Chapter 16 " Ketika Didera Fitnah "

1.9K 144 8
                                    

"Beristighfar, berdzikir, membaca Al Qur'an dan salat malam, Insya Allah akan menenangkan dari kekalapanmu. Allah maha Melihat dan maha Mengetahui Percayalah Allah tidak akan mengecewakanmu."

***

Entah kenapa hatiku begitu bahagia. Seluruh dunia seolah merasakan betapa indahnya di musim semi. Ada kata kecil yang terselip di hati ini. Aku bahagia karena bisa membawanya bersama orang yang menyayanginya. Sama-sama melepas rindu dari pancaran masing-masing tatapan mereka. Menjadikan sebuah perasaan hangat dan rindu itu menyatu dengan irama yang tenang.

Ah, melihat kebersamaan antara Gus Syihab dan Neng Afwa, rasanya begitu bahagia. Betapa indahnya hidup ketika merasakan kebersamaan dengan orang-orang yang kita cintai.

Namun hatiku mengerang. Entah sebab apa yang menjadikan dada ini terasa berat mendadak. Aku ingin menangis ketika teringat tentang kebersamaaku dengan orang-orang yang kucintai. Keluargaku. Ya, aku jadi teringat saat sediakala kami masih hangat dalam satu kebahagiaan dan keharmonisan keluarga. Namun untuk sekarang, lihatlah! Aku sendirian. Tidak bisa merasakan arti kehangatan atau apapun yang kualami dalam keluargaku bersama mereka. Sekarang semuanya serba bertolak belakang. Rupanya setelah aku sadar, duniaku terbalik. Hidupku serba kalut.

Ibu.... Azky merindukanmu. Akankah kita bisa bertemu kembali?
Dan ayah, aku juga merindukanmu. namun entahlah... aku juga membencimu, Ayah, di waktu yang bersamaan seperti ini...

Saat-saat Gus Syihab dan Neng Afwa saling berbicara, aku hanya terdiam. Meratapi setiap takdir yang bertahap demi tahap berhasil menghancurkan ku. Kenyataan ini memang begitu menyakitkan. Dan sekarang apa yang bisa kulakukan kecuali hanya diam dan pasrah? Terserah Allah saja sekarang Dia mau apa kan aku.

"Azkiya, ayo dimakan..."

Suara itu muncul dari Neng Afwa. Menggiritku pada dunia nyata. Aku gugup mendadak menyadari bahwa masih ada sisa titik air mata di pipiku.
Ah, ketahuan juga--kan kalau aku menangis.

"Kau menangis, Azkiya?" timpalnya.

"Apa?" aku langsung menyeka air mataku. Lalu tersenyum canggung menatap Neng Afwa yang tengah menatapku. Juga menatap Gus Syihab yang rupanya sedang memperhatikanku. Aku salah tingkah sendiri. "Tidak... ini baru menguap. Maklum ngantuk. Belum tidur siang..." Kilahku sekenanya.

"Kau tidak berbohong, Azkiya?" Neng Afwa memastikan. Sementara Gus Syihab juga mendesakku melalui tatapannya.

"Bener... ayo makannya dihabisin. keburu dingin." alihku dan langsung meraih makanan untukku makan. Menghindari pertanyaan itu.

Peristiwa ini terus berlanjut. Hening dan sunyi yang kurasakan suasana di antara kami bertiga. Hanya suara dentingan ringan dari peraduan sendok makan dan piring lah yang nengusik. Aku gugup setelah menyadari kecerobohanku yang menangis di depan mereka. Apalagi sejak tadi dua pasang mata itu terus menatapku penuh keingintahuan.

"Neng, sepertinya aku mau ke toilet." ucapku izin diri.

"Mau ngapain?"

"Keperluan..." aku berdiri "Nanti aku kembali lagi." langsung beranjak tanpa menunggu persetujuan darinya.

Dalam kesendirian ini, tubuhku merosot dibalik pintu toilet yang baru saja kututup. Aku menangis sejadinya. Meringkuk di ruang terbatas ini seraya memeluk kakiku erat-erat. Jujur saja, aku merindukan saat-saat dulu kehangatan keluarga. Aku rindu akan kebersamaan kalian. Apakah kalian tidak merindukan Azkiya?

30 Juz dalam Cahaya Cinta [ SUDAH TERBIT ] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang