lovestruck • johndo

1.3K 135 35
                                    

Kim Doyoung, pemuda asal Korea Selatan. Bertempat tinggal di Kota Guri sebelum pindah ke Seoul saat namanya terdaftar sebagai salah satu mahasiswa di universitas Hanyang, kemudian berakhir menetap di sana. Menjalani hidup dengan normal. Jika dirangkum, rutinitas lelaki itu adalah makan, belajar, tidur. Tidur, belajar, makan. Rinse and repeat. Tidak ada yang anomali dari siklus kesehariannya.

Dan selama dua puluh satu tahun menjalani hidup, Doyoung tidak pernah mengalami hal yang dinamakan 'jatuh cinta'.

Atau mungkin, pernyataan yang lebih tepat adalah; ia tidak membiarkan dirinya terbawa oleh perasaan yang menurutnya merepotkan itu.

Doyoung selalu tidak habis pikir, kenapa orang-orang bisa merasa bahagia dengan keadaan terikat oleh orang lain? Menurut Doyoung, cinta hanya akan merenggut kebebasannya sebagai pribadi yang individualis.

"Kau ulang tahun tanggal berapa, Doyoung-ah?"

Kim Doyoung mengangkat sebelah alis, mengibaskan tangannya di udara saat salah satu teman kuliahnya bertanya demikian.

"Anggap saja ...," Doyoung menjeda dengan tawa pelan. "Aku tidak pernah dilahirkan."

Seruan protes dari temannya yang bernama Ten itu diabaikan oleh Doyoung. Kembali fokus pada buku mengenai filsafat yang dibacanya sementara Ten terus menggerutu.

Ah, jangan dulu berpikiran buruk. Ia menghargai, dan mengapresiasi kehadiran Ten dan yang lain sebagai temannya, sungguh.

Tapi ia tidak ingin teman-temannya itu menembus barir yang dibangunnya. Gelembung tak kasat mata yang dianggapnya sebagai zona nyaman.

Salah satunya, adalah tentang perayaan ulang tahun.

Ya, ketika orang lain senang akan perayaan ulang tahun yang diramaikan oleh banyak orang, Doyoung justru merasa risih. Ia lebih nyaman membeli kue untuk dirinya sendiri, merayakannya untuk diri sendiri di dalam apartemen sederhana miliknya, dan membeli hadiah untuk dirinya sendiri.

Atau mungkin bisa dianggap berdua. Jika kau menghitung juga anjing manis peliharaan Doyoung yang dinamai Loco.

Doyoung pun tidak merasa iri dengan suara gaduh yang bersumber dari tetangganya, merayakan ulang tahun super meriah dengan suara tawa serta nyanyian keras yang terdengar hingga unit apartemennya, sementara ia hanya sendirian di tengah ruang makan, menatap puas kue ulang tahun yang ia buat sendiri, sebelum meniup lilin berbentuk angka 22 bersama Loco yang mengerjap polos di sampingnya. Begitu saja, Doyoung sudah cukup bahagia. Justru bukankah lebih bagus, karena ia tidak perlu membagikan kuenya pada siapapun?

Pula, ia tidak pernah meringis sedih kala mendapati dirinya diapit oleh banyak pasangan kekasih yang memadu cinta di dalam bioskop. Sama sekali tidak ambil pusing dengan suara kecapan basah dari pasangan di samping kirinya, atau pasangan lain yang berpelukan intim di sisi kanannya. Hanya fokus pada film yang tengah diputar, dan seember besar popcorn di pangkuannya.

Doyoung bersyukur, malah. Ia tidak perlu melakukan hal menjijikkan seperti itu karena tidak memiliki kekasih.

Kim Doyoung bahagia dengan kesendiriannya. Ia merasa bebas.

Sampai suatu hari, ketika Seoul diguyur hujan deras, ia terjebak di depan gedung kampus karena lupa membawa payung.

Di sana, ia bertemu seorang pemuda. Lebih tinggi sekitar dua jengkal darinya, memakai kemeja kotak-kotak berwarna merah, dan membawa ransel hitam yang tersampir di salah satu bahu.

Mulanya Doyoung tidak peduli. Tapi saat pemuda itu merogoh saku celananya, kartu mahasiswa yang terjatuh dari sana dan menimbulkan suara saat menghantam lantai menarik perhatian Doyoung.

Maka, Doyoung meraihnya, memindai sejenak kartu tersebut kemudian menepuk pundak lelaki yang kini fokus terhadap ponselnya.

"Kau menjatuhkan ini," ujar Doyoung ramah saat pemuda itu menoleh padanya dengan alis terangkat.

"Oh, terima kasih!" seru pemuda itu. Kentara sekali ada rasa senang sekaligus lega tersemat pada kalimatnya.

Doyoung mengangguk sambil tersenyum. Lantas, matanya mengerjap bingung saat sebelah tangan lelaki itu terulur padanya.

"Mungkin ada baiknya kalau kita berkenalan?" Matanya tersenyum. Melengkung seperti bulan sabit saat lelaki itu berucap demikian. "Aku Seo Johnny. Boleh tahu namamu?"

Dan saat Doyoung menyambut uluran tangan itu, menjawab dengan tiga silabel dari namanya, Doyoung merasa waktu terhenti.

Ada yang aneh. Jantungnya berdebar kencang saat melihat senyum Johnny.

Tapi ... Menyenangkan.

draft; nctTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang