T H I R T E E N

46.7K 8.7K 648
                                    

"Untung saja kau cepat membawanya ke sini, kalau tidak anakmu mungkin bisa koma. Pisaunya berkarat kau tau." Henry, dokter pribadi Joseph yang bertugas di rumah sakit Central Manhattan.

Pria paruh baya itu sangat terkejut melihat Joseph berlarian disepanjang koridor rumah sakit seraya menggendong anak kecil yang memiliki wajah begitu mirip dirinya. Bahkan Henry bisa mengatakan bahwa anak kecil itu adalah Joseph versi junior.

Bukan hanya itu, untuk pertama kalinya Henry melihat raut kekhawatiran dan ketakutan di wajah Joseph. Ia adalah orang yang tenang, manipulatif, dan tak ingin terlihat lemah. Meskipun tubuhnya sekarat, Joseph sama sekali tidak menunjukkan hal itu pada dunia. Namun sekarang, wajahnya pucat pasi dan kakinya tak berhenti bergerak putus asa ketika menunggu Percy sadar.

Percy sempat sadar setelah meminum obat, namun ia hanya menatap kosong ke atas selama lima detik, kemudian terlelap lagi. Joseph lalu memanggil namanya berkali-kali tapi Percy tidak merespon. Dokter Henry menenangkannya bahwa Percy sudah tidur karena efek obat.

"Aku tidak tahu," kata Joseph sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia duduk di sofa empuk di dekat pintu. Ruang rawat inap VIP yang dia sewa terlihat begitu tenang sekaligus dingin.

"Tidak tahu apa? Jangan khawatir, Jose. Tubuh anakmu telah stabil." Henry menatap wajah Percy sekali lagi. Bukan hanya wajah yang mirip, anak ini juga memiliki riwayat penyakit yang sama dengan ayahnya.

Joseph mengembuskan napas berat, kemudian bersender dengan pundaknya yang masih kaku. "Aku tidak tahu dia anakku atau bukan."

"Apa?" Henry spontan berteriak, namun saat ia sadar suaranya terlalu keras di dekat pasien, dia pun segera menutup mulut, "apa maksudmu? Kau tidak lagi bercanda bukan?"

Joseph menatap kosong ke depan. Pikirannya memang sudah kacau sejak melihat Percy yang pingsan seraya diikat ke kursi oleh anak buahnya. Dia tak pernah sekalut ini melihat orang asing tak berdaya. Tetapi saat melihat Percy, darahnya seolah meninggalkan tubuhnya dan ia susah bernapas. Joseph juga tak mengerti kenapa reaksi tubuhnya bisa seperti ini.

"Kau—anak itu—" Henry menunjuk Joseph dan Percy bergantian, "oh yang benar saja. Semua orang yang melihat kalian berdua akan mengatakan hal yang sama denganku. Kalian ayah dan anak! Apa kau tidak bisa melihat kemiripannya?!"

Sekali lagi, Joseph menghela napas. Ia kemudian berdiri dan berjalan menuju ranjang tempat Percy berbaring. Sejak pertama mereka bertemu, Joseph memang sempat merasakan getaran aneh di hatinya ketika melihat Percy. Ada sesuatu yang tak bisa diungkapkan oleh kata-kata. Apapun itu, berhasil menarik perhatian Joseph hingga kini.

"Dia persis seperti aku waktu kecil." Joseph terkekeh sendiri seraya mengusap pipi Percy, "ada kalanya DNA memang tidak bisa berbohong. Tapi satu hal yang membuatku bingung adalah—"

Ucapan Joseph seketika berhenti saat pintu terbuka dari luar dengan keras dan wanita yang akhir-akhir ini menghantui Joseph berdiri di sana. Tamsin Baxter, ibu kandung Percy.

"Percy! Anakku!" Tamsin berlari tergesa-gesa menuju ranjang. Ia menangis hebat hingga riasannya luntur. Bahkan setelan rapi ala resepsionis restoran yang ia kenakan terlihat berantakan. Tamsin menggenggam tangan Percy dan menciumnya. Ia gemetaran.

Tamsin tidak menyadari jika Joseph berdiri di dekatnya. Fokusnya kali ini hanya Percy sehingga informasi yang berada di sekitar otomatis diabaikan.

Henry, dokter itu pandai membaca situasi. Dia pun menyuruh Joseph untuk menyingkir dari samping ranjang lewat matanya, namun sayang, Joseph tak akan mendengar siapapun untuk memerintahnya.

Mau bagaimana lagi. "Selamat siang Mrs. Bexter. Saya Henry, dokter yang menangani Percy, anak Anda."

Suara Henry akhirnya bisa menembus pertahanan Tamsin. Wanita itu pun segera menghapus air matanya dan berbalik badan. Ia spontan terlonjak ke belakang saat melihat Joseph tengah berdiri dengan sikap angkuhnya yang khas.

OBSESSION [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang