Dia adalah Jinanie.
Adik kecil manis yang telah kurindu selama bertahun-tahun.
Dia adalah Jinanie yang sama.
Aku yakin. Lembut bibirnya bahkan tak terasa beda.
Sejak dulu, kau memang selalu suka bersembunyi dan membiarkanku kewalahan mencarimu.
Tapi...
"Aku selalu berhasil menemukanmu kan, Jinanie sayang?"
Minho meletakkan kembali pigura yang telah ia pandangi selama bermenit-menit lalu. Seorang anak laki-laki menjadi objek foto di sana, tersenyum lebar ke arah kamera hingga membuat kedua matanya menyipit lucu.
Seorang anak laki-laki, yang Minho kira tak akan pernah ia temui lagi setelah jauh meninggalkan Jeju dan segala kenangan buruknya, sepuluh tahun lalu.
.
.
Jinhwan mengangkat kepalanya cepat sesaat setelah menemukan sosok Hanbin yang berjalan ke arahnya, ke arah kursi kosong di sebelah lebih tepatnya.
Jinhwan sama sekali tak melepas pandangan dari pemuda berwajah dingin itu. Meski tak menerima sapaan hangat, bahkan lirikan mata pun tidak, ia tetap memperhatikan Hanbin hingga pemuda itu duduk di bangkunya dan buru-buru menyematkan earphone seakan tak ingin diganggu.
Sehela napas berat keluar dari celah bibir Jinhwan. Ia memilih kembali kepada soal Matematikanya.
Sejak kesalahpahaman yang terjadi beberapa hari lalu, Hanbin dan dirinya seperti sedang perang dingin. Tidak bertegur sapa, tidak bertukar cerita. Laki-laki itu bahkan absen menjemputnya di pagi hari, membiarkannya pulang sendirian seolah mereka memang tidak pernah melakukan kebiasaan-kebiasaan itu sebelumnya.
Pagi ini pun masih sama. Meski berbagi meja yang sama, nyatanya mereka seperti dua orang asing yang sibuk pada kegiatan masing-masing. Hanbin pada earphone-nya, Jinhwan pada soal Matematikanya. Memikirkan Hanbin begini jelas membuatnya kesulitan berkonsentrasi.
Cukup sudah, Jinhwan jengah.
Tanpa embel ini-itu, ia membanting pensilnya, beralih menarik sebelah earphone milik Hanbin hingga terlepas dari telinga pemuda itu.
Hanbin meresponnya dengan dahi berkerut tidak suka."Sampai kapan kau mau mendiamiku seperti ini?" tukas Jinhwan, tidak peduli meski kelas mulai ramai dan pertengkaran mereka mungkin saja menjadi tontonan yang seru.
"Memangnya ada yang perlu kudengarkan darimu?"
"Hanbin, kau salah paham. Aku dan Minho sunbae tidak berciuman."
"Tidak berciuman apanya kalau bibir kalian saling menempel?"
"Aku-"
"Apa?"
"Lantas, kenapa kau marah?" Jinhwan berseru gusar. "Kalaupun memang kami berciuman, kenapa kau marah?"
Hanbin membuka mulutnya, hanya untuk ia katupkan kembali satu detik kemudian. Merapatkan bibirnya menjadi sebuah garis tipis, hingga satu kata pun tak ada yang berhasil meluncur keluar.
Hanbin bukannya sedang menutupi sesuatu. Sebaliknya, ia sendiri justru kebingungan sebab tak menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Kau tidak mencintainya. Kau mungkin saja hanya kasihan padanya, sama seperti apa yang kau lakukan padaku dulu.
Lalu, kalimat menyebalkan dari Yunhyeong kembali menguar di dalam kepalanya seperti kucuran kerosin.
BRAKK!
KAMU SEDANG MEMBACA
LOST.
FanfictionAda hal dari masa lalunya yang harus Jinhwan kubur dalam-dalam. Namun, siapa yang mengira bila tempat pelariannya yang baru justru menjadi tempat paling tepat untuk mengingat kembali masa-masa kelamnya yang lalu? •7 Agustus 2018