Menjauh dari Shaun, Diandra segera mengubungi Maria. Ia meminta pada sahabatnya itu untuk memintakan izin padanya tak masuk kantor hari ini. Diandra tak sanggup rasanya bekerja dengan kondis yang jauh dari kata baik.
Maria sendiri tahu ada yang aneh dengan gadis itu. Tapi ia memilih bungkam untuk saat ini. Ia meluluskan saja permintaan Diandra. Dan berjanji sore nanti akan menemui gadis itu. Untuk mencari tahu apa yang terjadi padanya.
Gadis itu menghentikan motornya di taman kota. Suasana pagi yang tak begitu ramai membuat Diandra merasakan sedikit ketenangan. Ia memarkirkan kendaraannya kemudian menjauh ke lokasi taman yang jauh dari jalan utama. Sampai ia menemukan sebuah bangku kayu di bawah pohon rindang.
Diandra menyandarkan tubuh pada bangku taman. Kepalanya menengadah dengan wajah menatap langit yang terhalangi dedaunan. Dadanya sesak. Tapi entah mengapa belum ada setetes airmata pun yang mengalir. Mungkin Diandra terlalu lelah menangis. Atau memang ia sudah mengantisipasi hal seperti ini.
Ia pun tahu. Tidak akan mungkin Shaun yang menyetujui menjalin hubungan dengannya langsung berubah seratus persen. Kebiasaan lama tak akan mungkin hilang dalam semalam. Harusnya Diandra tahu itu. Ia kecewa, tapi tak ada yang bisa Diandra lakukan.
Atau mungkin ada?
Shaun yang terbiasa menghabiskan waktu dengan para wanita. Tak mungkin pria itu bisa menghentikan kesenangannya hanya karena seorang Diandra. Godaan itu terlalu berat bagi Shaun. Tapi bukankah pria itu berjanji bahwa tak akan ada wanita lain selain Diandra.
Tiba-tiba selintas pemikiran hadir di kepalanya. Apa jika Diandra bersedia tidur dengan Shaun, pria itu tak akan mencari wanita lain?
Namun cepat-cepat Diandra mengenyahkan pikiran tersebut. Ia tak mungkin melakukannya. Jika ia berani berbuat begitu, maka apa yang akan terjadi pada kedua orang tuanya. Kedua kakak lelakinya sudah pasti akan murka. Tak menutup kemungkinan jika mereka akan membuat perhitungan pada Shaun. Meski ide gila itu datangnya dari Diandra. Dan juga, ia belum sanggup mellihat kedua orang tuanya hancur dengan mengkhianati kepercayaan mereka.
“Sissy...” teriakan seorang gadis kecil mengejutkan Diandra.
Gadis itu segera menegakkan tubuhnya. Terlihat seorang anak yang mungkin berusia 10 tahun tengah kebingungan. Sesekali gadis itu meneriakkan nama Sissy. Hingga ketika gadis itu kecil itu menghampiri Diandra.
“Tante lihat kucing putih di sekitar sini?” tanya si gadis kecil.
Diandra menggeleng. “Enggak.”
Wajah anak itu perlahan mendung. Membuat Diandra tak tega. Ia pun berdiri kemudian mengulurkan tangannya pada si gadis kecil.
“Apa?” tanya anak itu bingung.
“Ayo cari Sissy sama-sama. Tante bantu.”
Perlahan wajah manis itu kembali cerah. Ia menyambut uluran tangan Diandra. Bersama mereka mulai mencari keberadaan kucing bernama Sissy. Tak sia-sia pencarian mereka. Karena keduanya berhasil menemukan Sissy di bawah sebuah bangku taman yang letaknya berseberangan dari tempat Diandra duduk tadi.
“Makasih ya Tante. Sudah bantuin Fika cari Sissy,” ucap gadis kecil itu sembari mengelus Sissy di pangkuannya.
“Sama-sama. Jadi nama kamu, Fika?” tanya Diandra kemudian.
Fika mengangguk. “Iya. Ini namanya Sissy. Ayo Sissy, kasih salam sama Tante ...”
“Diandra. Kamu bisa panggil Tante Didi.”
“Tante Didi,” ulang Fika mengikuti ucapan Diandra. Keduanya tersenyum satu sama lain. Kemudian larut bermain bersama Sissy.
“Fika sama siapa di sini?” tanya Diandra akhirnya. Ia penasaran sejak tadi mengapa ada anak kecil berkeliaran di taman. Dan lagi, mengapa Fika tak berada di sekolah seperti anak lain di jam seperti ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Abstrak
RomanceJatuh cinta punya banyak rupa. Bahkan mungkin yang tak dapat dijelaskan bentuknya.