"Abang!! Huaaaaaaaaaa!"
"Lah Kenapa lo?" tanya Rangga yang baru pulang. Ditha merengek dengan tissue yang bertebaran di mana-mana.
"Gue abis putus, hiks."
Rangga tergelak, "Lo masih bocah udah pacaran aja, lagian ngapain lo pacaran? Baru tau gue ada yang suka sama cewek bar-bar macem elo, dek."
"Ihh bang Rangga! Gue itu lagi kalut, lo malah ketawa anjing."
Rangga menahan tangan Ditha yang akan mengambil tissue lagi. "Ckckck, kasian lo, dek. Sini sama gue! Gue jual di online dating."
"Lah anjir."
"Gue lagi krisis keuangan soalnya. Tante Vanessa kan udah ketangkep, gue jadi nggak ada job lagi dah," ucap Rangga ngelantur.
Rangga lagi-lagi tergelak, "Becanda. Gak perlu lo tangisin cowok kek dia, faedahnya lo nangis apa? Sesek kan dada lo? Berapa lembar tissue yang lo abisin gegara cowok sialan itu? Lo punya gue, jangan nangis dah, nanti Mamah marah, gue juga yang kena."
"Lo nenangin gue biar nggak kena marah Mamah, gitu?"
"Sialan," umpat Ditha.
Seperti itu Rangga kepada adiknya, kadang peduli, perhatian, kadang juga menyebalkan. Pria itu mengacak-acak rambut Ditha, ia tersenyum.
"Lo tau? Kenapa lo putus sama pacar lo? Lo masih kecil udah pacaran dek. Mungkin Allah cemburu karena lo lalai dan lo lebih mencintai hambanya daripada tuhan yang nyiptain lo. Dan sekarang? Lo nangis kek gini cuma karena diputusin pacar, kalau Allah marah dan gak perduli lagi sama lo, apa lo bakal nangis juga kek gini?"
Ditha tercenung, ia membenarkan apa yang dikatakan abangnya. "Udah selesai nangisnya? Tuh sapu jing."
"Astagfirullah bang, kok lo kasar si ama adek sendiri."
Rangga hanya mengedikkan bahunya tak peduli, pandangan ia lempar ke seluruh ruangan. "Mamah sama papah ke mana?"
"Mamah ke pasar. Kalo papah di ruang kerjanya sama paman Raka, ngomongin hal penting katanya. Eh bang."
"Apa?"
Ditha menggeleng, "Gak papa deh. Gak jadi."
Tanpa menjawab ucapan adiknya, Rangga langsung melangkahkan kakinya ke arah ruangan Giovan.
Ngapain? Nguping.
"Sampe kapan sih lo ngelajang mulu, Ka? Anak gue udah Sma loh, dan lo belum punya niatan buat nikah," ucap Giovan di dalam ruang kerjanya.
"Gue belum nemu orang yang tepat. Lagian gue lebih nyaman gini, Gi."
"Karena lo masih inget Gita?" Raka kicep.
Papah sama paman kalo di depan gue ngomongnya aku kamu, formal. Kalo gak ada anak-anaknya pake gue-elo. Pencitraan banget dah, batin Rangga.
Contoh anak kurang ajar sama orang tua.
"Keren kan mereka? Daddy jaman now gitu uwu," sahut Gita yang nongol tiba-tiba. Lagi.
"Ewh, alay tan."
Gita memberenggut, yang awalnya cerah kini menjadi lesu. Rangga yang menyadari jika aura dari Gita berubah menjadi mengernyit. Ia menunggu Gita membuka suara.
Merasa jika Gita tidak akan bicara, Rangga memanggil Gita. "Tante?"
"Kak ishh, kamu ngerusak suasana banget. Panggil kakak jangan tante."
"Najis!" hardik Rangga.
"Kenapa tante gak pergi? Kenapa tante selalu ngikutin paman Raka, apa tante gak mau ngeliat paman bahagia?"
Gita tersenyum hambar. "Bukan kak Gita yang mau, tapi paman kamu. Dia gapernah rela kalo Kak Gita pergi."
"Segitu gak relanya?" arwah Gita mengangguk meski ia tahu jika Rangga tak dapat melihat anggukannya.
"Kakak gak tau cara buat ngomong ke paman kamu. Ga. Kakak pingin pergi."
***
Hayoloh, hantu ganjen a.k.a Gita bakal pergi uwu.
Udah ah segini aja. Lanjutannya tunggu sebulan lagi, ya? Hahaha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arga [Aurora&Rangga]
Teen Fiction[WARNING! INI SEKUEL DARI CERITA GIOVAN. DISARANKAN UNTUK MEMBACA GIOVAN TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA CERITA INI!] Dia Rangga-memiliki kemampuan khusus yang terlihat sejak kecil. Bisa merasakan kehadiran sesosok mahluk tapi tidak bisa melihat wuj...