Episode 7

6 9 15
                                    

Sial

Menunggu terlalu lama ternyata membosankan. Sudah jam berapa sekarang? Deva membalikkan tubuhnya ke belakang yang ada di dinding untuk melihat sekarang jam berapa. Jam 09.36. Sudah lama. Menunggu hampir sekitar satu jam setengah. Hanya duduk di sofa panjang, menonton TV yang Deva tidak tahu ceritanya. Deva berdiri dari kursi untuk mengambil minuman. Ternyata menunggu lama dan duduk di sofa membuat tenggorokannya kering bahkan tubuhnya pun terasa sakit.

Deva lantas pergi ke dapur. Mencari minuman yang akan mengembalikan tenggorokannya menjadi segar kembali. Deva membuka kulkas. Tidak ada apapun? Deva menuju meja makan. Tidak ada? Deva berkeliling di dapur, semoga aja ada minuman. Tidak ada juga? Mengapa bisa? Radi tidak pernah membiarkan makanan atau minuman sampai habis di rumahnya. Atau jangan jangan Radi lupa. Berarti makanan yang tadi di makan adalah makanan terakhir.

"Kak Radi gimana sih masa gak ada makanan atau minuman sama sekali. Gak biasanya. Aneh?" Suara Deva semakin serak dan terasa sakit saat berbicara ketika tenggorokannya  kering.

Deva cepat cepat pergi ke warung untuk membeli makanan dan minuman agar tenggorokannya tidak terasa sakit. Deva membuka pintu, saat itu juga Radi berada di depan pintu. Deva tidak kaget. Deva hanya kesal. Tapi dia menyembunyikan kekesalannya, dia tidak mau berdebat dengan kondisi tenggorokannya terasa sakit.

"Kak Radi baru pulang" bahkan saat berbicara tenggorokannya semakin sakit dan suaranya memakin serak.

"Iya. Kenapa? Suara kamu kenapa?" Radi mengangkat sebelah alisnya saat tau suara Deva semakin serak. Perasaan saat tadi di tinggal suara Deva masih agak normal. Tapi kenapa sekarang jadi semakin serak?.

"Eh gak papa kok. Oh ya kak Radi gak beli minuman gitu. Deva haus. Kenapa gak ada minuman sama sekali? Tenggorokan Deva sakit. Deva ingin minum" dengan susah payah Deva mengatakannya. Dia memegang dan menekan lehernya agar tidak terlalu sakit saat berbicara.

"Kak Radi lupa. Beli aja di depan. Sekalian beli makanan" Radi merogoh sakunya, lalu memberikannya beberapa lembar uang. Deva mengambilnya.

Deva baru menyadari ternyata tidak hanya ada Radi, di samping Radi ada seorang cewek. Yang mungkin tingginya agak sama dengan Deva, tetapi masih tinggian cewek itu. Dengan rambut sebahu. Ketika tersenyum terdapat lesung pipi sebelah kiri yang terlihat semakin cantik. Radi menyadari bahwa Deva sedang melihat ke arah temannya. Radi langsung memperkenalkan Deva pada temannya itu.

"Dev, kenalkan ini teman kak Radi. Mitha"

Mitha mengulurkan tangannya. "Mitha" dengan masih senyumnya yang manis.

Deva membalas uluran tangan Mitha. "Deva, salam kenal kak Mitha. Kakak ini pacarnya kak Radi" deva juga memberikannya senyumnya.

Mitha terlihat kaget. "Eh bukan. Kakak temannya Radi"

"Ah masa. Gak mungkin lah kalau kak Mitha itu cuman temannya kak Radi. Karena kak Mitha itu orang pertama yang kak Radi bawa ke rumah" curiga Deva.

Mitha jadi salah tingkah dengan pertanyaan Deva. "Eng....eng....enggak kok aku beneran temannya Radi" Mitha menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

"Kalau kakak cuman teman, kakak gak usah gugup gitu. Gak papa kali kalau kalian pacaran, berarti kak Radi masih laku. Udah ah Deva pergi dulu ya kak Radi dan kak Mitha. Tenggorokan Deva sakit. Deva ingin cepat cepat minum agar tenggorokan Deva kembali segar" Deva menekan lehernya agar tidak terasa sakit. Lalu melambaikan tangannya pada mereka. Mitha merasa gugup sekaligus malu, Mitha menundukkan kepalanya. Di sisi lain Radi hanya menggeleng gelengkan kepalanya. Sikap adiknya yang tidak pernah berubah meski beberapa kali di sakiti olehnya. Radi jadi menyesal mengapa dia harus berubah seperti ini. Padahal Radi lebih suka dengan dirinya yang ceria, tidak seperti sekarang yang hanya bisa marah marah. Radi juga bersyukur karena Deva tidak berubah.

"Masuk aja yuk. Jangan dengarkan dia. Deva emang seperti itu" Radi mengajak Mitha masuk ke rumahnya. Radi berjalan duluan. Mitha hanya mengikuti nya di belakang. Mereka sekarang berada di ruang keluarga. Radi permisi untuk mengambil minuman. Ternyata benar yang di bilang Deva, tidak ada minuman atau makanan apapun semuanya kosong bahkan kulkasnya yang dulu selalu ada isinya sekarang tidak ada apapun. Radi hanya menunggu Deva pulang. Radi kembali ke ruang keluarga. Mereka mengobrol, tapi Radi tidak bertanya hanya menjawab pertanyaan yang di berikan Mitha.

••••


Deva pergi dengan berjalan kaki, karena toko tidak terlalu jauh dari rumahnya. Rasanya Deva sudah berjalan lama. Tapi Deva masih juga belum sampai. Tenggorokannya semakin sakit, apalagi sekarang cuaca nya panas. Deva berjalan agak cepat agar cepat sampai.

Keringat mengalir di dahi Deva. Rasanya lelah. Akhirnya Deva sampai juga di toko langganannya. Deva kecewa ketika melihat tokonya tutup.

"Ah, kenapa sih harus tutup. Panas banget lagi" suara Deva tambah parah. Bahkan saat bicara suaranya hampir tidak terdengar. Deva duduk di kursi yang ada di sebelah toko itu.

Setelah beristirahat cukup lama, Deva terpaksa berjalan kaki lagi. Deva pergi ke supermarket yang jaraknya lumayan jauh dari toko itu. Kalau tau tokonya tutup, mendingan Deva di antar sama Radi.

Deva langsung masuk, membeli minum dan makanan. Deva mengambil apa saja yang menurutnya enak. Tidak peduli harganya mahal. Deva sudah capek bila harus memilih milih terlebih dahulu. Deva membayar makanannya.

Ketika di luar Deva langsung minum. Rasanya lega. Sekarang tenggorokan nya sudah tidak kering lagi, tapi masih terasa sedikit sakit.

Deva terasa capek jika harus berjalan kaki lagi. Kakinya terasa pegal dan mungkin jika harus berjalan sampai rumahnya Deva gak bakal kuat. Tapi Deva harus bagaimana? Deva tidak membawa HP. Didaerah sini mana ada ojek. Gak ada yang di kenal untuk di jadikan tumpangan.

Deva memilih berjalan kaki lagi dari pada diam di sini terus. Deva memaksakan kakinya.

Saat beberapa meter lagi dari rumahnya. Deva sudah tidak kuat lagi, Deva ingin istiharahat sebentar. Namun saat membalikan badannya untuk duduk di kursi yang ada di sisi jalan, Deva merasakan kakinya dan lututnya tergores aspal. Membuat Deva meringis kesakitan. Seseorang telah menubruknya dengan kencang.

••••

About Together'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang