Trigger warning : suicidal thoughts.
.
Orang-orang bilang, Lee Donghyuck adalah definisi sempurna dari kata 'bahagia'.
Bibirnya seakan tidak pernah lelah untuk melukis senyum, pun derai tawanya terdengar begitu lepas; kau seperti dapat melihatnya bersinar, karena aura Lee Donghyuck memang secerah itu.
Namun, Huang Renjun jelas bisa melihat lebih dari itu.
Ketika orang lain akan beranggapan bahwa Donghyuck tidak pernah tersentuh oleh sakitnya luka batin, maka Renjun dapat menyaksikan punggung Donghyuck begitu rapuh hingga nyaris rubuh.
Rubuh, oleh semua pilu tidak kasat mata yang membebani pundaknya.
Dan ketika Donghyuck melepaskan tawa, hanya Renjun seorang yang mampu menemukan tangis di baliknya.
Kalau kau bertanya kenapa, Renjun sendiri belum menemukan jawabannya.
Tapi satu hal yang menjadi hipotesa dalam benaknya, yang katakanlah merupakan suatu hal mustahil, dan tentu saja diragukan kebenarannya.
Bahwa Huang Renjun, merupakan belahan jiwa Lee Donghyuck. Soulmate. Mereka yang terhubung oleh benang merah takdir.
.
.
.
Adalah ketika dalam perjalanan pulang dari sekolah Renjun menemukannya.
Wanita tua berjubah hitam, berdiri di sisi jalan dekat stasiun kereta bawah tanah. Awalnya Renjun mengernyitkan dahi, sedikit terheran atas penampilan wanita tua itu yang begitu mencolok, namun tidak ada siapapun yang menyadarinya. Orang-orang melewati wanita tersebut begitu saja, tidak berhenti walau sejenak untuk melirik.
Apa mungkin dia sudah lama di sana sehingga orang-orang mafhum? Renjun tidak tahu.
Atau mungkin itu adalah pengalaman supranatural pertama untuk Renjun?
Merinding oleh pemikiran yang kedua, Renjun berancang-ancang untuk lari. Tapi suara serak wanita itu kemudian menghentikannya.
"Anak muda, berhentilah."
Suaranya terdengar begitu jelas, kendati jaraknya dengan wanita itu terpaut cukup jauh. Spontan, tungkai Renjun pun terhenti dengan sendirinya. Bola mata pemuda itu membeliak horor, melirik takut-takut pada sosok wanita tua yang kini menatapnya lurus. Dan tahu-tahu, wanita tua itu sudah berada di hadapannya. Renjun nyaris saja berteriak.
"Kau anak muda yang polos dan bersih. Aku akan memberi satu keistimewaan padamu."
=***=
Renjun pikir, keistimewaan yang dimaksud wanita tua itu adalah memiliki kemampuan supranatural seperti teleportasi atau telekinesis.
Tapi ternyata, ia diberi kemampuan unik untuk mengetahui siapa soulmate-nya, yang mana membuatnya hampir mendengus geli, sekaligus penasaran dalam waktu yang bersamaan.
Katanya, ketika kau bertemu soulmate-mu, kau akan mendengar suara pikirannya.
Sungguh menarik, tapi Renjun tidak terlalu menganggapnya serius, ia bahkan hampir lupa pada wanita tua aneh yang memberikannya kemampuan itu.
Sampai esok harinya, ia mendengar suara Lee Donghyuck dengan begitu jelas di telinganya, saat jam istirahat kelas berlangsung. Padahal, posisi duduknya dengan Donghyuck cukup jauh.
Lee Donghyuck tengah bercengkrama dengan Jeno. Tertawa begitu lepas hingga matanya tenggelam, dengan tangan yang menepuk-nepuk punggung Jeno keras. Entah apa yang sedang mereka bicarakan.
Namun yang pasti, jauh berbeda dengan apa yang menggaung di telinga Renjun.
Karena di balik senyum cerahnya itu, Donghyuck sedang merencanakan kematiannya.
Ia merasa tidak diinginkan.
Ayahnya menganggapnya parasit. Seseorang yang kehadirannya sangat mengganggu.
Ia mengalami kekerasan, baik mental maupun fisik.
Apa yang ada dalam pikiran Donghyuck terlalu suram dan mengerikan, hingga tanpa sadar, Renjun sudah menitikkan air mata.
Maka, ketika senja tiba dan bel pulang sekolah berbunyi, Renjun berlari tergopoh-gopoh menyusul Donghyuck yang sudah berjalan menyusuri koridor sekolah. Tangan kanannya menggapai pundak Donghyuck dengan satu tepukan. Air matanya hampir menetes lagi saat mendengar suara hati Donghyuck, yang masih memikirkan rencananya untuk mengakhiri hidup.
Meski sempat kehilangan kata-kata saat Donghyuck menoleh dan menatapnya terkejut, pada akhirnya Renjun dapat menggerakkan lidahnya untuk berucap;
"Lee Donghyuck, kau indah! Matamu cantik, tawamu membuatku bahagia! Aku bersyukur atas eksistensimu di dunia ini!"
Dan bola mata Donghyuck melebar. Mulutnya terbuka sedikit, tapi tidak ada kalimat yang terucap dari sana.
Renjun berusaha melanjutkan perkataannya di antara napas yang berhamburan. "Maaf kalau aku terlihat seperti orang aneh dengan tiba-tiba mengatakan hal ini padamu. Tapi ... Terima kasih sudah bertahan sampai sejauh ini, Lee Donghyuck. Kau adalah orang yang hebat."
Setelahnya, Renjun tidak bisa lebih bersyukur lagi ketika mendengar isi pikiran Lee Donghyuck yang perlahan mengurungkan niatnya untuk bunuh diri.
Senyum tulus Donghyuck, yang disertai rona merah pada pipi dan siraman cahaya senja dari luar jendela, adalah satu hal yang amat membekas di ingatan Renjun kala itu.
Yang dapat Renjun lihat lagi delapan tahun kemudian, di depan altar, tepat seusai janji suci antara dirinya dan Donghyuck disuarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
draft; nct
FanfictionHanya kumpulan ficlet, prompt, atau draft yang tidak rampung dengan berbagai macam pair. silakan baca bila berkenan. edisi dibuang sayang. warn : bxb.