T E N

48K 8.1K 1K
                                    

"Bagaimana sekolahmu Sayang?"

Tamsin mengusap remahan keripik kentang di sudut bibir Percy. Ia baru saja pulang dari Trenton's Bar pukul sepuluh malam. Percy belum tidur karena besok libur akhir pekan dan pengasuhnya, si mahasiswi cupu Jennifer White, sudah mimpi indah ke dunia lain. Ketika Tamsin sampai dirumah tadi, Percy sedang membaca buku di kamarnya, dengan Jennifer yang tidur di sampingnya.

"Menyenangkan, Mom. Seperti biasa," jawab Percy sambil tersenyum. Ia mendongak sejenak untuk melihat ekspresi ibunya yang terlihat lelah dan kusut.

"Coba cerita sama Mommy, hal apa saja yang menyenangkan itu? Mommy ingin dengar," kata Tamsin. Ia melirik buku yang sedang Percy baca, buku Matematika tingkat dasar. Darimana dia mendapatkan buku itu?

Percy sedikit membetulkan posisi duduknya hingga punggungnya menyender dibadan kasur, "ehm..." ia berpikir sejenak. Kejadian sekolah menyenangkan karena Brian, temannya yang nakal, pulang sambil menangis sesegukan lantaran Percy menaruh kelabang ke dalam tasnya.

Bukan tanpa alasan Percy melakukan itu. Brian adalah calon pembully di masa depan. Orang tuanya kaya raya sehingga terlalu memanjakan Brian. Dia sering menjahili teman sekelas dan membuat anak cewek menangis. Percy tak peduli jika Brian mengganggu orang lain, namun karena Brian mengganggunya-menendang bekal makan siangnya-Percy pun membalas perbuatannya dua kali lipat.

"Miss Viona menunjukku untuk menjawab soal Matematika, Mom, dan aku bisa menjawab semuanya. Teman-teman bertepuk tangan dan Miss Viona menepuk kepalaku karena bangga." Percy bercerita dengan ekspresi gembira dan membuat Tamsin berseru senang.

"Woah itu baru anak Mommy." Tamsin mencium pipi Percy beberapa kali karena terlalu gemas, "Mommy sangat bangga punya anak sepintar Percy."

Percy tertawa geli saat rambut halus ibunya menggelitiki lehernya. Dalam hati dia mendesah lega karena Tamsin percaya dengan cerita buatannya. Untunglah Brian tidak tahu kalau Percy yang menaruh kelabang itu sehingga pemanggilan orang tua atau wali ke sekolah bisa dihindari.

"Mommy sudah makan? Jenni memasak chicken wings instan dari supermarket." Percy menyimpan buku pelajaran ke dalam tasnya.

"Sudah Sayang." Tamsin mengangguk, "oh ya. Tunggu, Mommy penasaran-" Wanita berambut pirang itu menarik buku Matematika dari dalam tas, "ini buku siapa?"

"Perpustakaan, Mom. Aku sudah hapal perkalian dan pembagian, jadi aku ingin belajar tentang pecahan dan desimal." Percy menunjukkan buku catatannya yang penuh akan coretan angka-angka.

Tamsin mengambil buku catatan itu dan terperangah kaget. Ia sudah tahu bahwa Percy adalah anak pintar, namun jika secepat ini perkembangan otaknya, ia juga sedikit takut.

Jawaban dari soal pecahan yang sedikit sukar berhasil dijawab Percy, meskipun anak itu mencoba memecahkan soal itu hingga dua halaman. Beberapa kali Percy mencoret sederet angka, namun pada akhirnya ia berhasil menguasai dua materi itu.

"Tapi Percy, ini materi tingkat dasar beberapa tahun ke depan. Tidak apa-apa jika kau tidak mengerti." Tamsin mengusap kepala Percy.

"Aku bosan Mom. Pelajaran disekolahku agak lambat. Mungkin aku harus berhenti dan masuk sekolah yang lebih tinggi." Percy memeluk buku catatan miliknya.

Tamsin menggeleng samar, ia tak percaya anaknya bisa bicara seperti itu. Jujur saja, Tamsin sedikit kaget karena Percy jarang mengatakan pendapatnya sendiri. Dia selalu menuruti ucapan Tamsin dan menerima apa adanya kehidupan mereka saat ini. Namun sekarang, Percy meminta sesuatu darinya untuk pertama kali. Bahkan ucapannya begitu terstruktur seperti orang dewasa.

Oh ya Tuhan, DNA atau gen keturunan apalah itu, memang tidak pernah salah.

Meski Tamsin sering mengelak, namun Percy benar-benar anak Joseph Williem.

OBSESSION [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang