E I G H T

67.2K 8.3K 708
                                    

"Aku melihat sinar merah dari foto itu."

Tamsin melihat ke arah yang ditunjuk Percy, dan ternyata anaknya sedang melihat pigura foto mereka yang diambil belum lama, mungkin tiga bulan lalu saat Percy pertama kalinya pergi sekolah. Namun Tamsin tidak melihat ada yang aneh di sana. Sinar merah seperti dugaan Percy tadi juga tidak ada. Semua normal.

"Tidak ada apa-apa di sana, Sayang. Mungkin hanya pantulan lampu dari luar." Tamsin mengusap dahi Percy. Panasnya sudah mulai turun dibandingkan tadi malam.

Percy menatap foto itu dengan seksama, karena begitu yakin jika ada yang aneh dalam foto itu. Sinar merah yang dia lihat memang terlihat samar dan menghilang ketika Tamsin memeriksanya tadi, tapi Percy tahu sinar itu benar-benar ada.

Mungkin dia akan menyelidikinya sendiri, setelah Mamanya pergi bekerja.

"Mommy tidak pergi ke restoran? Bukankah bentar lagi restoran akan buka?" Percy mengusap pipi Tamsin yang sedang duduk di sampingnya.

Tamsin tersenyum penuh haru, meskipun wajah anak ini sangat mirip dengan ayah biologisnya, tapi sifat Percy benar-benar turun darinya. Jika Percy juga mewarisi sifat pria itu, sudah pasti Percy tidak selembut ini.

Percy Jackson adalah anak yang penurut, diam, dan tidak banyak tingkah. Diusianya yang masih kecil, baru beranjak lima tahun di bulan kemarin, namun ia sudah mengerti bahwa Tamsin tidak bisa mengurusinya setiap saat. Percy, anak yang mandiri dan tergolong jenius, karena ia sudah pandai membaca dan menghitung dasar.

Dia sudah bisa berjalan dengan dua kaki secara lancar pada usia sembilan bulan. Percy jarang menangis, bahkan saat ia terjatuh dari dua anak tangga di depan sekolahnya dan menyebabkan lukanya baru sembuh hingga satu minggu ke depan.

Sebenarnya Tamsin sedikit takut karena Percy tidak seperti anak kecil kebanyakan, tapi sikap lembut dan perhatian yang sering Percy berikan padanya, segera menghapuskan ketakutan itu.

Mungkin Percy memang introvert, tapi dia anak yang baik.

"Mommy pergi satu jam lagi, Sayang. Restoran buka pukul sepuluh," jawab Tamsin.

"Tapi Manajer Mommy bilang, Mommy harus ada direstoran sebelum mereka buka. Aku tidak apa-apa Mom, kalau Mommy ingin pergi kerja." Percy berdalih, memicingkan matanya saat sinar merah itu mulai bersinar lagi. Ia mengernyit tidak suka karena firasatnya mengatakan bahwa ada yang sedang memata-matai mereka.

Ketika anak berumur lima tahun sudah bisa berpikir seperti itu, Joseph sama sekali tak berkutik. Dengan cepat, ia mematikan kamera pengintainya ketika mata Percy kembali tertuju padanya.

"Bagaimana bisa anak itu tahu? Bahkan Troy saja tidak bisa menemukan kameraku dirumahnya!" Joseph menggeram kesal seraya melemparkan iPad miliknya ke atas ranjang.

Tunggu satu jam lagi, tunggu Tamsin pergi dari rumah sehingga hanya ada Percy dan dirinya dirumah itu.

Sesaat kemudian, kekesalan Joseph membuat jiwanya membara. Ia tersenyum kecil, terlihat begitu menyeramkan dan licik. Baru pertama kalinya, pengaturan kamera pengintai yang ia pasang dapat diketahui semudah itu, parahnya lagi oleh anak kecil yang sedang sakit!

Joseph tiba-tiba berdiri dan tertawa keras. Sial, entah kenapa dia merasa senang. Apalagi mendengar ucapan Percy bahwa ada sinar merah dari foto yang sebenernya tidak ada sama sekali. Sebenarnya Percy hanya membuat alasan supaya Tamsin memeriksanya.

Kamera pengintai itu sangat kecil, mungkin lebih kecil dari choco chips. Tidak seperti kamera CCTV yang banyak digunakan oleh perusahaan, kamera yang Joseph beli dengan harga mahal telah didukung teknologi tinggi sehingga memiliki visibilitas untuk memotret dan merekam dalam keadaan gelap gulita, baik dengan suara maupun tidak sama sekali. Hasilnya pun sangat jernih karena mengusung resolusi 8K.

OBSESSION [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang