DAMIRN 17

7.6K 767 31
                                    

Jakson duduk diam di kursi Dinasnya, di seberang meja kayu yang terbentang cukup lebar di hadapan Jakson terdapat dua orang Polisi yang menatapnya dengan tatapan serius.

"Tanggal 25 Mei, tepatnya sepuluh hari yang lalu. Terjadi sebuah pembunuhan di Rumah sakit ini, setelah menembak korban, tersangka lalu membuang mayatnya dari atap gedung. Keesokan harinya, kami mendapat laporan kalau anda tak bisa di hubungi sama sekali..." salah satu dari Polisi tersebut meletakkan foto-foto mayat Abrika, suster yang bertugas di Rumah Sakit yang sama dengan Jakson.

"Mau di tarik dari sisi manapun, kasus hilangnya anda dengan kasus penembakan seorang Suster di sini tetap saja berhubungan, Dokter." Jelasnya lagi.

"Ah, ya. Satu lagi, di hari yang sama juga terjadi penodongan bersenjata di lobi Rumah Sakit ini, dan suster yang di todong itu menegaskan kalau laki-laki yang menodongnya hari itu, ikut kembali bersama anda hari ini dengan membawa seorang gadis yang penuh luka di sekujur tubuhnya ...." Polisi paruh baya itu membuka tas yang ia taruh di samping kakinya.

"Status anda saat ini korban, yang bisa kapan saja naik menjadi tersangka." Polisi itu meletakkan borgol di atas meja, ia kemudian menatap wajah Jakson yang masih terus terdiam.

"Jawablah dengan jujur, Dokter."

"Pria itu bernama Damirn, dia adikku. Soal pembunuhan di atap aku tidak tahu, waktu itu aku di bius oleh pria bernama Damitri lalu Damirn datang mencariku, dia mengkhawatirkan keadaanku. Dia memang suka panik berlebihan makanya saat suster tidak memberitahu keberadaanku padanya, dia marah besar..." Jakson terus menatap Polisi di depannya.

"Dia juga yang membawaku pergi, karena tidak percaya dengan rumah sakit ini. Dia merawatku secara intensif di rumahnya, kalau tidak percaya terserah. Aku sudah jawab dengan jujur..." jelas Jakson terlihat serius.

Kedua Polisi di hadapan Jakson terdiam,

"Damitri?" Tanyanya.

"Ya, Damitri, Pria yang datang bersama dua orang anak buahnya di pagi hari sebelum malam kejadian penembakan Abrika. Yehana, gadis yang kalian lihat terbaring tak sadarkan diri di ruangan tadi, dia adalah gadis yang pernah di laporkan hilang oleh Grace tiga bulan lalu, dia juga di bawa paksa oleh Damitri lalu di siksa dengan kejam sampai keadaannya jadi seperti ini. Kalau tidak ada Damirn, mungkin..."

Jakson menghela nafas, "...dia akan mati."

Jakson bangkit dari duduknya, "Kalian polisi, kalian punya hak untuk memeriksa cctv Rumah sakit. Selidiki kembali, lalu setelah itu kalian boleh datang lagi padaku."

♥♥♥

Sebuah nampan di letakkan di hadapan Damirn, pria tua yang sudah berbaik hati memberikan dia tumpangan kendaraan dan tempat tinggal menyuguhkan sejumlah makanan.

"Bagaimana keadaanmu? Sudah merasa cukup baik?" Tanya pria itu sambil memegang balutan kain yang di pasang istrinya pada perut Damirn.

Damirn menatapnya lekat, tak menjawab sama sekali.

Pria itu tertawa, "Aku ini bodoh sekali, tentu saja kau masih merasa sakit. Ayo kau harus makan." Ucapnya kemudian, pria itu menyendoki nasi yang di bawanya lalu membawa sendok berisi itu ke hadapan Damirn.

"Ayo makanlah, jangan sungkan."

Damirn masih terdiam, sama sekali tidak membuka mulutnya sedikitpun.

"Namamu siapa?" tanya Damirn kemudian setelah cukup lama terdiam. Pria tua yang sedari tadi menyodorkan Damirn makanan menarik kembali sendoknya, senyum memudar dari wajah keriputnya.

DAMIRN ✔ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang