Begitu jam kerja berakhir, Diandra bergegas membenahi meja kerjanya. Ia ingin cepat-cepat segera menemui Maria yang sudah dua hari tak masuk ke kantor. Sahabat Diandra itu jatuh sakit hingga harus izin dari pekerjaan. Dari kemarin Diandra memang berencana untuk menemui Maria di rumahnya. Tapi tugas dari senior menahan gadis itu untuk keluar kantor lebih awal. Jadilah ia baru bisa menemui Maria hari ini.
Dua hari tanpa kehadiran Maria, Diandra merasa kesepian. Biasanya keseharian gadis itu selalu diramaikan dengan kecerewetan Maria. Meski ada rekan kerja lainnya, namun tanpa Maria semua terasa berbeda. Terlebih lagi dua hari ini pun Diandra tak melihat kehadiran Shaun sekalipun. Membuat hari Diandra makin terasa sunyi. Meski hanya mampu melihat sosok Shaun dari jauh, itu lebih dari cukup memberi semangat untuk Diandra bekerja.
Setelah memastikan tak ada pekerjaan yang tertinggal, Diandra bergegas menuju basemen di mana mobilnya terparkir. Bukan tanpa sebab gadis itu membawa mobil ke kantor. Itu belakangan ini kedua kakak lelakinya tak bisa menjemput Diandra. Sedang Maria juga sedang absen dari kantor. Jadilah ia membawa mobil milik mamanya yang memang sudah biasa Diandra gunakan.Baru saja Diandra tiba di depan mobil, matanya menangkap sebuah pemandangan yang membuat jantungnya kembali hampir copot. Bukan ingin menjadi penguntit, tapi pemandangan tak pantas itu tersaji di depan matanya. Membuat tubuh Diandra membeku seketika.
Di dalam mobilnya yang terparkir tak jauh dari milik Diandra, Shaun tengah mencium seorang wanita dengan begitu intim. Keduanya seperti tak bisa lagi menahan hasrat hingga tak memikirkan bahwa mereka masih berada di basemen. Tak ingin melihat lebih jauh lagi, Diandra segera masuk ke mobilnya. Menyalakan mesin dan segera melarikan diri dari tempat tersebut.
Selama perjalanan menuju rumah Maria, otak Diandra berulang kali memutar kejadian yang baru saja disaksikannya. Beberapa kali gadis itu berusaha menyingkirkan gambaran tersebut dengan menggelengkan kepalanya. Tapi tetap saja, kejadian laknat itu masih membayangi benaknya.
Bukan Diandra terkejut mendapati hal tersebut. Hanya saja ia begitu tak menyangka jika dengan mata kepalanya sendiri yang akan menyaksikan adegan itu. Seketika dada gadis itu terasa sesak. Seakan ia merasa terkhianati. Padahal ia dan Shaun tak memiliki hubungan apapun.
"Ini ya namanya sakit tapi tak berdarah?" keluh Diandra kala mobil berhenti saat lampu menyala merah.
Mata gadis itu memandangi sekeliling jalanan. Hingga tatapannya tertumbuk pada sepasang kekasih yang tengah berboncengan mesra di atas motornya. Kedua sejoli itu tampak bercengkerama sembari menungu lampu berubah hijau. Membuat Diandra meringis miris. Mengasihani dirinya yang menyedihkan.
"Sial amat sih, Di. Jatuh cinta kok sama..."
Diandra tak sempat melanjutkan ucapannya karena dari arah belakang bunyi klakson sudah bersahutan. Gadis itu menggeram kesal. Menyumpah serapah para pengemudi di belakang sana yang tak sabar. Kemudian melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Beruntung kemampuan mengemudi Diandra cukup mumpuni hingga gadis itu bisa tiba di rumah Maria dengan aman.
"Maria..." teriak gadis itu begitu menginjakkan kaki di rumah sahabatnya. Namun saat melihat Bi Pon yang menyambutnya membuat Diandra meringis malu. "Maria di mana, Bi?"
"Mbak Maria ada di kamarnya, Mbak Didi."
"Yang lain ada di rumah?" tanya Diandra lagi.
"Bapak sama Ibu mungkin pulang telat. Kalau Mas Brian baru pergi dijemput temannya."
"Kalau gitu aku ke kamar Maria dulu ya Bi."
Wanita paruh baya yang sudah bekerja bertahun di keluarga Maria tersebut hanya mengangguk. Diandra pun melanjutkan langkahnya ke kamar Maria. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Diandra langsung masuk ke kamar tersebut. Membuat Maria yang tengah menonton drama di laptopnya terlonjak kaget.
"Didi! Bangke lo ya, ngagetin gue aja!" teriak Maria seraya melemparkan sebuah boneka ke arah Diandra. Tapi dengan sigap gadis itu menangkisnya hingga boneka malang tersebut tergeletak mengenaskan di lantai."Maria, aku mau bicara serius sama kamu."
Mendengar nada suara Diandra yang tak biasa membuat Maria tahu sahabatnya itu ingin membicarakan hal yang benar-benar serius. Maria segera menyingkirkan laptop dari hadapannya. Dan memasang sikap siap mendengarkan.
"Mau cerita apaan sih, Di?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Abstrak
RomanceJatuh cinta punya banyak rupa. Bahkan mungkin yang tak dapat dijelaskan bentuknya.