Kecewa

19.5K 2.5K 138
                                        

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

"Aku ingin kamu menghapus makeupmu," ucap Razan pada Hana.

"Apa? Makeupku berantakan yah?" Sontak Hana meraba wajahnya, bukannya make up yang dipakainya anti air? Kok bisa sih berantakan cuma karena air wudhu, tadikan sebelum wudhu dia tidak mencuci wajahnya dengan sabun muka. Hana beranjak dari duduknya menuju cermin yang ada di kamarnya, masih dengan menggunakan mukena dia berdiri di depan cermin. "Nggak berantakan kok," make upnya masih sama, tidak ada bagian yang luntur.

Razan ikut beranjak, dia berdiri tepat di belakang Hana, kedua tangannya memeluk bahu Hana, "Memangnya siapa yang bilang berantakan?"

Hana memutar tubuhnya, sehingga kini posisinya berhadapan dengan Razan, "Terus kenapa minta aku menghapus makeupnya? Aku kira makeupnya berantakan."

Razan tersenyum, dikecupnya kedua pipi Hana dengan lembut, "Tanpa make up kamu sudah terlihat cantik dan sekarang dengan adanya make up yang menghiasi wajahmu kamu terlihat semakin cantik dan aku sebagai kekasihmu, imammu, belahan jiwamu, calon ayah bagi anak-anak yang kelak terlahir dari rahimmu tak rela kecantikan itu kamu perlihatkan kepada laki-laki lain. Jadi istriku sayang, maukah kamu menghapus make upmu, nanti kalau cuma tinggal kita berdua baru kamu boleh merias lagi wajahmu dengan berbagai jenis make up itu," jelas Razan sambil menunjuk bermacam jenis make up yang memenuhi meja rias milik Hana.

Seperti kebanyakan wanita di luar sana yang suka tampil cantik, Hanapun demikian, ia suka merias wajahnya dengan berbagai jenis make up agar terlihat lebih cantik. Tapi tentu kebiasaan itu mulai ia tinggalkan saat ia mulai kembali pada ketentuan yang berlaku sesuai dengan syariat Islam, tapi entah kenapa hari ini dia tidak dapat menahan dirinya untuk tidak merias wajahnya, di hari spesial ini dia ingin terlihat cantik di depan Razan. Ya, di depan Razan bukan di depan laki-laki lain tapi tentu hal itu tidak bisa dilakukan karena wajahnya tidak ditutupi oleh niqab, selain Razan yang melihatnya tentu laki-laki lain yang menghadiri acara akad nikahnya pun akan dapat melihat wajah bermake-upnya dengan leluasa. Astagfirullah...kenapa dia seakan dibutakan akan hal itu hanya gara-gara ingin terlihat cantik di depan Razan, belum apa-apa dia sudah hendak melanggar hukum Allah.

"Maaf," Hana berucap pelan, rasa malu seketika menyelimuti hatinya. Dia malu pada Allah dan diapun malu pada Razan.

"Kenapa minta maaf?" Kedua telapak tangan Razan menangkup wajah Hana. "Kamu tidak perlu minta maaf, wajarkan kalau kamu ingin terlihat cantik di hari akad nikah kita?"

"Aa..aku hanya ingin terlihat cantik di depan kamu..."

Razan tersenyum, dia mencium kening Hana cukup lama sebelum akhirnya berucap, "Terimakasih sayang."

Sebaik-baiknya seorang istri adalah yang taat kepada Allah dan taat kepada suaminya dalam perkara yang Allah ridhoi. Dan Razan bersyukur karena Hana mentaatinya. Sebenarnya bisa saja hanya menolak permintaannnya dengan alasan ini adalah hari yang spesial untuknya dan sebagai seorang wanita Hana pasti ingin terlihat cantik di hari yang spesial ini tapi Hana tidak melakukan itu, tanpa sedikitpun protes Hana menuruti keinginannya. Sungguh ia bersyukur karena telah Allah jodohkan dengan Hana, seseorang yang Insyaallah dapat berjuang bersamanya untuk menggapai ridho-Nya.

***

Berkas-berkas yang berkaitan dengan pernikahan sudah Hana dan Razan tandatangani, kini keduanya tengah difoto sambil memegang buku nikah.

"Ganti gaya, cium keningnya, Zan." Pinta Putra, sahabat dekat Razan yang kini  bertugas sebagai fotografer dadakan karena memang khusus untuk di acara akad nikah Razan dan Hana bersepakat untuk mengadakan acaranya sesederhana mungkin, yang diundang hanya keluarga dekat, teman dekat dan para anak yatim-piatu. Tidak ada hiasan dekorasi dan tentu fotograferpun tak ada.

Setelah berfoto untuk kenangan-kenangan yang mungkin nantinya akan keduanya tunjukan kepada buah hati mereka kelak baru keduanya menyapa sanak keluarga dan teman-teman dekat yang hadir di acara akad nikah mereka.

"Barakallahu laka, wa baraka ‘alayka wa jama’a baynakuma fii khayr." Doa itu terucap dari para tamu untuk Razan dan Hana, dan tentu Razan dan Hana mengamininya.

Senyuman yang sedari tadi menghiasi wajah Hana perlahan pudar saat Tante Juwita, adik bungsu dari pihak Mamanya menyampaikan kalau Mama Hana tidak bisa hadir di acara akad nikah Hana dan Razan yang sekarang tengah berlangsung.

"Mamamu masih berada di Turki menemani suaminya tugas, dia baru akan pulang insyaallah Minggu depan, kamu ganti nomer yah? Mamamu sudah mencoba menghubungimu tapi katanya nomermu tidak aktif."

Hana hanya diam, ada rasa sakit yang menyerang hati Hana. Dia sudah memberitahu Mamanya jauh-jauh hari kalau pada hari ini ia akan melangsungkan pernikahan dan Mamanyapun sudah berjanji akan hadir tapi ternyata Mamanya mengingkari janjinya.

Kenapa Mamanya lebih memilih menemani suaminya tugas ke luar negeri dari pada menghadiri acara pernikahan putrinya sendiri?

"Sayang ayo kita kembali ke kamar," Tahu kalau perasaan istrinya sedang tidak baik Razan kembali meminta izin kepada kedua orangtuanya dan orangtua Hana untuk membawa Hana kembali ke kamar, lagi pula semua tamu sudah mereka sapa dan kini para tamu tengah menikmati hidangan.

Hana menurut, sebelum masuk ke kamar Razan meminta salah satu saudaranya untuk mengambilkan sepiring nasi beserta lauknya dan segelas air putih. "Nanti tolong langsung bawa ke kamar yah," pinta Razan.

"Sepiring aja, Kak? Mau makan sepiring berdua yah, so sweet."

Razan hanya tersenyum menanggapi ledekkan saudaranya tersebut. Setelah berada di dalam kamar Razan langsung membawa tubuh Hana ke dalam pelukannya, tangan kanannya membelai lembut punggung Hana.

Hana membalas pelukan Razan, ia menenggelamkan wajahnya di dada Razan, "Kenapa Mama lebih memilih pergi keluar negeri daripada hadir di acara pernikahan kita?" Suara Hana terdengar pelan dan bergetar, syarat akan kekecewaan yang mendalam. Sebagai anak tentu dia berharap Mama yang telah mengandungnya selama sembilan bulan, melahirkannya dengan penuh perjuangan dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang hadir di acara pernikahannya, ia ingin membagi kebahagiaan yang kini sedang dia rasakan dengan Mamanya. Hanya itu, tapi ternyata harapannya pupus.

"Mamamu pergi ke luar negeri dalam rangka menemani suaminya tugas, sayang. Kamu tahukan hak suami atas istrinya lebih besar dibandingkan hak seorang anak atas ibunya?" Ucap Razan lembut, Razan sangat tahu kalau bukan jawaban seperti itu yang Hana harapkan tapi memang itu kenyataan yang harus dia sampaikan pada Hana.

"A..aku tahu..." Suara Hana terdengar tersendat-sendat, "Ta...tapi aku sudah... memberitahu Mama jauh-jauh hari...tidak bisakah Mama meminta izin pada suaminya untuk menghadiri acara pernikahan kita...apa...aku tidak penting buat Mama?" tangis tak mampu lagi Hana tahan, "A..aku cuma ingin Mama hadir...Mama yang udah mengandung aku selama sembilan bulan, Mama yang udah rela mempertaruhkan nyawanya demi membawaku ke dunia dan Mama yang udah membesarkanku dengan penuh kasih sayang...aku ingin Mama..." Hana tak mampu lagi melanjutkan ucapannya. Tangisnya semakin tak terbendung.

Razan mengeratkan pelukannya, berulangkali dia mengecup pucuk kepala Hana berharap dengan itu kesedihan yang sedang Hana rasakan dapat sedikit berkurang.

T B C
19 Safar 1441H

Spesial teruntuk kalian yang minta TBC bukan End😂

Jangan lupa baca Al Kahfi 😊

Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at.”
(HR. An Nasa’i dan Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Shohihul Jami’ no. 6470)

Tentang Rindu | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang