Menyadari
Deva pergi ke kamarnya yang ada diatas untuk membawa ponselnya. Setelah membawanya Deva menuju ruang keluarga. Deva menyalakan TV dan memindahkan Chanel yang menurutnya seru.
Deva membuka ponselnya. Ada beberapa pesan masuk dari Lea dan beberapa temannya. Deva lebih memilih membuka pesan dari Lea terlebih dahulu dan membacanya.
Dev, Lo udah pulang.
Kok Lo gak balas sih. Jangan bikin gue khawatir.
Kata Fahri Lo udah pulang.
Lo udah tidur. Bangun baru juga jam segini.
Dev, Lo udah beneran tidur?
Jawab apa. Bukannya tidur. Eh kan Lo lagi tidur gak mungkinkan jawab pesan gue. Bego gue.
Woii dasar kebo molor. Kebo molor. Lo itu pastes deh kayak kebo molor.
Kesel gue lama lama.
Tau ahh. Gue nyerah. Kalau Lo bangun langsung telepon gue.
Deva tertawa melihat pesan dari sahabatnya. Deva memang sudah janji agar memberi kabar pada Lea ketika sudah sampai rumah. Tapi Deva lupa berkat kejadiaan kemarin dengan kakaknya. Deva menelepon Lea sesuai dengan isi pesan Lea terakhir. Baru panggilan pertama sahabatnya itu sudah mengangkatnya.
"Halo Dev. Lo Kemana aja sih gak balas chat gue. Lo mau bikin gue khawatir. Katanya janji mau ngabarin kalau Lo udah sampai rumah" Deva kaget dengan suara Lea yang begitu kencang dan membuat kupingnya sakit.
"Biasa aja kali. Sakit tau kuping gue" Deva mengusap kupingnya yang terasa sakit.
"Maaf hehehe. Habisan sih Lo gak nepatin janji Lo, gue khawatir tau. Untung gue nanyain sama Fahri"
"Ya gak papa. Tapi gue juga minta maaf gak bisa ngabarin Lo. Soalnya gue berantem sama kakak gue, jadi gue lupa deh"
"What? Apa? Lo berantem sama kakak Lo? Kenapa?" Deva mendengar suara Lea berubah menjadi cemas.
Deva menceritakan pada Lea semuanya. Tidak ada yang kelewat sama sekali.
"Kakak Lo gila. Cuman gara gara masalah itu kakak Lo hampir nampar Lo?"
"Iya. Gue juga gak tau kayaknya kak Radi lagi ada masalah"
"Benar juga sih. Tapi menurut gue itu gak wajar"
"Hemmm"
"Lo harus tau mengapa kakak Lo itu lakuin itu. Kata Lo sikap kak Radi hari hari ini berubah. Jadi pemarah"
Deva sempat menceritakan soal Radi yang berubah sikap pada Lea. Deva tidak bisa merahasiakan kehidupannya sekecil apapun dari Lea. Meskipun Deva tidak ingin menceritakan tentang kehidupannya, entah mengapa saat di dekat Lea, Deva tidak bisa tidak menceritakan apapun. Deva sudah menganggap Lea sebagai sodara kandungnya.
"Dev, Lo masih di sana kan?"
"Ah iya"
"Lo kenapa? Mending Lo sekarang jangan mikirin yang aneh aneh deh tentang kakak Lo. Sekarang itu waktunya senang senang. Hari libur ini Lo mau kemana?"
"Gue ya di rumah aja lah"
"Ah gak seru Lo. Jalan jalan aja yuk!"
"Gak bisa gue di suruh nungguin rumah sama kak Radi" terdengar hembusan kasar. Deva sebenarnya ingin jalan jalan, seperti ajakan Lea. Tapi Deva sudah janji untuk jagain rumah sampai Radi kembali. Hari ini setelah kemarin lelah menangis, Deva sejujurnya ingin menenangkan dirinya dengan keluar rumah. Mungkin untuk hari ini tidak mendukungnya. Deva harus menjaga rumah sampai Radi kembali, membuat Deva merasa bosan. Deva harus menahanya sampai Radi pulang.
