shattered • subtle!lumark

858 88 12
                                    

"Woah, aku senang bukan main!"

Mark Lee memutar leher, mengarahkan dua obsidiannya pada Wong Lucas yang saat ini menampilkan senyum cerah. Di tangannya terdapat ponsel dengan layar yang menyala, menampakkan halaman depan situs familiar yang juga tengah disanggahinya.

Dan tabel berisi daftar mahasiswa yang diterima di politeknik ternama di Korea, terpampang jelas di sana. Mark tahu bahwa alasan kurva di bibir Lucas terbentuk begitu lebar adalah karena lelaki itu menemukan namanya di sana.

Dan begitu pula dengan Mark.

Namun, Mark tidak bisa merasakan eksitasi serupa dengan milik Lucas.

Yang ia rasakan saat ini, hanyalah hampa.

"Jadi, setelah tiga tahun satu sekolah, sekarang kita sekampus pula?" Mark mendengus, namun begitu kentara dengan nada bercanda. "Malang sekali diriku, kupikir akhirnya telingaku bisa beristirahat dari mendengar ocehanmu."

"Aish!" tinju Lucas pada lengan Mark. "Bukankah kau seharusnya bersyukur kekasihmu ini bisa terus berada di sampingmu?"

Alis yang terangkat usil membuat Mark mengernyit jijik, kemudian tangannya mendorong wajah Lucas menjauh, menyuarakan cibiran keras dengan jemari yang mengaduk-aduk wajah di bawah telapak tangannya. "Kepedean. Ayo, pulang."

Lucas menyuarakan protes yang tidak koheren. Mencampakkan tangan Mark kasar, lalu beralih membawa lima digit jemari yang lebih kecil itu ke dalam genggamannya. "Anarkis, dasar," ucap Lucas dibarengi tawa.

"Hei, Luke?"

Mereka baru saja melangkah hingga melewati gerbang sekolah, tapi Mark yang menghentikan gerak tungkainya membuat Lucas menoleh dengan dahi mengernyit bingung.

"Kenapa?"

Lontaran tanya tidak segera disambut jawaban. Mark memilih untuk menatap ujung sepatu yang dikenakannya, membekukan atensinya di sana selama lima detik, sebelum mengangkat pandangan dan mempertemukannya dengan milik Lucas yang menuturkan rasa penasaran.

"Untuk tiga tahun ke depan," Mark meneguk ludah, berusaha menelan rasa tercekat pada tenggorokannya. Genggamannya pada tangan Lucas mengetat, matanya dikerjapkan guna menepis likuid yang hendak mengalir.

"Untuk tiga tahun ke depan, tolong bantu aku melewati semuanya."

Membantunya menyalakan kembali api harapan yang telah padam.

"Dan tolong katakan, bahwa aku akan baik-baik saja."

Karena Mark tidak tahu, apakah ia masih sanggup berfungsi dengan angan yang telah mati.

"Kau akan baik-baik saja, Mark." Ibu jari Lucas memberinya usapan menenangkan pada tangannya yang digenggam. "Nanti, tiga tahun lagi kita akan lulus dengan senyum bangga karena berhasil menyandang gelar ahli madya."

Tapi, perkataan Lucas tidak bisa membawanya pada rasa tenang.

Mark sudah jatuh terlampau dalam pada kubang keputusasaan. Menyaksikan mimpinya terbunuh oleh hujaman penolakan sang orangtua, kala ia menyuarakan keinginannya untuk melanjutkan sekolah dengan mengambil bidang studi yang ia inginkan.

Kini ia terjebak.

Dan entah apa yang akan ia lakukan untuk bisa bertahan. Menyeret raga dan perasaan untuk mencapai gelar yang sama sekali tidak pernah tercetus di benaknya.

End

Mark itu aku. Empat tahun yang lalu. Ehehe. Dan meski aku ngga menyesal dengan pilihan orangtua (toh aku juga tetep suka jurusan yang dipilih ortu), tapi aku masih nyimpen sakit hati sampai sekarang. Ngebayangin kalo aja waktu itu aku bisa ngisi formulir snmptn sama bidang yang aku pengen. Ikut bersaing sama orang-orang yang punya minat sama di sbmptn. Terus diterima. Hiks.

Pokoknya, semangat buat kalian para calon mahasiswa! Selamat berjuang! ❤️❤️

draft; nctTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang