Sore itu, Min Hyorin hanya ingin berbelanja beberapa bahan masakan untuk makan malam. Wanita cantik itu sengaja hanya mengunjungi toko sayur di sekitar kompleks rumah agar dapat berjalan kaki. Namun, tampaknya ia sedikit menyesali keputusan tersebut.
Setelah selesai dengan barang belanjaannya, Hyorin pun bergegas meninggalkan toko. Awalnya, ia berjalan santai karena ingin menikmati udara sore yang sejuk. Pekerjaan di kantor telah membuat kepalanya penuh dan ia rasa dirinya berhak untuk menyegarkan dirinya barang sejenak.
Sayangnya, semua tidak berjalan sesuai rencana. Hyorin merasa dirinya tidak sedang berjalan sendirian. Seseorang seperti sedang mengendap-endap, mengikutinya dari belakang. Rasa cemas tiba-tiba menjalari seluruh tubuhnya. Hyorin memilih mempercepat langkah.
Semakin cepat dan semakin cepat lagi, hampir berlari. Hyorin sungguh ketakutan, bahkan untuk menoleh ke belakang saja ia tak berani.
"Permisi? Bu, permisi?"
Seseorang berpakaian serba hitam yang berjalan tepat di belakang Hyorin, berbelok di persimpangan.
"Bu? Bu, permisi?"
Hyorin semakin mempercepat larinya bahkan sampai memejamkan mata. Suara berat itu semakin terasa dekat di telinganya. Meski terdengar sopan, tetapi fakta bahwa seseorang itu tengah mengejarnya adalah hal yang menyeramkan. Ia tidak berani menghentikan langkah.
"Bu, tolong jangan lari—"
Seseorang itu akhirnya berhasil menangkap lengan Hyorin dan membuatnya berhenti. Hal itu jelas menjadikannya semakin panik. Wanita itu pun otomatis menjerit sambil memukul-mukulkan tas belanjanya kepada orang asing itu dengan sangat brutal sebagai bentuk pertahanan diri.
"Kenapa kau mengikutiku?! Hah?! Apa yang kau inginkan?!" cerca Hyorin di sela serangannya yang bertubi-tubi.
"Bu, hentikan! Saya tidak ada niat buruk!" Seseorang itu balas berteriak, hanya dapat melindungi dirinya dengan kedua lengan yang disilangkan di atas kepala. Ia mengaduh di setiap pukulan yang didaratkan Hyorin pada tubuhnya. “Saya hanya ingin mengembalikan dompet Anda, sungguh!" teriaknya lagi.
Kalimat terakhir tersebut akhirnya dapat tercerna oleh otak Hyorin. Wanita itu perlahan menghentikan serangan. Pelan-pelan ia memfokuskan pandangan, kemudian mendapati dompet merahnya sedang berada dalam genggaman seorang pemuda asing yang sejak tadi ia pukuli.
Pemuda itu pun menghela napas lega. Akhirnya, ia dapat berdiri tegak dan mengembalikan dompet tersebut dengan benar.
"Ini milik Anda, kan? Tadi terjatuh di depan toko sayur sana." Pemuda itu menunjuk sebuah toko yang terakhir Hyorin kunjungi.
Untuk beberapa saat Hyorin menyipitkan mata, mencoba mengamati pemuda itu. Sepertinya, tidak ada tanda-tanda mencurigakan yang ia temukan. Pemuda itu terlihat seperti pemuda dewasa lainnya; berpenampilan rapi dengan kemeja dan celana dasar, bahkan memakai pantofel. Jika diperhatikan lebih lekat, pemuda itu jelas jauh dari kata “orang jahat”.
Ini semua pasti akibat dirinya yang terlalu paranoid, seakan masa lalu masih mebuntutinya seperti bayangan. Padahal tidak ada yang perlu ia khawatirkan di kota paling aman seperti Seoul ini.
Hyorin pun menerima kembali dompetnya sambil melepaskan napas lega.
"Maafkan aku.” katanya pelan. “Kukira tadi kau penguntit atau… atau sejenisnya." Hyorin jadi terbata-bata, ketika menyadari pemuda di hadapannya kini balik mengamatinya dengan mata menyipit. Ia jadi seperti ingin merubah pikirannya. Pemuda ini mungkin tidaklah begitu baik.
"Anda…" Pemuda itu menunjuk wajah Hyorin tepat di depan hidungnya yang runcing, sementara Hyorin sudah siap dengan ancang-ancang untuk kabur. "…Anda ibu dari pasien yang pernah dirawat oleh dokter Kwon, bukan? Di Jeju?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LOST.
FanfictionAda hal dari masa lalunya yang harus Jinhwan kubur dalam-dalam. Namun, siapa yang mengira bila tempat pelariannya yang baru justru menjadi tempat paling tepat untuk mengingat kembali masa-masa kelamnya yang lalu? •7 Agustus 2018