بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati pula”.
(QS Az Zumar : 30)***
Tante Elis, ibunda Risa memeluk tubuh bergetar Hana dengan sangat erat. "Ini yang terbaik untuk Risa. Sakitnya telah berakhir. Semoga Allah menempatkannya di tempat yang indah."
Hana mengangguk kelu. Setelah dapat mengkontrol tangisnya dia mendekat ke arah jenazah Risa yang sudah terbungkus kain kafan, namun bagian wajahnya masih dibiarkan terbuka. Di samping kepala Risa ada Razan yang tengah membaca surah Ar Rahman, surah favorit Risa. Sekilas dia tersenyum pada Hana. Matanya terlihat merah tanda kalau dia pun merasakan sakit yang mungkin lebih daripada rasa sakit yang kini Hana rasakan.
Hana semakin mendekat. Dia berbisik lembut tepat di samping telinga Risa. "Ma..maafkan aku, Sa. Maafkan aku...kamu sahabat terbaikku." Setelah itu Hana mengecup kening Risa. Kecupan terakhirnya di dunia untuk sahabat terbaiknya yang ternyata selama ini menyembunyikan sakitnya.
***
Proses pemakaman berlangsung penuh haru. Hana jatuh pingsan saat jenazah Risa diturunkan ke liang lahat. Hana tidak mampu menahan rasa sakit dan rasa bersalah yang kini memenjara hatinya.
Kejadian-kejadian yang pernah dia lewati bersama Risa memenuhi alam bawah sadarnya.
Saat Risa pertama kali mengajaknya berkenalan, saat itu mereka berdua baru menginjakkan kaki mereka di bangku sekolah menengah pertama. Gara-gara mengidolakan boyband Korea yang sama kedekatan keduanya menjadi erat.
Saat masa putih abu mereka memilih hijrah bersama, meninggalkan dunia Kpopers dan memutuskan untuk menutup aurat secara sempurna.
Berlanjut ke masa kuliah. Persahabatan keduanya semakin erat dikarenakan mereka memilih kampus dan jurusan yang sama. Masa-masa kuliah mereka lewati dengan penuh kebahagiaan. Hampir setiap hari keduanya selalu mengikuti kajian. Baik yang diadakan di kampus maupun diluar kampus. Bahkan saat keduanya telah semester tiga keduanya memutuskan untuk terjun langsung menjadi panitia disalahkan satu tempat kajian yang selalu mereka hadiri. Banyak event yang berhasil mereka adakan.
Namun ketika keduanya telah lulus menjadi sarjana persahabatan yang sudah terjalin selama hampir sebelas tahun perlahan merenggang. Hana memutuskan untuk langsung bekerja sedangkan Risa memutuskan untuk melanjutkan S2 di Singapura bersama Razan yang memang sudah menetap di Singapura dari semenjak lulus SMA.
Email dan pesan singkat melalui WhatsApp yang selalu Hana kirim ke Risa seringkali tidak Risa balas, bahkan ketika Hana memberitahu Risa kalau Syakira, Kakaknya Hana meninggal karena bunuh diri Risa tidak membalas pesannya. Dari semenjak itu Hana memutuskan untuk tak lagi menganggap Risa sebagai sahabat. Namun ternyata Risa tak pernah membalas pesan-pesannya dikarenakan saat itu Risa tengah berjuang untuk melawan penyakitnya.
Risa membohongi dirinya. Dia pergi ke Singapura bukan untuk melanjutkan kuliahnya namun dia pergi kesana untuk berjuang melawan kanker yang perlahan menggerogoti organ tubuhnya.
Kenapa Risa tidak jujur padanya?
Kenapa Risa menyembunyikan sakitnya dari dirinya?
"RISA..." Hana tersadar. Dia menatap ke sekeliling dan untuk kesekian kalinya tangis kembali membasahi pipinya saat dia menatap figura yang berisi foto dirinya dengan Risa. Di foto itu dia menggunakan dress berwarna merah maroon sedangkan Risa menggunakan dress berwarna gold, di kedua kepala mereka yang tertutup pashmina bertengger topi wisuda. Tanda kalau di hari itu keduanya telah resmi menjadi sarjana. Keduanya tersenyum dengan begitu lebar.
Tanpa dapat dicegah kenangannya bersama Risa kembali berputar di kepalanya.
"Razan kembali membelikanku novel. Hasil dari dia kerja part time di kedai kopinya Kak Dito selama liburan semester ini. Gajinya lumayan loh." Wajah Risa berbinar ceria, tangannya mengambil sebuah buku yang masih terbungkus plastik dari lemari bukunya, "Dan ini novel untukmu, bukan dari aku tapi dari Razan. Dia tahu hari ini kamu ulang tahun. Barakallah fii umrik. Semoga umurmu diberkahi oleh Allah." Tangan Risa memeluk erat bahu Hana dan mengecup pipi Hana dengan penuh sayang.
"Ini kan dari Razan, kalau dari kamu mana?" Hana sengaja menengadahkan tangannya ke arah Risa.
"Tenang. Aku sudah menyiapkan sesuatu yang spesial buat kamu." Hana berjalan ke arah lemari pakaiannya, dari dalam lemari dia mengambil sesuatu yang sudah terbungkus kertas kado. "Untukmu. Semoga kamu suka."
Hana tersenyum. "Boleh nggak dibuka sekarang?"
"Tentu."
Mata Hana membulat sempurna. "Bagus banget."
"Suka kan?"
"Tapikan ini mahal."
"Nggak nyampe sejuta kok. Lagi diskon dua puluh persen."
"Tapikan tetep mahal."
"Sudah jangan bahas harga. Yang penting kamu suka. Ayo dicoba. Semoga pas. Aku beli ukuran L."
Hana mengangguk. Dia menuruti keinginan Risa. Dia mengenakan dress muslimah berwarna merah maroon yang harga normalnya mencapai satu juta tiga ratus ribu. Dress inilah yang Risa hadiahkan kepada dirinya di usianya yang ke dua puluh satu tahun. Dan Hana pakai dress itu saat acara wisuda mereka. Dua bulan setelah hari ulang tahun Hana.
"Wah kamu cantik banget," puji Risa saat dress yang dia berikan pada Hana telah dipakai oleh Hana.
"Bukan akunya yang cantik tapi dress-nya yang cantik."
"Kamu tuh cantik banget tahu. Sayang Razan lagi ke rumah Kak Dito. Kalau dia lihat kamu pake dress ini aku yakin dia akan langsung minta Mama dan Papa ngelamarin kamu buat dia jadiin istri."
"Ih apaan sih. Nggak banget bercandaannya."
"Udah jangan pura-pura nggak suka. Aku tahu kalau kamu suka sama dia dan kayanya dia juga suka sama kamu. Aku mah ikhlas dunia akhirat kalau kamu jadi saudari ipar aku. Terus kalau nanti kamu nikah sama Razan pasti kamu bakal punya anak kembar."
"Ih apaan sih? Kamu kok mikirnya kejauhan."
Risa terkekeh geli. "Pokoknya kalau bisa kamu harus nikahnya sama Razan. Dia itu tampan, pinter, pekerja keras, rajin salat, rajin baca Al Qur'an, rajin nabung dan yang terpenting dia itu saudara kembar aku. Aku tahu baik buruknya dan Alhamdulillah kayanya dia lebih banyak kebaikkannya daripada keburukannya."
"Udah ah, jangan bahas Razan terus."
"Kenapa? Takut zina hati, yah?"
Hana mengangguk pelan.
"Ciyee yang diam-diam cinta sama Razan. Semoga kalian berjodoh, yah." Risa kembali memeluk bahu Hana. "Aku senang karena kamu telah melabuhkan hatimu pada laki-laki yang baik. Aku mengatakan dia baik bukan karena dia saudara kembarku tapi karena dia memang benar-benar baik."
Hana memeluk lututnya. Dia menenggelamkan wajahnya di atas lututnya. Dia merindukan pelukan Risa. Dia ingin Risa memeluknya dan mengatakan kalau esok akan lebih baik dibandingkan hari ini.
"Percayalah, esok pasti akan lebih baik dibandingkan hari ini, karena ketika Allah kembali mengijinkan kita untuk kembali berjumpa dengan pagi itu artinya Allah memberi kesempatan pada kita untuk memperbaiki apa yang kurang baik di hari ini," itulah kalimat yang selalu dikatakan oleh Risa kepadanya saat dia menceritakan tentang masalah yang terjadi di dalam keluarganya. Masalah yang pada akhirnya membuat Hana kehilangan pijakan.
***
29 Jumada I 1440H

KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rindu | END
Spiritual"Assalamualaikum, istriku," kalimat itu menyambut indra pendengaran Hana saat pintu kamar sudah sempurna terbuka. "Wa.. Waalaikumsalam.." lidah Hana terasa kelu, bahkan dia tak sanggup untuk mendongakkan wajahnya. Razan tersenyum, kedua tangannya me...