Rangga tadi mendapat pesan dari nomor tidak dikenal. Pesan singkat berisi tantangan untuk balapan pada waktu dan tempat yang sudah ditentukan, entah merasa bosan atau pun tertantang ia mengiyakan ajakan si penantang.
Di sini lah sekarang Rangga dan konco-konconya berada, sudah banyak orang bersorak padahal permainan saja belum dimulai.
"Gue rasa ini penonton bayaran," celetuk Iky.
"Halah gitu aja bangga. Liat tuh, gayanya. Gemes banget gue pingin bonyokin muka arogant dia."
Rangga menggeram melihat gadis yang disayanginya ada di antara mereka, "Lo ngapain ada di sini?"
Tidak berani menatap pria yang rahangnya kini sudah mengeras, Alvira menunduk takut. "Gu-gue, gue ... disuruh Elang untuk dateng ke sini, katanya kalian mau tanding, makanya gue ke sini."
"Lo cewe, gak pantes anak gadis ada di tempat kek gini."
Elang terkekeh melihat keduanya, ia tersenyum sinis menepuk bahu Rangga namun ditepis begitu saja. "Dia taruhan-nya."
"BERENGSEK LO!!"
Emosi Rangga sudah mencapai puncak, rahangnya sedari tadi mengeras, menatap Elang nyalang setelah membogemnya dengan membabi buta. Ia tidak terima gadisnya dijadikan bahan taruhan, sama sekali tidak akan terima sekalipun pria itu dikatakan pengecut.
Perkelahian pun terjadi, Elang membalas bogeman yang diberikan Rangga tapi dengan mudah Rangga menepis tangan Elang yang mengepal kuat. Setelahnya Alvira langsung memisahkan mereka dan menerima jika ia mau dijadikan bahan taruhan dalam pertandingan ini.
"Oke! Kalo gue menang, Alvira jadi milik gue, dan kalo gue kalah dia tetep jadi milik lo," ujar Elang.
Wajah Rangga datar, ekspresi pria itu tidak menandakan bahwa ia setuju, bahkan sangat tidak suka dengan pertandingan semacam ini. Namun akhirnya ia terima juga meski sungguh ini sama sekali bukan tipe-nya.
Menjadikan seorang gadis sebagai barang taruhan? Ah, yang benar saja.
Perlombaan pun dimulai ...
Rangga dan Elang berusaha untuk saling mendahului, dengan akal licik-nya Elang menendang bagian motor Rangga dari arah kiri membuat sang empunya motor terjatuh dan Elang berhasil sampai ke Finish sebelum beberapa menit kemudian Rangga sampai dengan rahang yang masih mengeras.
"Curang lo bangsat!"
Elang mengulum senyum, "Emang gue peduli? Yang terpenting sekarang, cewe lo udah jadi milik gue."
Rangga ingin sekali menghajar Elang, tapi sepertinya kaki pria itu tergilir. Iky dan Desta menahan, Mereka tahu jika Rangga saat ini sedang dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk berkelahi.
Elang masih dengan tawanya, merangkul pundak Alvira. "Udah, Pergi lo sana!"
🌠🌠🌠
"Gila tuh orang, licik banget."
Rangga hanya diam tak menanggapi, rahangnya sudah kembali normal tapi tidak dengan hatinya.
Desta melirik ke arah Rangga. "Lo gak ada niatan buat bales Elang gitu?"
Rangga mengedikkan bahunya, ia turun dari mobil Desta tanpa berkata apapun. Sudah biasa bagi mereka.
Pria itu masuk ke dalam rumah dengan terpincang-pincang. Jam sudah menunjukkan pukul 01:00 malam, orang rumah pasti sudah terlelap.
Saat akan melangkah ke kamarnya yang berada di lantai dua, matanya tak sengaja tertuju pada seorang gadis yang sedang berada di dapur. Penasaran mungkin cukup memberi alasan kenapa Rangga sekarang sudah duduk di kursi dapur dan menatap Aurora yang tengah memasak mie instan.
"Lo mau gemuk makan mie jam segini?" Aurora terlonjak kaget, memutar tubuhnya untuk melihat orang yang berbicara kepadanya barusan, tak sengaja matanya menangkap ujung bibir Rangga yang berkedut menahan senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arga [Aurora&Rangga]
Fiksi Remaja[WARNING! INI SEKUEL DARI CERITA GIOVAN. DISARANKAN UNTUK MEMBACA GIOVAN TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA CERITA INI!] Dia Rangga-memiliki kemampuan khusus yang terlihat sejak kecil. Bisa merasakan kehadiran sesosok mahluk tapi tidak bisa melihat wuj...