Chapter 1 || Nostalgia

112 12 2
                                    

Si lensa tebal adalah  panggilan termanis untuk sang dosen killer.
***

"Baik,kelas selesai... Laporan grafik statistika, dikumpulkan tanggal 24 September di dalam map berwarna hijau. Setiap kalian bertanggung jawab atas laporan masing-masing yang akan dipresentasikan awal Oktober nanti. Saya harap tidak ada diantara kalian yang mengacaukannya... Selamat siang!" Sang Dosen menutup pertemuan yang singkat lalu keluar dari kelas yang menyebalkan.

"Huft,," Valiant mengumpat.

"Akhirnya bisa napas juga Gue!" desah Betty.

"Ngapain nih guys,buang-buang waktu di kandang kambing gini! Ngga guna sumpah!" Betty mendengus kesal.

"You know what guys? Dari dulu gue  benci banget sama tatapan si lensa tebel!" timpal Candra. Si lensa tebal adalah panggilan termanis untuk sang dosen killer.

"Lo benci karna dia nolak lu kan?" celetuk Betty seraya menaik turunkan alisnya.

"Gue pikir dia cuma mahasiswa recehan kaya mantan-mantan gue! Eh,ternyata dia dosen... Mana sinis lagi!" elak Candra

"Jujur,dia cantik" desis Gery berbinar. Ia memandang keluar jendela. Entah apa yang dilihat oleh pria indigo ini.

"Bener tuh,Bro!.. Ga jauh beda dari umur kita. Cuma ga atau empat tahunan lah!" Dani menambahkan.

"Dani!! Lo suka dia yaaa? Gue ngga nyangka lo jatuh cinta semudah ini... Ngambek Ah!" Angela menjerit dan bergelayut manja di lengan Dani.

"Jangan deket-deket lu,Buntut bebek! Gue Angelatofobia" Dani menyingkir dari Angela yang tatapannya seakan ingin mengunyahnya 32 kali hingga lumat.

"Fobia apaan tuh?" Gery mengerutkan alisnya.

"Fobia sama Angela!" Valiant terkekeh.

Semua ikut tertawa setelah melihat wajah cemberut Angela.

"Guys,cabut kuy! Gua traktir..." Ajak Betty.

***

"Nak,usiamu sudah hampir di penghujung seperempat abad... Kapan kau akan mengenalkan teman lelakimu pada ibu?" Tanya Tania sambil membawa dua cangkir coklat panas ke ruang tamu.

"Aku belum punya,bu" ujar gadis berkulit kuning itu seraya meletakkan tas laptopnya.

"Kau ini sudah bekerja,cita-citamu sebagai pakar matematika sudah terwujud. Bahkan kau jauh lebih cantik dari anak teman-teman ibu yang sudah menikah... Mengapa kau tidak memilih salah satu dari rekan kerjamu untuk kau jadikan pendamping hidupmu?" Tania mendekatinya.

"Aku belum memikirkan itu..." ujarnya sambil menyeruput coklat panas.

"Ibu tidak ingin kau menjadi perawan tua... Itu hal menyakitkan bagi wanita sepertimu,cepat-cepatlah kau berfikir soal ini..." Tania mengusap punggung anaknya.

If Tomorrow Never ComesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang