo diam aja?" tanyanya setengah curiga.

"Iya lucu, suka gue cara main kalian," jawab Third dengan senyum terpaksa.

"Yakin?" Erick bertanya.

"Ya yakinlah, emang lo pikir gue apa? Ragu karena mau buli dia? Oh itu bukan gue," Third menaikkan turunkan alisnya seolah memamerkan ketampanannya. Namun, siapa sangka jika ternyata di keramaian kantin, gadis yang dimaksud Third mendegar ucapannya? Sakit pasti.

Terus apa maksudnya tadi pagi dia sok perhatian ke gue?

Itulah pertanyaan yang terlontar saat Sarina tanpa sengaja mendengar ucapan Third yang menyakitkan itu.

*****

Sepulang sekolah Third sengaja membuntuti Sarina karena penasaran siapa orang yang mengantar dan menjemput Sarina ke sekolah. Sekitar 10 menitan Sarina menunggu jemputaannya untuk pulang. Third dengan sabar menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia berdiri tak jauh dari Sana.

"Lama amat sih." Terdengar sayup-sayup suara Sarina ke pengemudi mobil.

"Maaf deh kesayangannyaku."

"Ih apaan coba."

"Ya udah cepetan lo mau pulang atau nggak sih, curut?"

Lalu terdengar suara pintu ditutup.

"Pacar si cupu? Kok genteng sih? Gue seharusnya nggak boleh kalah ganteng sama dia."

*****

Part kali ini nggak sampai 1000 kata. Tapi, tetap nantiin part berikutnya, ya!

Jangan lupa buat vote:")

Love Warning [Completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang