Warga desa Air Putih tak henti-hentinya meggunjingkan sebuah jeluarga yang menempati rumah di ujung jalan. Rumah yang terpisah jauh dari pemukiman penduduk itu selalu tertutup dan tampak tidak terawat dengan baik. Penghuninya pun jarang bergaul dengan masyarakat setempat. Tetapi bukan hal itu yang menjadi akar dari rumor yang beredar di masyarakat bahwa wanita setengah baya yang merupakan istri si tuan rumah adalah seorang suanggi alias tukang guna-guna.
Tiga hari yang lalu seluruh warga Air Putih melayat dan memakamkan putri tunggal pasutri misterius itu. Marta nama gadis itu, ia meninggal karena sakit yang tak dapat disembuhkan. Tetapi hari ini mereka mendengar suara musik yang sangat keras berasal dari rumah Marta seolah-olah kedua orang tua si gadis lupa kalau anak gadisnya baru saja meninggal dunia.
Maka mulailah warga menggunjingkan Mama Marta. "Dia itu perempuan suanggi," kata orang-orang itu. Mereka bilang dialah yang membuat putri penjahit di Air Putih menjadi mayat bidup yang hilang akal. Lalu dialah yang membuat suami Mama Lea meninggal. Dia jugalah yang membat Basri putra kebanggaan desa menjadi gila lantaran iri dengan prestasi Basri yang amat membumbung tinggi.
"Jangan asal tuduh. Apa buktinya jika wanita itu seorang suanggi." Wanita penjual sirih menegur temannya yang berjualan pinang. "Hampir seluruh warga melihatnya selalu keluar rumah hanya malam hari saja. Entah itu menyapu halaman rumah, menimba air, menanam benih di ladang, atau membeli sembako. Di siang hari ia tidur pulas di kamarnya tanpa busana dan menguraikan rambut panjangnya yang sanga lebat," tutur penjual pinang itu panjang lebar.
"Ah dari mana kau tahu cara tidurnya itu?" Pria pedagang tembakau di lapak sebelah bertanya penuh rasa penasaran. "Kau lupa ya saat Maria sakit keras dan dikunjungi oleh Pak Mantri. Orang pintar itu melihat bahwa kehidupan mamanya Maria itu tak wajar. Karena itu dia menceritakannya padaku." Si penjual pinang menjelaskan panjang lebar.
Kematian Marta menggemparkan desa Air Putih karena kemisteriusannya. Gadis itu dikenal sebagai gadis yang baik hati, ramah, dan memiliki prestasi membanggakan di sekolah. Tetapi, Marta sakit-sakitan dan badannya sangat kurus. Menurut kabar yang beredar ketika para dokter di rumah sakit memeriksa tubuh Marta, tak ditemukan penyakit apapun dalam dirinya. Ditambah lagi sering terdengar jeritan Marta yang kesakitan diduga disiksa oleh Sang Mama.
Warga desa tak tahan lagi mereka segera mendatangi rumah orang tua mendiang Marta dan berniat megusir pasutri itu. Malam purnama itu menjadi saksi kebrutalan warga desa Air Putih yang mengaku beradab itu. Mereke menggedor pintu rumah dan memaksa tuan rumah untuk keluar. "Jangan sembunyi!!! Ayo pertanggungjawabkan perbuatan kejimu itu!" Ketua RT berteriak keras. Karena yang dicari tak kunjung muncul mereka mendobrak pintu dan masuk tanpa permisi di rumah bebak yang tak bisa dibilang mewah itu.
Setelah mengitari rumah dan mencari ke semua ruangan mereka tak juga menemukan dua orang itu. "Kemana mereka?" Warga bertanya-tanya. Lalu berusaha mencari ke seluruh halaman rumah sampai di kandang ternak pun tak ada tanda-tanda keberadaan Bapak dan Mama dari mendiang Maria. Karena lelah dan tak bertemu dengan target yang dituju, warga desa pun kembali ke rumah masing-masing dengan perasaan dongkol yang masih mengganjal.