"Lo masih mau maunya ya di suruh sama kakak Lo"
"Ya iyalah lah dia kakak gue. Gue itu harus patuh dong sama kak Radi"
"Yaelah sok sokan harus patuh. Ada maunya Lo. Gak mungkin kan? Lo patuh sama kakak lo"
"Hehehe kok Lo tau sih"
"Apa sih yang gak tau dari seorang Lea Michele pada Devania Putri"
"Ya ya ya..... Gue gak tau"
"Jahat Lo. Kesel gue ngomong gitu"
"Gak kok enggak. Bercanda. Lo kan sahabat gue. Yang selalu ada buat gue"
"Ehmm gue jadi terharu. Apa gue nangis aja ya?" Lea menirukan suara orang yang sedang menangis.
"Ih apaan Lo lebay deh" Deva geli sendiri mendengar suara Lea yang di buat buat
"Lebay lebay gini kan Lo sayang"
"Geli tau dengernya" tanpa di sadar Deva melupakan kejadian kemarin
"LEA SINI" itu bukan suara Lea. Deva tau kalau itu suara nyokap nya Lea. Deva sudah hapal dengan keluarga Lea.
"Udah di panggil tuh sama nyokap Lo"
"Gue juga tau malas aja gue, hari libur bukannya jalan jalan eh ini mala harus ngerjain rumah. Ya di suruh ini itu bikin bete tau. Untung dia nyokap gue, kalau bukan gak mau gue lakuin semua itu mending gue tidur istirahat. Enakkan?"
"Curhat Lo?"
"Ihhh tau ahh. Ya udah gue tutup dulu ya. Jangan kangen Lo"
"Idih, siapa juga yang kangen sama Lo"
"Lo kan, bakal kangen sama gue"
"Geer banget"
"Gak papa geer juga. Kan sekali kali"
"Males gue dengernya"
"Hahaha, lucu kan gue"
"Gak nyambung"
"LEA, KESINI CEPETAN. BANTUIN MAMA?!" Deva menjauhkan handphone nya dari telinganya. Pantesan saat Lea bicara suka kencang seperti toa, sama kayak mama nya. Anak sama nyokapnya sama sama saja. "IYA MA, BENTAR" untung Deva sudah menjauhkan handphone nya, jadi dia tidak akan sakit telinganya.
"Kebiasaan deh, suka teriak teriak"
"Hehehe. Emang udah kebiasaan, Deva" tawa Lea.
"Hehehe. Mala ketawa. Bukannya jangan di biasain"
"Ya gak papa lah, suka tau"
"Di kasih tau bukannya turutin, mala ngeyel"
"Devania Putri, bersabda"
"Tau ah. Sana. Kesian mama kamu dari tadi udah manggil manggil" usir Deva mengakhiri teleponnya.
Ternyata Deva baru menyadarinya. Deva tidak sendirian. Deva memiliki sahabat yang begitu sayang dan perhatian padanya. Mungkin mama dan Radi berubah, tapi tak ada yang berubah dari Lea. Lea tetap seperti dulu. Yang selalu ada buat Deva. Yang selalu menghiburnya. Sebenarnya Deva takut. Takut kalau nanti Lea berubah. Lea meninggalkannya. Lea tidak seperti dulu. Ahh apaan sih gak mungkin lah Lea berubah. Deva berusaha menghilangkan khalayan yang enggak enggak tentang Lea.
Aku gak mau kamu berubah. Cuman satu yang aku inginkan. Aku ingin kamu seperti ini, meskipun kita tidak tau apa yang terjadi untuk ke depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Together's
RomanceSejak kepergian papa, Deva merasa mama dan kak Radi berubah. Pekerjaan yang telah membuat mereka berubah. Dan di saat papa meninggal, kehidupan Deva berubah. Deva merasa sendiri. Tapi Deva sadar akan kehadiran sahabatnya, Deva tidak sendirian. Lea...