Makanan malam sederhana sudah terhidang di meja makan. Hanya tersedia nasi, tumis sayuran dan ayam goreng. Namun begitu saja sudah membangkitkan selera makan Diandra. Terlebih semua makanan itu adalah hasil olahan tangan Shaun. Membuat gadis itu tak bisa menahan senyumnya sejak tadi.
Shaun sendiri hanya menggelengk kecil. Ia tahu sejak tadi Diandra tak henti tersenyum. Entah itu karena Shaun yang mulai menerimanya. Atau karena pria itu mau memasak untuknya.
Selama proses memasak Shaun terus berpikir, inikah jalan terbaik bagi mereka. Jujur, Shaun lelah harus terus berbohong pada hatinya. Ia juga tak munafik bahwa ia tertarik pada Diandra. Terlebih pada kegigihan gadis itu dalam menunjukkan perasaannya. Membuatnya lelah untuk menghindar. Dan akhirnya ia sampai pada satu kesimpulannya sendiri.
“Masakan kamu enak.”
Shaun berhenti menyuap. Pria itu meletakkan sendok dan garpu di piringnya. Kemudian menatap tajam ke arah Diandra.
“Kamu?” tanya Shaun.
Diandra berhenti mengunyah. Gadis itu melakukan hal yang sama dengan Shaun. Meletakkan peralatan makannya di piring. Sebelum menjawab.
“Iya. Kamu. Memangnya kenapa?”
“Saya itu atasan kamu, Diandra. Dan saya jelas lebih tua dari kamu.”
Diandra berdecak kesal. “Kamu... atasan saya kalau di kantor.”
Diandra bosan dengan Shaun yang terus mengingatkan tentang perbedaan umur mereka. Tanpa perlu dikatakan berulang-ulang ia juga tahu bahwa Shaun jauh lebih tua darinya. Tapi ia tak peduli. Baginya Shaun adalah pria yang dicintainya. Dan Diandra tak akan menyertakan embel-embel ‘Bapak’ jika mereka berada di luar kantor. Terlebih dengan penerimaan Shaun saat ini padanya. Bukankah ia boleh berharap jika Shaun sudah melunak padanya.
“Habiskan makanan kamu.”
Shaun menyerah. Ia kembali fokus pada makanannya. Begitu juga Diandra. Ketika mereka sudah menyelesaikan makan malamnya, gadis itu berinisiatif untuk mencuci peralatan makan mereka. Sebagai ucapan terima kasih karena Shaun sudah mengizinkannya makan malam. Setelahnya ia menyusul Shaun yang sudah berada di ruang televisi.
Rasanya ia ingin melonjak kegirangan ketika mendapati Shaun yang sudah duduk dengan tenang di sofa ruang tv. Pelan-pelan Diandra mendekat dan duduk di samping pria itu. Namun Shaun sama sekali tak menggubris kehadirannya. Seolah Diandra makhluk tak kasat mata. Membuat gadis itu mencebikkan bibir karena Shaun lebih perhatian pada tayangan tv dibandingkan dirinya.
“Aku mau pulang!” ucap Diandra tiba-tiba. Namun tak ada reaksi apapun dari Shaun.
Gadis itu pun kembali mengerang kesal. Ia berdiri tergesa dan berniat pergi. Tetapi gerakan tangan Shaun lebih cepat menahan Diandra. Hingga gadis itu kembali duduk di sofa.
“Nanti saya antar.”
Jelas bukan jawaban santai seperti itu yang ingin didengar Diandra. Ia ingin mendengar Shaun membahas tentang hubungan mereka sekarang. Jika pria itu berniat mempermainkannya, Diandra bersumpah ia akan membuat Shaun menyesal. Entah bagaimana caranya.
Beberapa saat Diandra memilih duduk diam di samping Shaun. Tapi kesabaran gadis itu tak sebanyak yang dimiliki Shaun. Tanpa peringatan Diandra lantas mengambil remote dari meja kopi di depan mereka dan mematikan tv. Hingga Shaun kini mengalihkan tatapan padanya.
“Kita ini apa sekarang?”
Katakan Diandra gadis tak tahu malu. Tapi ia tak akan menarik kembali semua yang sudah ia ucapkan. Sebut ia gadis nekat dan tolol. Tapi hal itu tak akan pernah memundurkan langkahnya untuk mendapatkan kepastian dari Shaun.

KAMU SEDANG MEMBACA
Abstrak
Storie d'amoreJatuh cinta punya banyak rupa. Bahkan mungkin yang tak dapat dijelaskan bentuknya.