Suasana sekitar rumah sudah sepi. Bapak Maria pun keluar dari lubang persembunyiannya sebelum memastikan istrinya baik-baik saja. Ia keluar dari terowongam bawah tanah yang digali di bawah tempat tidurnya. Hatinya sedih sekali menerima kenyataan ini. Dituduh sebagai suanggi, di kata tak sayang anak, dan kini ia dan istrinya akan diusir dari desa. Tetapi orang miskin seperti dia bisa melakukan apa? Mau membela diri itu tak mungkin sebab rumor tanpa bukti itu lebih dipercaya masyarakat ketimbang kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Bapak tua itu menangis. Sial benar nasibnya memiliki istri yang cacat mental dan anak yang sakit hingga meninggal. Andaikan masyarakat tidak dibutakan oleh takhyul pasti mereka lebih pintar lagi menghadapi situasi yang menimpa keluarga Maria. Pria tua itu kembali ke lubang bawah tanah menemui istrinya yang sedang tertawa terbahak-bahak tanpa sebab.
Pak Mantri tersenyum puas. Ia sangat senang karena sebentar lagi kedua orang tua Maria pasti angkat kaki dari desa Air Putih dan tidak menjadi sandungan lagi baginya. Dendamnya pada Bapak Maria sudah terbalaskan. "Dasar orang miskin tak tahu diri. Tak berpendidikan mau melawan seorang sarjana. Siapa suruh dia menggagalkan diriku yang akan menjadi kepala desa. Dana desa yang ada memang sewajarnya digunakan untuk mengembangkan klinik milikku. Pakai acara melaporkanku segala. Tau rasa kau sekarang," kata Pak Mantri yang jahat itu.
Pria terpandang yang tak punya nurani itu kembali mempengaruhi masyarakat untuk segera mencari orang tua Maria. "Begini saudara-saudara sebaiknya kita singkirkan mereka ke hutan agar desa kita menjadi aman sentosa tanpa ras takut akan kuasa gelap yang akan menyerang kita." Kata-katanya disengar para warga karena mereka yakin satu-satunya pria terpelajar di Air Putih ini pikirannya pasti benar.
Warga beramai-ramai kembali ke gubuk keluarga Maria kali ini mereka tak lupa memeriksa setiap sudut rumah dan akhirnya menemukan liang persembunyian bapak dan mama maria. Dengam tanpa rasa kemanusiaan merek menarik orang tua itu secara paksa dan memukuli mereka dengan balok yang ada. Ketika tubuh keduanya sudah babak belur para warga membawa mereka keliling kampung sambil meneriakan, "suanggi harus pergi! Suanggi harus dibuang! Manusia biadab yang tidak berguna!"
Setelah puas mengarak objek pelampiasan amarah itu warga desa menggiringnya menuju hutan tanpa memperdulikan bahwa tubuh yang tua itu sudah tak mampu berjalan dan luka-lukanya menganga. Dengan kasar mereka menyeret tubuh orang tua maria hingga beberapa akar tajam melukainya. Jerit kesakitan terdengar bagai musik yang merdu di kuping khalayak yang brutal itu dan membawa sukacita bagi mantri kejam provokator sebenarnya.
Begitu tiba di tengah hutan para pria yang menyeret keduanya mencampakan mereka dengan kasar dan menginjak hingga remuk tulang-tulangnya. Lalu meninggalkan dengan tanpa beban dua manusia yang sekarat menganggap apa yang dilakukan adalah pembelaan terjadao kebenaran. Para penyiksa itu menyebut diri pahlawan yang sudah membinasakana suanggi yang meresahkan masyarakat.
Tengah malam Pak Mantri yang kejam merasa kehausan. Ia segera menuju dapur untuk meminum air barang hanya segelas. Betapa terkejutnya ia melihat penampakan gaib yang sulit dipercaya. Dengan mata kepala sendiri ia melihat Maria berdiri di hadapannya dan menyeringai lebar. Hantu gadis yang malang itu mendekati Pak Mantri lalu berkata, "Mamaku bukan suanggi. Kaulah yang harus jadi suanggi!" Hantu itu menancapkan kukunya ke leher lelaki itu dan memberikan kekuatan gelap yang akan bersemayam selamanya di tubuh pak mantri yang kejam itu.