Abstrak 7 - Sakit Hati Sepaket Dengan Jatuh Cinta

8.2K 1.1K 54
                                    

“Saya cinta sama Bapak!”

Satu kalimat itu tak hanya membuat Shaun yang membeku. Tapi juga Diandra. Karena tak menyangka bahwa ia akan seberani itu mengungkapkan. Dunia keduanya sama-sama berguncang di detik pengakuan Diandra. Tapi gadis itu tak akan menarik lagi ucapannya. Ia akan mempertanggung jawabkan semua yang Diandra katakan. Sekalipun mungkin Shaun akan menyebutnya gila. Atau menolaknya dengan terang-terangan. Tapi Diandra tak akan menyerah sebelum berjuang. Dan itulah yang kini ia lakukan.

“Kamu sadar dengan yang kamu katakan, Diandra?” Shaun mencoba mengintimidasi gadis itu.

Tapi bukannya gentar, Diandra makin menunjukkan keseriusannya. Ia menatap lantang pada Shaun. Tak akan terpancing dengan nada intimidasi dan tatapan tajam pria itu.

“Saya serius. Saya cinta sama Bapak. Dan saya nggak akan tarik ucapan saya.”

“Diandra, kamu...”

Shaun kehabisan amunisi untuk menghadapi gadis muda di depannya ini. Pria itu meremas rambutnya kemudian menjatuhkan diri pada sofa. Menarik napas dalam untuk menetralkan persasaannnya. Jujur saja Shaun merasa terkejut. Tapi juga bahagia dengan pengakuan gadis itu. Andai tak memikirkan banyak hal, mungkin detik itu juga Shaun akan memeluk dan mencium Diandra hingga gadis itu kehabisan napas. Tapi Shaun tidak melakukannya karena begitu banyak hal yang harus dipertimbangkannya.

“Pak Shaun, are you okey?” tanya Diandra dengan nada lirih.

No, i’m not!” desis Shaun.

Bagaimana mungkin dia akan baik-baik saja setelah menghadapi hal seperti itu dalam hidupnya. Pernyataan cinta dari gadis bau kencur yang bahkan sangat pantas menjadi putrinya.

“Kalau begitu, boleh saya minta minum? Saya haus.”

Shaun menegakkan kepalanya. Wajahnya menatap putus asa pada Diandra. Gadis itu, setelah mengacaukan sistem sarafnya. Kini dengan mudah malah meminta diberikan air minum karena haus. Sebenarnya seperti apa aslinya Diandra itu?

“Kamu bisa jalan ke dapur dan ambil apapun yang kamu mau,” ucap Shaun sembari menunjuk ke arah dapur.

Diandra kemudian melangkah ke arah dapur. Meninggalkan Shaun yang kini menyandarkan kepalanya pada punggung sofa. Pria itu merasa penat kala berhadapan dengan Diandra. Bahkan ketika harus mengurus masalah pekerjaan saja, Shaun tak pernah merasa sepenat ini. Gadis bernama Diandra itu memang luar biasa.

Diandra tiba dengan sebuah nampan. Gadis itu membawakan segelas air jeruk dan potongan buah yang Diandra kupas di dapur tadi. Menyadari apa yang dilakukan gadis itu makin membuat Shaun bingung.

“Untuk apa itu?” tanya menunjuk ke arah nampan di atas meja.

“Untuk Pak Shaun. Sepertinya Bapak butuh minuman untuk menyegarkan kepala.”

Wajah polos gadis itu benar-benar laksana penyihir yang siap menebarkan mantra pada sang mangsa. Shaun benar-benar tak punya cara untuk menghadapi Diandra. Tak mungkin juga pria itu berlaku kasar dan kurang ajar padanya. Yang bisa pria itu lakukan hanya meneguk air jeruk dingin itu hingga tandas. Kemudian menghentakkann gelas kosong kembali ke tempatnya.

“Pak Shaun marah?” tanya Diandra yang mulai merasa tak enak hati karena sikap Shaun yang sepertinya marah pada gadis itu.

Lebih dari marah sebenarnya Shaun justru sedang menahan diri. Diandra adalah satu ujian berat baginya. Shaun dan segala kebebasan hidup dan akalnya berusaha keras untuk tak terpancing hasratnya pada Diandra.

“Kalau kamu tidak punya keperluan apapun lagi, lebih baik kamu pulang,” usir Shaun secara halus.

Diandra menatap lama pada Shaun. Tak adakah sedikit perasaan pria ini terhadapnya. Setelah Diandra menjatuhkan harga dirinya dengan mengakui cintanya pada Shaun. Kini pria itu dengan mudahnya meminta Diandra untuk pulang. Sisi melankolis Diandra sepertinya akan keluar lagi.

Abstrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang