بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakkal.”
(QS. Al-Anfal, ayat 2)***
Sepuluh menit lagi adzan magrib akan dikumandangkan, senandung ayat suci mulai terdengar merdu menyapa gendang telinga Risa. Risa tahu siapa pemilik suara merdu itu, dia adalah Razan, saudara kembarnya yang kini tengah membaca Al Qur'an di masjid. Dulu ketika dia dirawat selama satu tahun di rumah sakit yang ada di Singapura Razan lah yang senantiasa menemaninya sambil membacakan Al Qur'an tepat di dekat telinga kanannya dan setelah selesai membaca Al Qur'an biasanya Razan akan mengecup pucuk kepalanya sambil berucap, "Kamu pasti akan segera sembuh. Kamu akan dapat kembali bertemu dengan sahabat baikmu. Siapa namanya?"
"Hana," dan hanya kalimat itulah yang dulu mampu Risa katakan.
Risa menundukkan wajahnya, setetes air mata membasahi pipinya saat dia memejamkan matanya. Dia tidak tahu apa arti ayat demi ayat yang kini tengah Razan baca namun entah kenapa dia menangis saat mendengarnya. Ayat-ayat itu menyentuh kerelung hatinya.
Tak lama setelah bacaan Al Qur'an berhenti kumandang adzan mulai menyapa pendengaran Risa. Risa bergegas melaksanakan salat qabli'ah magrib saat adzan telah selesai dikumandangkan, setelah salat sunah qabli'ah Risa menengadahkan tangannya ke atas langit. Dia tidak akan menyia-nyiakan waktu dimana Allah membuka pintu langit lebar-lebar untuk menyambut permohonan hambanya.
"Ya Allah... Engkaulah dzat yang maha membolak-balikkan hati, hamba mohon berilah hidayah kepada sahabat terbaik hamba. Jangan Engkau palingkan hatinya dari-Mu. Tumbuhkan rasa cinta di hatinya, cinta yang Engkau ridhoi, cinta seorang hamba kepada Tuhannya. Maafkan hamba yang tak mampu menjadi sahabat yang baik untuknya..." Risa menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, tangis tak mampu dia bendung saat kata-kata Hana, sahabat terbaiknya kembali terngiang di telinganya.
"Kata maafmu tidak akan bisa mengembalikan apa yang telah hilang dariku."
***
Razan mendudukkan tubuhnya di samping Risa yang tengah menengadahkan kepalanya ke atas langit, memandang bulan dan bintang yang malam ini bersinar dengan begitu cantik.
"Bagaimana dia hari ini?"
Risa menoleh ke arah Razan, dia menghela napas panjang. "Sama seperti hari-hari kemarin. Dia terus menjauh saat aku dekati, sekalinya mendekat dia langsung memuntahkan kata-kata yang cukup menyakitkan padaku."
"Kata-kata menyakitkan seperti apa?"
"Aku bukan sahabat yang baik untuknya. Aku tidak ada di sampingnya saat dia membutuhkanku."
"Kamu sedang sakit saat itu, andai kamu tidak sedang sakit, kamu pasti akan selalu berada di sampingnya."
Risa kembali menengadahkan kepalanya. Berusaha untuk tidak menangis di depan Razan. "Kenapa aku harus sakit disaat dia tengah membutuhkanku? Andai aku tidak sakit kala itu aku pasti akan dapat terus berada di sampingnya. Dia tidak akan berubah, dia akan tetap menjadi Hana yang baik, Hana yang senang sekali menggunakan ghamis berwarna hitam dan merah, Hana yang akan selalu ribut merencanakan esok akan ikut kajian dimana, Hana yang akan selalu rajin mengingatkanku untuk mengikuti kelas tahsin sebelum kajian dimulai."
"Jangan menyalahkan dirimu."
Risa memejamkan matanya, giginya menggigit bibir bawahnya. "Entah kenapa sulit bagiku untuk tidak menyalahkan diriku sendiri. Aku ingin Hana kembali seperti dulu. Hanalah yang dulu tanpa lelah memintaku untuk memakai jilbab, dia selalu berkata padaku, surga itu terlalu luas bila hanya untuk ditempati olehnya, oleh karena itu dia ingin mengajakku untuk membangun rumah di surga..." Risa tak mampu melanjutkan ucapannya, tenggorokannya terasa sakit, matanya terasa memanas.
"Ceritakan semua yang kamu alami selama satu tahun belakangan ini kepadanya. Kamu pergi meninggalkannya bukan karena kamu ingin melakukan hal itu tapi karena kamu harus berjuang melawan penyakitmu."
Risa menggeleng. "Dukanya sudah terlalu banyak, aku tidak ingin menambah duka di hatinya. Dia pasti akan sangat sedih saat tahu kalau ternyata kini umurku hanya tinggal..."
"Kita harus segera masuk ke dalam. Angin malam tak baik untuk tubuhmu," ucap Razan cepat, memotong ucapan Risa. Dia beranjak dari duduknya, tangannya terulur ke arah Risa.
Risa meraih tangan itu, menggenggamnya dengan kuat. "Semoga saja sebelum waktuku habis Hana dapat kembali seperti dulu, bila pun Allah tak mengizinkannya, aku mohon padamu untuk melanjutkan perjuanganku. Aku ingin kembali bersahabat dengannya hingga kelak Allah mempertemukan kami di surga-Nya."
"Tugas kita sebagai hamba hanyalah mengingatkan bukan untuk merubah. Yang dapat merubah seorang hamba yang tak baik menjadi baik hanyalah Allah. Allah yang berkuasa atas hal itu," ucap Razan tegas.
Risa mengangguk lemah. Langkah kakinya mulai mengikuti langkah kaki Razan. Namun, tak lama langkah kakinya terhenti saat dadanya tiba-tiba terasa begitu sakit.
***
27 dhu'l-Hijjah 1440H
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rindu | END
Espiritual"Assalamualaikum, istriku," kalimat itu menyambut indra pendengaran Hana saat pintu kamar sudah sempurna terbuka. "Wa.. Waalaikumsalam.." lidah Hana terasa kelu, bahkan dia tak sanggup untuk mendongakkan wajahnya. Razan tersenyum, kedua tangannya me...