08| PERCIK CEMBURU

711 106 13
                                    

“HOAM….”

Bobby menguap, berjalan menghampiri bangku Chanwoo sembari mengendurkan otot-otot lengan yang menegang setelah tiga jam nonstop dicekoki rumus-rumus Fisika.

“Sialan, otakku mau meledak rasanya!” rutuk laki-laki bergigi kelinci itu, mendudukkan dirinya di atas meja Chanwoo yang masih penuh dengan buku dan alat tulis.

“Memangnya kau punya otak? Kau saja hanya tidur sepanjang pelajaran tadi.” sahut Hanbin dari bangkunya.

“Sialan!”

Tidak terima dikatai demikian, Bobby mengambil tempat pensil milik Chanwoo yang berada paling dekat dari jangkauannya, lantas melemparkan benda tersebut ke kepala Hanbin.

Hanbin balas melemparkannya kembali ke dada Bobby.

“Hei, tempat pensilku!” Chanwoo segera mengamankan barang-barang miliknya ke dalam tas sebelum dijadikan benda melayang lagi oleh Bobby.

Beruntung, tak lama kemudian Donghyuk datang dan menjewer telinga Bobby. Pertikaian di antara kedua biang rusuh itu pun mereda, digantikan dengan ringisan Bobby dan tawa meledek dari Hanbin.

Donghyuk duduk dengan tenang pada kursi kosong di sebelah Chanwoo. “Tapi, sekolah memang keterlaluan. Setiap kali mau ujian tengah semester, jadwal belajar dibuat jadi semakin padat.” keluhnya. Duduk dengan posisi menghadap ke belakang, membuat Donghyuk dapat melihat bagaimana tenangnya Jinhwan yang hanya memainkan ponselnya seakan tidak terusik.

“Jinhwan, kau sepertinya santai saja?”

“Hm?” Jinhwan mengangkat wajah dari layar ponsel.

“Sekolah di Jeju sudah biasa ya, belajar padat begini?” tanya Donghyuk lagi.

Jinhwan agak mengerutkan dahi, menocba berpikir. “Entahlah, aku tidak begitu ingat.”

“Oh, iya. Aku ingin bertanya ini dari kemarin, tapi lupa terus.” celetuk Chanwoo. “Kau sekolah di mana sewaktu di Jeju? Sepupuku juga ada di Jeju, mungkin kalian saling kenal.”

Jinhwan melirik ke samping, mencari-cari kepingan masa lalu yang entah terselip pada bagian mana dalam memorinya, sambil menggigit bibir bawah. Apa sebenarnya yang ia lupakan? Menjawab pertanyaan orang-orang tidak pernah sesulit ini sebelumnya.

“Aku tidak ingat.” Akhirnya ia bercicit.

Chanwoo dan Donghyuk secara refleks saling tatap bingung.

“Masa tidak ingat sama sekolah sendiri?”

Ini memang aneh, Jinhwan pun berpikir demikian. Namun, semakin ia coba mengingat, bukan jawaban yang ia temukan melainkan rasa sakit yang semakin menggerogoti kepalanya. Jinhwan memegangi kepalanya yang secara mendadak berdenyut kuat.

Melihat Jinhwan yang bersikap aneh, Hanbin segera mendekatinya dan bertanya khawatir, “Kau kenapa?”

“Aku… Aku tidak apa-apa, hanya sedikit pening.”

Aku sendiri bahkan tidak tahu aku ini kenapa, rutuk Jinhwan dalam hatinya. Ia mulai khawatir, apa mungkin dulu sebelum pindah ke Seoul kepalanya pernah terbentur sesuatu atau semacamnya sampai memorinya bisa hilang sebagian.

“Heh, Hanbin!”

Seakan pemilik nama Hanbin tidak hanya satu, kelima siswa yang berada pada bangku paling pojok itu serempak mengalihkan perhatian mereka pada asal suara. Ternyata hanya Yunhyeong, berdiri dengan wajah angkuhnya yang menyebalkan.

“Dipanggil Jaejoong saem ke kantor. Sekarang!”

Hanbin berdecak sebal. “Latihannya kan nanti sore, kenapa pangil-panggil sekarang, sih?”

LOST.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang